Mendung tipis menyelimuti langit Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (4/2) siang. Dari kejauhan Dusun Bug-Bug, Desa Bug-Bug, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, tampak Gunung Rinjani malu-malu menunjukkan sebagian panaromanya yang tersaput awan.
”Gunung itulah yang menginspirasi saya membangun usaha ini,” kata Sukarno (43), pembuat aneka buah tangan yang ditujukan untuk para pendaki gunung, seperti gelang berbahan benang warna-warni, gantungan kunci berbahan batok kelapa dan buah jamplung, syal, serta kaus. Semua produknya bertema Rinjani. T-shirt, misalnya, bergambar Rinjani dan Danau Segara Anak (kaldera Rinjani) atau gambar lokasi-lokasi di sepanjang jalur pendakian.
Salah satunya adalah gambar ”Bukit Penyesalan” yang umumnya mengesankan pendaki. Di bukit yang kerap menjadi tempat istirahat itu acap kali muncul penyesalan lantaran puncak Rinjani yang dituju masih jauh. Mau berbalik lagi pun jauh. Komentar para pendaki tentang bukit itu diangkat lewat tulisan pada produk T-shirt, seperti ”Saya Belum Bisa Move On dari Rinjani” atau ”Jangan Pernah Menyesal Mendaki Rinjani”.
Buah tangan buatan Sukarno dijual di toko miliknya dan jaringan toko aksesori di Lombok. Ada pula yang dikirim ke sejumlah daerah, seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Malang, dan Makassar. Pembelinya antara lain para pendaki lokal dan mancanegara.
Sebelum berbisnis cendera mata, Sukarno pernah bekerja sebagai perawat berstatus pegawai negeri sipil di Timor Timur pada periode 1992-1997. Saat itu, Timor Timur masih menjadi wilayah Indonesia.
Ketika bekerja di Timor Timur, ia terbiasa berjalan kaki naik-turun bukit menuju desa-desa di mana ia memberikan layanan kesehatan. Setelah menapaki medan berat, Sukarno merasa badannya segar. Akhirnya, mendaki bukit atau gunung memberinya kesenangan.
Pada 1998, ia pulang kampung dan bertugas di Puskesmas Lingsar. Ia pun melanjutkan hobi mendaki gunung. Rinjani yang tingginya 3.726 mdpl menjadi sasaran utama untuk didaki. Suatu ketika pada 2006, seorang pendaki berkomentar, ”Segini besarnya Gunung Rinjani, tapi kenapa tidak ada yang menjual oleh-oleh dari Rinjani.”
Komentar itu memberi Sukarno inspirasi untuk memproduksi pernak-pernik Rinjani. Tahun itu juga ia membuat beberapa cendera mata yang diberi nama Pernak-pernik Asli Rinjani (Pasir), berupa gelang berbahan benang warna-warni, stiker bergambar Gunung Rinjani, dan lain-lain. Ia memulainya dengan modal hanya Rp 100.000 yang ia sisihkan dari sisa gajinya sebulan.
Berjualan di gunung
Untuk memasarkan kerajinannya, Sukarno mendaki Rinjani. Di tempat-tempat istirahat ia menemui para pendaki dan mengajak mereka berbincang-bincang sambil menawarkan produk kerajinannya. Beberapa pendaki tertarik membeli saat itu juga. Sebagian lagi datang ke rumahnya dan membeli di sana. Produk dijual seharga mulai Rp 10.000 per buah hingga Rp 150.000.
Pada Sabtu dan Minggu, Sukarno mendistribusikan produknya melalui para pedagang aksesori di Pos Senaru (Lombok Utara) dan Pos Sembalun (Lombok Timur), pintu masuk-keluar pendakian Rinjani. Belakangan, Sukarno juga menyasar pasar luar daerah, seperti konsumen di Gunung Kerinci (Jambi) dan Gunung Semeru (Jawa Timur).
Di lokasi base camp Gunung Semeru, ia menggelar dagangannya yang laris terjual dalam waktu singkat. Kesempatan itu digunakannya pula untuk membangun jejaring bisnis dengan pedagang di pintu masuk-keluar pendakian Semeru. Kini, tiap pekan ia rutin mengirim pesanan 4.000 gelang kepada pedagang aksesori di Gunung Semeru.
Perlu waktu tiga tahun bagi Sukarno membidik segmen pasar pendaki. Selama itu, usahanya sempat stagnan karena kesulitan modal. Pada 2009, usaha tersebut baru bangkit. Konsumen terus berdatangan membeli produk ke tokonya. Pada Juni-Agustus, tamu mesti antre untuk masuk ke tokonya yang hanya berukuran 5 meter x 3 meter untuk memilih produk.
Seiring dengan perkembangan usahanya, Sukarno bisa membuka lapangan pekerjaan untuk beberapa orang di kampungnya. Kini, ada enam orang yang bekerja untuknya. Di luar mereka, banyak kalangan yang kini kecipratan rezeki dari usaha pembuatan pernak-pernik Rinjani, seperti pemilik toko, pemilik warung, dan tukang ojek.
Gratis
Sukarno mengatakan mendapat keuntungan rata-rata Rp 1 juta sehari. Pada musim puncak kunjungan ke Lombok, keuntungan yang ia peroleh bisa melonjak hingga Rp 4 juta sehari. Keuntungan itu sebagian ia gunakan untuk mengembangkan usaha, sebagian lagi ia kembalikan untuk kepentingan para pendaki.
Ia membangun rumah singgah khusus bagi para pendaki untuk istirahat, menginap, shalat, atau mandi sebelum atau setelah mendaki. Layanan itu ia sediakan secara gratis. Rumah singgah itu nyaris tidak pernah sepi oleh pendaki domestik ataupun mancanegara, terutama dari Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Jepang, Jerman, dan Australia.
Ia juga menyisihkan waktunya untuk kegiatan edukasi kepada para pendaki dan masyarakat sekitar Rinjani. Ia mengampanyekan pentingnya membawa kantong sampah selama pendakian dan menggerakkan kegiatan bersih-bersih kawasan Rinjani. Ia mengajari anak-anak SMA yang juga pencinta alam untuk menjaga kelestarian Rinjani lewat kegiatan kemping ceria.
Kegiatan konservasi yang ia lakukan diabadikan dalam simbol segitiga yang selalu tertera di setiap produk kerajinan buatannya. Simbol atau logo segitiga itu ia sebut ATM, kependekan dari alam, Tuhan, dan manusia.
ATM itu dimaknai harmonisasi antara manusia, alam, dan Tuhan. Selain itu, ATM juga diartikan sebagai berkah dan sumber penghasilan penduduk. ”Kalau Rinjani kotor, lalu turis enggan datang lagi, mau diisi apa ATM itu,” katanya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.