"Juru Kunci" RI di Markas PBB
Jalan hidup sering kali tidak terduga. Siapa sangka polisi yang sebelumnya bertugas di Kepolisian Daerah Bali kini menjadi "juru kunci" markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Yang dimaksud dengan juru kunci adalah polisi senior yang sehari-hari bertugas mengawal Sekretaris Jenderal PBB.
Dia adalah Anak Agung Permana, pria Bali, yang dibesarkan di Nusa Tenggara Barat. Meski belum ada putra-putri Indonesia yang menjadi Sekjen PBB, Permana telah mengawal pemimpin lembaga dunia itu sejak kepemimpinan Kofi Annan, Ban Ki-moon, hingga Antonio Guterres saat ini.
Hampir semua polisi di markas PBB tahu sosok Permana karena dia sudah dianggap senior dibandingkan dengan yang lain. Selain mengamankan Sekjen PBB, dia juga bertanggung jawab atas keamanan kepala negara, kepala pemerintahan, atau pimpinan delegasi negara yang datang ke markas PBB.
Tidak berlebihan, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memimpin delegasi Indonesia, Permana selalu diminta mengawal. Permana-lah yang membuka blokade pasukan Secret Service AS dan kepolisian setempat dari New York Police Department (NYPD) di sepanjang jalur yang dilalui delegasi Indonesia.
Pengamanan berlapis-lapis di luar gedung PBB menyulitkan siapa pun untuk melintas. Hal ini wajar sebab puluhan dari 193 kepala pemerintahan dan kepala negara hadir di New York mengikuti sidang tahunan PBB.
Kamis (22/9) sore waktu setempat, perjalanan delegasi Indonesia yang dipimpin Wapres Kalla menuju penginapan dari markas PBB terhambat. Permana berbicara dengan petugas setempat untuk meminta agar blokade dibuka. Petugas keamanan gabungan segera membuka blokade bagi delegasi Indonesia.
Pasukan Pengamanan Presiden yang mengawal Wapres Kalla merasa terbantu oleh peran Permana. Begitu juga petugas protokol Sekretariat Wakil Presiden yang mengikuti kegiatan Wapres Kalla.
"Pak Permana sangat membantu, tanpanya, mungkin kami repot masuk-keluar PBB. Semua lancar karena dia paham lika-likunya," kata Sapto Harjono Wahjoe dari Biro Protokol Sekretariat Wapres.
Jalan panjang
Kiprah Permana di markas PBB selama 13 tahun terakhir melalui jalan yang panjang. Jika tidak bertemu dengan polisi PBB pada sebuah acara internasional di Bali tahun 2002, barangkali dia tidak akan bertugas di New York. Saat itu, seorang polisi PBB menawarinya bergabung untuk bertugas di New York. "Saya masih awam, tidak tahu jalurnya lewat mana," kata Permana.
Polisi PBB itu lantas memberi tahu cara mendaftarkan diri melalui jalur daring (online). Kebetulan, setelah melihat syarat yang ditentukan, Permana dapat memenuhinya. Syarat yang dimaksud antara lain pernah bertugas di lembaga kepolisian atau militer selama lima tahun dan berumur kurang dari 32 tahun saat mendaftarkan diri.
Dua tahun setelah pertemuannya dengan polisi PBB itu, Permana mengikuti seleksi di New York pada 2004. Semua biaya seleksi dia sendiri yang menanggung. Jika tidak lolos, uang pendaftaran dan biaya akomodasinya tidak bakal kembali.
Saat itu pria berbintang Gemini ini bersaing dengan 60 orang lain dari sejumlah negara. "Saya lihat kanan kiri, tidak ada yang dari Indonesia," kata Permana.
Setelah mengikuti seleksi, Permana kembali bertugas di Polda Bali. Selama dua bulan dia menunggu kabar hingga pada suatu hari seseorang di ujung telepon menghubunginya dan menyampaikan bahwa dia berhasil lolos seleksi. Permana bersyukur, sesaat kemudian menerawang bayangan masa depan, tidak terpikir di benaknya bagaimana harus memulai bekerja di New York.
Pada awal bekerja, Permana bertugas di luar gedung, di Jalan First Avenue di depan markas PBB. Bertugas di luar gedung harus menghadapi kondisi cuaca yang kerap ekstrem baginya. Ujian pertama adalah menghadapi musim salju yang belum pernah dia alami di Tanah Air. Beberapa kali bertugas, kondisi tubuhnya menggigil kedinginan selama mengamankan arus keluar masuk orang.
Mampu bersaing
Masa berat itu dihadapinya selama empat hingga lima tahun sebelum mengikuti ujian menjadi senior officer yang bertugas mengawal Sekjen PBB. Tidak semua polisi PBB dapat lolos menjadi pengawal Sekjen PBB. Syarat yang diberlakukan lebih ketat dibandingkan dengan saat dia pertama kali mengikuti ujian. Namun, semua rintangan itu pada akhirnya dapat dilewati.
Kepada rekan-rekannya di Indonesia, Permana meyakinkan bahwa kualitas polisi atau militer Indonesia tidak kalah dari negara lain. Menurut Permana, hanya perlu polesan sedikit untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan teknologi informasi.
Sejauh ini, Permana belum melihat ada orang Indonesia menjadi polisi PBB, kecuali dirinya. Di kawasan Asia Tenggara, hanya orang Filipina yang tercatat paling banyak menjadi polisi PBB.
Dia yakin, apabila akses informasi dapat diterima lebih banyak oleh polisi atau militer Indonesia, makin banyak yang berminat menjadi polisi PBB.
Permana tidak melupakan bahwa pencapaiannya ini tidak lepas dari kerja keras ayahnya, Dewa Made Tisna Winangun, dan ibunya, RR Yayuk Sri Rahayu. Keduanya menanamkan kedisiplinan sejak kecil, yang kemudian menjadi bekalnya menghadapi tantangan hidup.
Tanpa didikan dan bimbingan mereka, Permana tidak yakin bisa berkiprah di kota berjuluk "Big Apple" itu.
ANAK AGUNG PERMANAu Lahir: Denpasar, 24 Mei 1977u Istri: Desak Putu Trisna Dewiu Anak: - Dewa Gede Alessandro Permana- Dewa Axel Airlangga Permana u Pendidikan: - SMA Negeri 1 Ampenan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat- Sekolah Polisi Negara di Kupang, Nusa Tenggara Timur (lulus 1996)u Pekerjaan: Senior Officer Polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa