Puisi-puisi Faidi Rizal Alief
Faidi Rizal Alief tinggal di Sumenep. Belajar menulis sastra sejak nyantri di Lesehan Sastra dan Budaya Kutub, Yogya.
Raden Bindara Dwiryapada Sunan Paddusan
sisakan air dari sumur persegi
sembilan, Raden, meski hanya segayung
di hadapan kecemasan dan ketakutan
aku ingin engkau memandikan seluruhku
hingga bersih perih yang tak jatuh dari darah
hingga bau binatang buasku
benar-benar hilang
hingga tak tersisa lagi kerenyuhan
gara-gara hari-hari murung mengurungku
aku percaya, masih sangat percaya
di sini keramat masa lalumu
tetap hidup bagai sumber air
sekalipun tubuh sudah dalam kandungan tanah
sekali lagi, Raden sisakan air dari sumurmu
yang persegi sembilan itu
selagi bisa aku tahan
segala yang meledak-ledak di dadaku
sebab hari ini, aku benar-benar ingin
belajar menjadi hidup dari
setiap yang terasa mati
agar seluruh gerak dan diamku
disucikan kesunyian-kesunyian
Gapura, 2023
Baca juga: Puisi-puisi Asa Jatmiko
Raden Ayu Ratmina
jika ada luka yang perihnya melebihi
renyuh yang kuderita
saat ini, tutup seluruh kebahagiaan untukku
dari segala penjuru
jika ada kebencian yang lebih tumpul
dari kecemburuan yang telah menebas
seribu kulit leher kesetiaanku saat inim,
tumpahkan semua dendam
ke sini dan biarkan aku sendiri
yang menanggung seluruh gaungnya
jika ada ketabahan yang jauh lebih
tenang dari telapak tanganku
saat menerima tubuh kekasihku tanpa kepala
bekukan semua danau dan biarkan
aku yang menanggung kerontangnya
tapi jika hanya aku satu-satunya
tolong jangan lemparkan lupa dan sudah
dari mata sejarah
biarkan hari yang akan datang menatatnya
dalam setiap ingatan
Gapura, 2023
Baca juga: Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra
Raden Arya Wirabaya Siding Puri
yang memenggal kepalaku hanyalah
kekejaman, sebab telah memenggal kearifan
cinta dari tubuh kesunyian
oleh anak sejarah akan dipadamkan
seluruh perapiannya
menjadi arang yang kehilangan
nyala api sepanjang ingatan
yang menerima kepalau hanyalah kesedihan
terpanjang dalam sejarah luka
sebab telah menerima potongan perih
yang sebenar-benarnya
oleh anak sejarah ia akan dikenang
sebagai pedang yang per detiknya
melukai tubuh kebahagiaan
dengan darah yang mirip sebuah arus
dan yang mengaji di depan makamku
adalah doa-doa yang hanya akan diterima
kesenangan jaminan dari kesunyian
Gapura, 2023
Baca juga: Puisi-puisi Sthiraprana Duarsa
Raden Ayu Mas Kumambang
duh! Pangeran yang datang dari
lembah Songennep, wajahmu sungguh telah
mengembalikan Jokotole-ku ke pelukan rinduku
dan sebagai hukumannya engkau harus
mendiami hatiku selamanya
tapi rupanya kenyataan memalingkan
dirimu dariku dan lebih memilihkan luka lagi
sebagai kekasihku
yang harus kuterima sebagai keris
dipandai dari bara kebencian
jika dalam sehari tak kudapati dirimu
di depanku, jangan salahkan bila keris ini
menyeretmu ke dalam mabukku
ke dalam cinta gilaku
dan hanya dengan cara inilah
aku bisa merayakan kemabukanku
yang dikhianati kegembiraan-kegembiraan
Gapura, 2023
Baca juga: Puisi-puisi Toni Lesmana
Pangeran Batu Putih
jika tak engkau temukan
makam Pangeran Topote di Batu Putih
cari di puisiku, di hamparan kata-kata
di bawah pohon rindang bekas tombaknya
engkau akan menemukan makam putih
dengan batu nisan dari kerisnya sendiri
dijaga keheningan bila malam
dijaga matahari bila siang
dijaga rinduku siang malam
tirakatlah kapan saja
membawa nazar atau tidak sama sekali
niscaya engkau akan mendengar
bunyi tombak terpental sebelum keris
di genggaman kesetiaan
mengusir kerusuhan yang
diderita rakyat dari Dungkek hingga Gapura
semakin erat pejaman mata
kekosongan akan semakin jauh menuntunmu
ke balik makam, ke sebuah kematian
yang sudah diketahui
sebelum nyawa melepaskan
tubuh dan tergeletak tersenyum di hadapan
seluruh duka paling luka
sebelum pulang, tabur apa saja di atasnya
bila engkau tak membawa kembang
bagi yang di dalam, ia adalah doa terpanjang
setelah doa yang keluar ari bibir kekalahan
o, ya, jangan lupa pamit
agar di sepanjang jalan pulang
engkau dituntun menuju rute kematian
yang jauh dari penderitaan
Gapura, 2023