Merdeka Belajar dan Jejak Perjalanan Kurikulum Pendidikan Indonesia
Jelang akhir masa pemerintahan, Merdeka Belajar ditetapkan sebagai kurikulum nasional. Akankah terus dilanjutkan?
Pendidikan menjadi pilar penting bagi kemajuan suatu bangsa. Hadirnya kurikulum sebagai panduan konsep pendidikan di Indonesia menjadi penting guna mewujudkan mutu pendidikan yang baik.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, danbahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatanpembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum pendidikan berperan sebagai faktor penting dalam peningkatan proses belajar-mengajar dan mutu pendidikan. Terdapat komponen yang dimuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi, metode, dan evaluasi pendidikan. Keempat komponen tersebut menjadi satu kesatuan yang berkaitan.
Perancangan kurikulum sebagai peta pendidikan tentu tidak mudah. Sebaran wilayah kepulauan, kualitas sumber daya manusia, ketersediaan sarana dan infrastruktur pendidikan menjadi tantangan dalam aspek pengembangan mutu pendidikan yang merata di Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui kurikulum pendidikan.Dalam perjalanannya, sejak kemerdekaan bangsa hingga saat ini, sudah terjadi 11 pergantian kurikulum pendidikan nasional (1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, 2022).
Kurikulum pendidikan pada era Orde Lama
Merujuk dari publikasi Kemendikbudristek, Kurikulum Rencana Pelajaran 1947 merupakan kurikulum pertama di Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soekarno. Meski masih dipengaruhi kurikulum peninggalan Belanda dan Jepang, kurikulum ini memprioritaskan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat.
Melihat situasi politik dan masyarakat pascakemerdekaan dan berupaya mempertahankan kemerdekaan, perencanaan tersebut diambil sebagai usaha untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang berdasar Pancasila. Akibat ketidakstabilan politik pada awal kemerdekaan, kurikulum ini baru diterapkan tahun 1950 dan disebut juga Kurikulum 1950.
Pada tahun 1952, kurikulum pendidikan nasional mengalami penyempurnaan dengan hadirnyaRencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum yang mengarah pada sistem pendidikan nasional ini juga diisi dengan pembelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Kurikulum ini juga melahirkan kelas masyarakat yang merupakan sekolah khusus untuk lulusan sekolah rakyat, tetapi tidak melanjutkan ke sekolah menengah pertama (SMP).
Menjelang berakhirnya kepemimpinan era Soekarno, terdapat penyempurnaan kurikulum yang menambahkan pengetahuan akademik di jenjang sekolah dasar (SD). Penyempurnaan kurikulum pada tahun 1964 ini bertujuan penguasaan ilmu pengetahuan dan kegiatan praktis yang berpusat pada Pancawardhana (daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral).
Kurikulum pendidikan pada era Orde Baru
Memasuki era kepemimpinan Presiden Soeharto, kurikulum pendidikan juga memasuki penyempurnaan melalui Kurikulum 1968. Kurikulum ini sebagai perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan tujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani.
Perubahan kurikulum terjadi lagi pada tahun 1975. Kurikulum 1975 ingin mewujudkan bentuk pendidikan yang lebih efektif dan efisien dengan menerapkan konsep yang terkenal saat itu, yaitu konsep management by object (MBO). Dalam perjalanannya, pelaksanaan kurikulum ini menuai kritik karena guru atau pengajar justru hanya sibuk menulis capaian pada setiap pembelajarannya.
Tidak lama dari perubahan kurikulum itu, muncul penyempurnaan dari Kurikulum 1975 pada tahun 1984. Konsep acuan Kurikulum 1984 menggunakan model cara belajar siswa aktif(CBSA) dengan menempatkan siswa sebagai subyek belajar.
Penyempurnaan kurikulum pendidikan terakhir yang terjadi pada era kepemimpinan Presiden Soeharto adalah pada tahun 1994, yang mengacu pada pelaksanaan pendidikan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pendidikan didasarkan untuk menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulum pendidikan sejak era Reformasi
Tidak berhenti di era Orde Lama dan Orde Baru, perubahan kurikulum juga terjadi di era Reformasi. Pada 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) menjadi peta arah pendidikan yang baru pascareformasi tahun 1998.
Kurikulum ini merupakan bentuk tuntutan era Reformasi mengenai kewenangan pemerintah pusat dan provinsi sebagai daerah otonom dalam arah kebijakan pendidikan nasional (Tap MPR No IV/MPR/1999).
