Populasi Monyet Hitam di Sulawesi Utara Terus Menurun
Oleh
JEAN RIZAL LAYUCK
·2 menit baca
MANADO, KOMPAS -- Populasi monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra), hewan endemik Sulawesi Utara, di kawasan hutan-hutan di Sulawesi Utara kini hanya tersisa 5.000 ekor atau telah anjlok sebanyak 80 persen dalam 40 tahun terakhir. Selain menyusutnya luas habitat, penurunan drastis populasi hewan yang disebut warga dengan nama Yaki Panta Merah itu akibat perburuan.
Harry Hilser, manajer program Yayasan Selamatkan Yaki di Manado, Sulut, Selasa (1/8/2017), mengaku khawatir dengan ancaman kepunahan monyet hitam bila selalu diburu dan dikonsumsi warga. “Satwa ini harus diselamatkan. Kami berharap masyarakat berhenti mengonsumsi Yaki,” katanya.
Ia mengatakan, Yayasan Selamatkan Yaki telah mendatangi pasar tradisional dan rumah makan di Minahasa, Sulut, untuk berhenti menjual daging monyet. Kini, populasi yaki terbanyak di hutan lindung Tangkoko, yakni sebanyak 2.000 ekor. Tetapi, itu pun tak luput dari perburuan masyarakat setempat.
Sejumlah rumah makan di Tomohon, Tondano, dan Kawangkoan, secara terang-terangan masih menyediakan daging monyet untuk konsumsi warga. Wempie, pemilik warung di Tondano, mengatakan, makanan daging monyet laris dengan harga jual satu porsi bersama nasi putih Rp 20.000.
Daging monyet hitam, ujar Wempie, lebih bersih dari daging anjing maupun babi. Hal itu disebabkan monyet hitam hanya mengonsumsi buah-buahan. Wempie memperoleh daging monyet hitam dari sejumlah pedagang di Kawangkoan secara sembunyi-sembunyi. “Saya dengar, mereka memburu monyet hitam di hutan Gorontalo,” katanya.
Harry Hilser mengatakan, pembangunan jalan dan sejumlah bangunan rumah warga di hutan lindung Tangkoko juga mengurangi luas habitat monyet hitam. “Kami berkampanye di mana-mana tentang pentingnya menjaga habitat yaki di hutan Tangkoko,” katanya.
Hutan lindung Tangkoko hingga Batuangus memiliki luas 88,67 kilometer persegi. Hutan yang terletak di dataran rendah itu merupakan tempat penting bagi kehidupan satwa endemik Sulawesi Utara.
“Yaki pantat merah ini, cuma ada di Sulawesi Utara. Sayang sekali, kalau rumah besar mereka di Tangkoko rusak,” kata Hilser, yang berasal dari Inggris. Hilser mengaku sudah empat tahun melakukan advokasi yaki kepada masyarakat.
Menurut Hilser, Sulawesi memiliki sumber keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati Sulawesi menyumbangkan 25 persen spesies burung di dunia, dan 62 persen spesies mamalia dengan 98 persen spesies kelelawar hidup di Sulawesi.