JAKARTA, KOMPAS -- Analisis terkait potensi bencana di Jakarta idealnya tidak disia-siakan. Hal ini menyusul pembangunan infrastruktur di sejumlah wilayah yang berpotensi menambah beban pada lingkungan.
Hal itu terkait dengan sejumlah kejadian bencana ekologis yang terjadi di sebagian wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan berupa tanah longsor dan banjir dalam dua hari terakhir. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi, Senin (12/11/2018) menyebutkan , hal itu juga terkait dengan perubahan atau alih fungsi tata guna lahan yang cenderung menjadi ancaman laten kejadian bencana ekologis di Jakarta.
Tubagus menambahkan, hal itu membuat sejumlah upaya menghadapi kemungkinan banjir, seperti pengerukan sedimen dari sungai cenderung berpengaruh kecil. “Lihat titik-titik banjir di Jakarta, (adalah) wilayah serapan air (yang) berubah fungsi (jadi) kawasan terbangun. Ini yang menjadi PR,” sebutnya.
Secara khusus, ia juga menyoroti kejadian penurunan permukaan tanah di sejumlah lokasi yang membuat kejadian banjir cenderung lebih kerap terjadi. Misalnya saja seperti terjadi di sebagian wilayah Jakarta Utara.
Menurut Tubagus, hal itu juga tergambar dari pemetaan bencana yang dimiliki pemerintah. Ia misalnya, merujuk pada peta kejadian bencana yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta.
Pada peta wilayah banjir yang berdasarkan laporan kejadian banjir bulan Desember 2017 itu, sebagian kawasan di Jakarta Utara terlihat mengalami banjir dengan ketinggian antara 10 sentimeter hingga 70 sentimeter. sebagian kawasan itu misalnya Penjaringan, Tanjungpriok, dan Cilincing. (INK)