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kompetensi siswa baik sebagai individu maupun klasikal yang berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman dengan berbagai variasi metode pembelajaran. Guru diberi keleluasaan melakukan proses pembelajaran dan hanya perlu fokus pada bentuk capaian kompetensi yang diharapkan(pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat).
Tidak bertahan lama, dua tahun kemudian kurikulum kembali berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Kurikulum ini memiliki tujuan pendidikan nasional yang memadukan dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah. Kurikulum ini memberikan wewenang lebih besar kepada sekolah dalam menentukan model pembelajaran.
Perubahan kurikulum kembali dilakukan pemerintah pada tahun 2013 melalui Kurikulum 2013. Kurikulum ini bertujuan mengembangkan tiga aspek, yaitu pengetahuan,keterampilan, serta sikap dan perilaku dengan pendekatan tematik integratif.
Kurikulum Merdeka Belajar
Berikutnya, era kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim memberlakukan Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum ini disiapkan sejak 2020, kemudian diterapkan dan dievaluasi secara bertahap sejak 2021.
Kurikulum Merdeka Belajar ini berfokus pada pengembangan soft skill dan karakter, fokus pada materi esensial, serta pembelajaran yang fleksibel. Dalam pelaksanaannya, pada tahun ajaran 2021/2022, prototipe Kurikulum Merdeka diterapkan di lebih dari 3.000 sekolah penggerak dan SMK.
Berikutnya, pada tahun ajaran 2022/2023, Kurikulum Merdeka menjadi salah satu opsi kurikulum yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan. Kurikulum Merdeka diterapkan oleh 140.000 satuan pendidikan secara sukarela. Hingga 2023/2024, lebih dari 300.000 satuan pendidikan telah menerapkan Kurikulum Merdeka secara sukarela.
Baca juga: Kurikulum Merdeka Resmi Jadi Kurikulum Nasional
Pada 25 Maret 2024, Menteri Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Permendikbudristek ini menjadi payung hukum diberlakukannya Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasionalmulai tahun ajaran 2024/2025. Meski demikian, pelaksanaannya tetap memperhatikan kesiapan satuan pendidikan dengan masa transisi hingga maksimal tiga tahun ke depan.
Masa depan Kurikulum Merdeka
Sebagai bagian dari gerakan bersama semua komponen bangsa, Menteri Nadiem meyakini, Kurikulum Merdeka mulai membawa kemajuan bagi dunia pendidikan dan budaya sehingga perlu terus dilanjutkan. ”Semua yang sudah kita upayakan harus dilanjutkan sebagai perjalanan ke arah perwujudan sekolah yang kita cita-citakan,” kata Nadiem.
Pernyataan itu disampaikan Nadiem dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini, 2 Mei 2024(Kompas.id, 2/5/2024). Pernyataan tersebut juga sejalan dengan tema Hardiknas 2024, yaitu ”Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”.
Pernyataan Menteri Nadiem dan tema peringatan Hardiknas 2024 menunjukkan harapan keberlanjutan Merdeka Belajar sebagai kurikulum nasional meski pemerintahan bakal berganti pada Oktober 2024 mendatang.
Namun, jejak panduan pengembangan kualitas pendidikan di Indonesia menunjukkan, pergantian kurikulum kerap terjadi dalam dunia pendidikan nasional. Pergantian era kepemimpinan ataupun gejolak politik negara menjadi dua faktor dominan yang menyebabkan perubahan kurikulum pendidikan nasional.
Di luar itu semua, keberadaan kurikulum pendidikan mengemban amanat bangsa untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, sejumlah tantangan untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih baik masih dihadapi bangsa Indonesia.
Baca juga: Menggali Muatan Pendidikan dalam Kurikulum Merdeka
Merujuk data Badan Pusat Statistik tahun 2022, sepertiga dari seluruh penduduk Indonesia yang berusia di atas lima tahun memiliki tingkat pendidikan SMP. Fakta lain, lulusan perguruan tinggi di Indonesia baru 7,57 persen (Kompas.id, 2/5/2024).
Demikian pula dengan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Pada 2023, IPM Indonesia masih di angka 0,71 dan berada pada urutan 112 negara-negara di dunia. Skor Program for International Student Assessment (PISA) Indonesia pun masih di bawah rata-rata negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan ASEAN-5. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Jalan Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional yang Baru