Dongeng Asyik untuk Semua
Tidak perlu kostum unik atau peralatan khusus untuk mendongeng. Cukup kemampuan menyampaikan sebuah cerita dengan menarik kepada para pendengar. Resep itu yang dianut oleh Ariyo Zidni (36), pendongeng sekaligus pendiri Festival Dongeng Internasional Indonesia. Menurut dia, yang terpenting ialah dongeng bisa dinikmati oleh siapa pun yang mendengarkannya.
”Cerita apa pun bisa disampaikan melalui dongeng,” kata Ariyo, beberapa waktu lalu. Ia meyakini, dongeng merupakan cara paling efektif bagi orangtua ataupun guru untuk mendidik anak.
Bagi Ariyo, dongeng tidak sebatas menceritakan legenda masa lalu. Segala hal, mulai dari ajakan tidak membuang sampah sembarangan hingga mencintai sesama manusia, bisa disampaikan dengan dongeng. Waktu mendongeng juga tidak sebatas sebelum tidur, melainkan setiap saat. Di kelas, di dalam mobil ketika dalam perjalanan, sampai di meja makan.
”Dongeng sebetulnya adalah cara berkomunikasi dengan anak. Daripada menyampaikan pesan dengan perintah, larangan, apalagi bentakan, anak justru lebih mendengar jika pesan diberikan berupa cerita,” tutur Ariyo yang juga salah satu Jawara untuk Anak-Anak (Champions for Children) pilihan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-Anak (Unicef) Indonesia pada awal Mei 2017.
Ketertarikan Ariyo pada dongeng bermula ketika ia masih kuliah di Program Studi Kepustakaan Universitas Indonesia. Ia menceritakan, ketika melihat buku anak-anak, ada kekaguman dari cara sebuah pesan disampaikan di dalam cerita dan ilustrasi yang menarik. Akan tetapi, pada waktu itu, ia belum terpikir untuk mendongeng di depan umum.
Suatu waktu, salah satu dosen mengajak Ariyo mendongeng di depan anak-anak yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Seusai mendongeng, Ariyo terkesan dengan reaksi anak-anak dan orangtua mereka.
”Orangtua menghela napas lega. Anak-anak mereka yang selama ini stres karena dirawat bisa mendapat hiburan,” ujarnya. Walaupun Ariyo mendongeng tanpa dandanan khusus dan alat pelengkap, cerita yang ia sampaikan bisa diresapi oleh anak-anak. Mereka tampak ceria dan menikmati. Sejak itu, Ariyo mulai percaya diri tampil mendongeng di beberapa acara anak-anak.
Demi mendongeng
Kejadian besar berikutnya ialah ketika terjadi bencana tsunami di Aceh pada 2004. Ariyo ketika itu bekerja sebagai pustakawan di sebuah biro hukum dan memiliki kehidupan yang nyaman. Ia terpanggil untuk terjun sebagai sukarelawan yang mengurus pengiriman logistik dari Jakarta.
Setelah beberapa orang tahu bahwa Ariyo pandai mendongeng, mereka menawari Ariyo mendongeng untuk anak-anak korban tsunami pada 2005. Ia menerima tawaran itu dengan antusias.
”Saya langsung mengajukan cuti dua pekan kepada kantor agar bisa mendongeng. Di Aceh, dongeng-dongeng ternyata bisa membangkitkan semangat anak-anak. Membuat mereka lebih optimistis melewati cobaan yang menerpa,” ujar Ariyo.
Pengalaman itu sangat berharga baginya. Pulang ke Jakarta, Ariyo memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya agar bisa fokus mendongeng. Selanjutnya ia menghidupi keluarga dengan cara berwirausaha dan menjadi tenaga lepas untuk acara-acara tertentu.
”Waktu masih kuliah, saya mendirikan komunitas dongeng Belalang Kupu-Kupu. Sesudah mengundurkan diri dari pekerjaan formal, saya mengembangkan komunitas itu. Namanya diganti menjadi Ayo Dongeng Indonesia,” papar Ariyo yang dibantu tiga teman.
Mereka datang menawarkan jasa mendongeng ke sekolah-sekolah dan berbagai acara khusus anak-anak. Awalnya memang berat. Lama-kelamaan, orang-orang mulai tertarik untuk memasukkan dongeng ke dalam jadwal kegiatan anak-anak.
Demam dongeng tersebut menyebar ke sejumlah wilayah. Anggota komunitas Ariyo bertambah dari Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Poso, dan Ambon. Jumlah sukarelawan yang awalnya hanya 4 orang, kini menjadi 200 orang.
”Selain kegiatan mendongeng di akhir pekan, juga muncul festival-festival dongeng yang kecil, tetapi konsisten di wilayah-wilayah tersebut,” katanya.
Meskipun tidak memakai kostum dan alat, tidak serta-merta teknik mendongeng menjadi mudah. Kepada para relawan Ariyo menekankan untuk menyukai dan menguasai dongeng yang akan mereka ceritakan. Pasalnya, apabila tidak suka dan paham, akan sukar mengadaptasi cerita tersebut ke dalam situasi penonton. Misal, cerita Timun Mas yang disampaikan kepada anak-anak SD yang sehat, versinya sedikit berbeda untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit.
”Kehebatan dongeng ialah cerita yang bisa diinterpretasi karena pesan moralnya sangat universal,” ucap Ariyo. Pendongeng bisa mulai dari kisah-kisah klasik. Ke depannya, ia bisa mengembangkan cerita sendiri.
Kekuatan lain dari dongeng ialah menciptakan pengalaman bersama. Dongeng bukan sebuah hal yang monoton. Satu cerita yang sama memiliki cara penyampaian, pesan moral, dan reaksi yang berbeda setiap kali ditampilkan. Semua bergantung pada kepekaan pendongeng terhadap penontonnya.
Ariyo menjelaskan, kemampuan pendongeng menangkap reaksi penonton merupakan bahan yang baik untuk improvisasi. Hasilnya, setiap cerita menjadi pengalaman pribadi yang unik bagi tiap penonton. ”Kekayaan ini yang tidak akan bisa digantikan oleh hiburan berbasis gawai,” tuturnya.
Kini, selain mendongeng, komunitas Ayo Dongeng Indonesia juga rajin mengadakan lokakarya bagi orangtua dan guru. Melalui penyampaian berupa narasi, materi pelajaran di kelas lebih mudah diserap oleh siswa.
Komunitas ini pada 2015 berhasil mengadakan Festival Dongeng Internasional Indonesia (FDII) pertama, kemudian disusul festival kedua pada 2016. Direncanakan, pada November 2017 akan diadakan FDII yang ketiga.
Festival tersebut tidak hanya menghadirkan pendongeng kontemporer dan tradisional dari Tanah Air, tetapi juga pendongeng dari mancanegara seperti Korea Selatan dan Australia. ”Dongeng bersifat universal. Pesannya bisa diserap masyarakat, terlepas daerah asal mereka,” tegas Ariyo.