Ichwan Susanto, Mohammad Hilmi Faiq, dan Ingki Rinaldi
·5 menit baca
Namanya Samida Duminggu. Ia lahir 18 Agustus 1970. Selang sehari setelah peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-25. Mungkin semangat kemerdekaan yang mendorongnya untuk membebaskan warga Kampung Sombokoro, Distrik Windesi, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat dari kebodohan dan ketidakberdayaan.
Samida merintis pendirian lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kampung Sombokoro yang secara geografis berada di Pulau Sombokoro. Setiap pagi, dari Senin hingga Kamis, ia mendayung sampan sekitar satu jam dari tempat tinggalnya ke PAUD yang berada di sisi lain Pulau Sombokoro. Di sana, ia mengajar puluhan anak-anak Sombokoro dan sejumlah kampung lainnya yang berusia 2-6 tahun.
Ia mengajari mereka membaca, mengenal kekayaan alam, dan konsep-konsep sederhana tentang lingkungan sekitar hidup mereka. Hingga tahun ini, PAUD tersebut telah meluluskan tiga angkatan. Angkatan pertama sebanyak 18 orang, angkatan kedua 9 orang, dan angkatan ketiga 15 orang.
Selesai mengajar di PAUD, ia kembali bersampan untuk kembali pulang ke rumah. Di sana, hampir selalu ada perempuan-perempuan Sombokoro yang sedang membuat barang-barang kerajinan. Sekitar pukul 13.00 WIT, Samida bergabung dengan mereka. Mereka memiliki keterampilan juga lantaran Samida. Samidalah yang mengajari mereka membuat aneka keterampilan seperti kalung dari manik-manik yang berasal dari aneka kerang-kerangan yang dikumpulkan tak jauh dari bibir pantai, noken, bunga artifisal dari hasil rautan batang kayu, dan keterampilan memasak.
Itu hanyalah bagian kecil dari apa yang diberikan Samida pada para perempuan di Sombokoro. Paling penting, Samida membuat warga di kampung itu percaya bahwa mereka berdaya. Apalagi setelah mengetahui barang-barang kerajinan tangan itu ternyata laku dijual.
Mutiara terpendam
Kami bertemu dengan Samida pada Jumat (11/8) malam di Sombokoro. Cahaya dari beberapa buah lampu yang berasal dari genset penerang kampung, dan sempat padam selama kami mengobrol, berpendar di teras rumahnya. Lamat-lamat sejumlah lagu romantis terdengar dari pemutar keping cakram yang disambungkan dengan pengeras suara. Salah satunya "Desember Kelabu" yang dikomposisi A Riyanto dan samar-samar turut disenandungkan.
“PAUD itu saya namai Pulau Mutiara, Sombokoro,” kata Samida tentang lembaga penddikan bagi kaum bocah yang dikelolanya.
Penamaan nama itu menyusul keberadaan sejenis mutiara dalam kawasan perairan pulau tersebut. Makna lainnya, anak-anak asuhan Samida bak mutiara yang menunggu gosokan. Misalnya saja bocah-bocah yang dalam tempo sebulan sudah hafal abjad dan pandai menghitung hingga bilangan 20. Mutiara-mutiara terpendam itulah yang membuat Samida rela memperjuangkan nyaris segalanya untuk mendirikan PAUD. Ia mesti menempuh pelayaran menuju Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat, guna mengurus izin operasional.
Urusan dengan akta notaris, dinas pendidikan, dan sebagainya adalah beberapa hal yang mesti ia tuntaskan. Setelah sempat enam bulan hanya memegang stempel cap PAUD yang bakal dikelolanya, tanggal 3 November 2013 izin operasional pun ia peroleh.
Ia sangat disiplin dalam menjalankan PAUD. Hal itu ia tunjukkan dengan tidak berkompromi pada tantangan cuaca buruk pada hari-hari tertentu yang mengganggu pelayaran. Hujan badai ditembusnya demi PAUD. Ia bersikap tegas jika menyangkut soal disiplin dan aturan. Karena itu, ia tidak segan memberhentikan tiga orang pengelola PAUD yang melanggar aturan dan kepatutan seperti menghardik atau mencaci maki anak-anak atas hal-hal yang belum mereka ketahui. “Itu tidak boleh,” katanya tegas.
Tidak ada biaya pendidikan yang mesti dibayarkan oleh para orangtua atas pendidikan anak-anak mereka di PAUD tersebut. Biaya operasional diambilkan dari dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) PAUD dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa). Pada tahun pertama, dana BOSDa sebesar Rp 8,8 juta dikucurkan. Tahun kedua Rp 20,2 juta dan Rp 20,9 juta pada tahun ketiga. Sementara BOP PAUD sudah diberikan untuk penyelenggaraan pendidikan tahun pertama dan tahun kedua, masing-masing sebesar Rp 7,2 juta. “Memang kurang, tapi saya tidak bisa menuntut (lebih),” kata Samida.
Kekurangan dana terutama guna menutupi biaya honor bagi tenaga-tenaga pengajar yang membantunya. Mulai 2016, jumlahnya menjadi empat orang.
Pada 2018, Samida menargetkan mulai memberikan pendidikan bebas buta aksara pada orang-orang di kampung. “Tapi itu belum bisa saya laksanakan. Setelah ada yang menggantikan saya (sebagai pengelola PAUD), baru bisa dilaksanakan,” ujar Samida.
Mengejar cita-cita
Samida yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan kayu di Sorong, Papua Barat mulai berkenalan dengan segala potensi Sombokoro sejak 2004. Saat itu, usai menikah dengan kepala kampung Sombokoro di tanggal 16 Mei 2004, Samida turut pindah ke Sombokoro. Saat ini, jabatan kepala kampung Sombokoro diemban oleh putra tiri Samida. Adapun suaminya telah meninggal dunia. Sejak 2004 itu, Samida sudah melihat potensi pengembangan kemampuan anak-anak Sombokoro lewat jalur pendidikan. Hal itu diketahuinya tatkala menjadi salah seorang kader Posyandu.
Kini, ibu tiga anak dari pernikahannya yang terdahulu sebelum hijrah ke Sombokoro, masih tekun mengejar cita-cita lain. Ia masih mengejar titel master dari pendidikan pascasarjana yang diikutinya di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Samaritan, Maluku lewat metode pembelajaran jarak jauh. Bidang studi pendidikan agama Kristen menjadi pilihannya. “S2 saya empat bulan lagi selesai,” katanya semringah.
Malam hingga jelang dini hari kerap dipakainya membaca bahan-bahan pelajaran yang dikirimkan lewat jaringan telekomunikasi. Ia bertekad mengejar pendidikan bukan untuk kepentingan pribadinya semata, tetapi juga untuk memajukan orang lain. “Selagi mampu, saya akan mencurahkan hikmat ini untuk orang lain agar bisa lebih baik,” sebut Samida tentang alasannya melanjutkan pendidikan.
Samida Duminggu
Lahir: Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara/18 Agustus 1970
Pendidikan:
- S1 STKIP Samaritan, Maluku (lulus 2015)
- S2 STKIP Samaritan, Maluku (proses penyelesaian studi)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.