Langkah Sederhana Mencinta Binatang
”Selama ini, masyarakat menganggap keberadaan anjing liar cenderung mengganggu. Berbeda sekali perlakuan terhadap kucing,” kata Desta, panggilannya, di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (4/12) siang. Bersama tiga ekor anjing kampung, Desta mengisahkan satu per satu cara mendapatkan anjing tersebut.
Dari tiga anjingnya yang dinamakan Brownies, Gembil, dan Ucil Lele, Desta menjadikan Ucil Lele sebagai inspirasi utamanya. Ucil Lele ditemukan di dekat warung rokok, tak jauh dari rumahnya. Kaki kiri depannya pincang. Didorong rasa iba, Desta membawa anjing liar itu ke rumahnya untuk dirawat.
Sejak 2009, dia menemukan banyak anjing liar di jalanan lalu membawanya untuk dirawat. Tidak peduli, apa jenis anjing itu. Tidak jarang pula dia mengeluarkan uang untuk membawa anjing-anjing liar itu. Di pinggir jalan di kawasan Bintaro, Jakarta, misalnya, dia menemukan seekor anjing jenis shih tsu (dikenal juga sebagai anjing chrysanthemum) diikat di dekat sepeda motor. Bulunya diwarnai cat merah dan hijau. Matanya belekan. Sekali lagi, Desta rela mengeluarkan kocek Rp 1 juta-Rp 2 juta dan merawatnya.
Entah bagaimana, ada saja kawan-kawannya yang akhirnya tertarik mengadopsi. Namun, jangan salah, Desta tak mudah memberikan begitu saja anjing-anjing temuannya. Bagi Desta, anjing bukan mainan, sekadar dimiliki untuk mainan anak-anak. Banyak yang ingin memiliki anjing temuannya sekadar untuk menjaga rumah dan diberikan makan seadanya.
”Bagi saya, anjing memiliki jiwa. Tidak cukup sekadar suka, tetapi harus benar-benar punya kecintaan untuk merawatnya,” kata Desta. Di laptopnya tersimpan beberapa foto anjing liar yang pernah dirawatnya.
Sumber inspirasi
Desta pun kini menjadikan anjing-anjingnya inspirasi untuk obyek gambarnya. Si Ucil Lele sering kali menjadi obyek gambarnya yang dituangkan dalam beberapa media, seperti tas kain goodie bag. Dalam salah satu karya gambar anjingnya, Desta menyertakan tulisan ”Be Your Own Rockstar in Neighborhood” dan ”Stop Using Plastic Bags”. Kemudian, ada pula tulisan pesan lainnya yang berbunyi ”Adopt, Don’t Buy” dan ”Dog is Not Food”.
Ucil Lele digambarkan sebagai super hero antikejahatan; hewan yang bisa diajak bersantai menemani tuannya untuk menikmati secangkir kopi. Dia juga menjadi inspirasi untuk mendengarkan musik dengan sebuah alat piringan hitam tempo dulu.
Bagi Desta, hewan peliharaan bisa dijadikan inspirasi oleh siapa pun dan dalam bentuk positif apa pun. Kebetulan saja, dirinya dikaruniai kemampuan menggambar. Di saat akhir-akhir ini suasana penegakan hukum di Indonesia seakan bisa dipermainkan, hewan kesayangan pun bisa dijadikan inspirasi untuk menyatakan keprihatinan akan ”matinya hukum di negeri ini”.
Kemampuan otodidak Desta dalam menggambar dimanfaatkannya untuk menebar ajakan kebaikan. Apalagi, pendidikan di bidang desain komunikasi visual yang pernah diraihnya semakin memperkuat keyakinannya untuk mengampanyekan berbagai hal, terutama menyelamatkan nasib anjing-anjing liar.
Desta memahami kurangnya pendidikan pada anak-anak untuk mengedepankan cinta, termasuk pada binatang. Mencintai sesuatu bukan hanya dari gambar, melainkan mesti diajarkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Beruntung, Desta pernah diajak bekerja sama dengan ahli anak-anak Irene Mongkar untuk menggarap 10 set buku untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Buku compact learning kids itu berisi gambar karakter da-
lam metode Glen Doman. Gambar hingga penciptaan karakter dikerjakan Desta.
Buku itu mengisahkan tiga anak dan tokoh Nik-nik. Sang tokoh Nik-nik digambarkan sebagai makhluk yang bisa berubah-ubah untuk menunjukkan kecintaan pada sebagai sesuatu, termasuk binatang. Nik-nik menjadi makhluk yang membantu untuk menjelaskan segala sesuatu. Salah satu bukunya menggambarkan tentang Little Scientist. Isinya simpel dan menjelaskan berbagai hal ilmiah untuk anak-anak, semisal fungsi baterai
”Karena buku ini terdiri dari beberapa set, Nik-nik dan tiga kawannya itu dibawa pada berbagai persoalan untuk menjawab berbagai hal dalam kehidupan ini. Bukan hanya soal binatang. Misalnya saja, ada yang mengangkat tentang adanya hujan, petir, pelangi, dan camping,” ujar Desta, yang menggarap buku itu sekitar satu tahun.
Belakangan ini, Desta semakin giat menuangkan berbagai karyanya itu pada lembaran kertas. Sampai-sampai, ada kawannya yang tertarik dan menjadikan gambarnya untuk karikatur kaus.
Desta sendiri yang pernah berkecimpung sebagai karikatur kaus merek C59 asal Bandung itu lebih memilih mencari terobosan lain. Bagi Desta, kaus membutuhkan berbagai ukuran. Potongan kaus untuk laki-laki ataupun perempuan masih perlu dibedakan. Ini memiliki permasalahan tersendiri. Karena itulah, kampa-
nyenya dilakukan melalui media tas kain.
”Simpel, tas kain bisa digunakan untuk siapa saja. Laki-laki maupun perempuan, ibu-ibu maupun bapak-bapak, bahkan anak-anak sekalipun. Yang terpenting, pesannya bisa sedikit demi sedikit tersampaikan,” kata Desta.
Pesannya bukan sekadar mengampanyekan gerakan ”sayang binatang”, melainkan sekaligus gerakan mengurangi limbah plastik dalam setiap kebiasaan belanja. ”Upaya yang saya lakukan memang kecil,” kata Desta. Dia menunjuk, penggunaan tas plastik yang mencemari lingkungan sudah sangat memprihatinkan. Limbah plastik yang terbawa arus sungai ke laut membuat lingkungan laut rusak.
Mengubah dunia dimulai dengan mengubah perilaku masyarakatnya. Ini tidak mudah karena tantangan-
nya sangat besar. Namun, langkah mengampanyekan melalui media tas kain baru menjadi langkah per-
tama. Desta tak ingin berhenti pada titik ini. Sebagai pegiat dog lover dia memandang, kecintaan pada binatang tidak bisa dipandang remeh. Banyak pengalaman yang bisa ditumbuhkan pada anak-anak untuk mencintai binatang.