Muhammad Farid Memberi Kebebasan Berekspresi di Sekolah Alam
Kerap diprotes karena motode pembelajarannya yang dianggap aneh, justru menjadi pemantik bagi Muhammad Farid (42) untuk membangun sekolah. Di sekolahnya, Farid mengizinkan orang tua membayar menggunakan sayur dan doa.
Sejak lulus dari Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo pada 2000, Farid mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan sebagai guru. Dalam mengajar, Farid selalu menerapkan metode pembalajaran siswa aktif melalui aneka permainan atau aktivitas luar dan dalam ruangan.
“Saya banyak diprotes karena kelas jadi ramai. Saat pindah sekolah, saya terapkan lagi cara itu. Tetap aja diprotes. Akhirnya saya niatkan untuk membuat sekolah dengan cara mengajar saya sendiri,” pria kelahiran, Banyuwangi 19 April 1977 tersebut.
Tahun 2005, Farid mulai merintis berdirinya SMP Alam Banyuwangi Islamic School. Sebuah sekolah dengan konsep pembelajaran yang memberi ruang bagi siswa untuk bebas berekspresi dan memilih lokasi belajar. Farid ingin anak didiknya sendiri yang merancang pembelajaran agar menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Hal itu dilakukan agar proses belajar tidak kaku. Sekolah, bagi Farid, seharusnya tidak hanya menjadi tempat transfer ilmu dari guru ke murid. Sekolah seharusnya menjadi tempat bagi murid-murid untuk mengoptimalkan talentanya.
Beruntung, Farid mendapat izin menggunakan sebuah bangunan cafe semi terbuka milik kerabatnya. Selama ini bangunan mangkrak tersebut kerap digunakan oleh orang-orang untuk mabuk-mabukan. Di tangan Farid, bangunan tersebut disulap menjadi sekolah non formal.
Pendaftaraan pun dibuka. Namun setelah beberapa bulan tak satupun pendaftar yang tertarik bersekolah di tempat Farid. Namun ia ingat niatannya untuk membangun sekolah ialah untuk pendidikan kaum duafa.
“Saya berkeliling di sekitar Kecamatan Genteng untuk mencari anak-anak duafa yang ingin bersekolah. Alhamdulillah, saya dapat 23 anak,” ujarnya berbinar.
Namun, jumlah murid tersebut hanya bertahan 3 bulan. Banyak murid memilih keluar dan ikut orang tuanya bekerja. Hanya tersisa 9 orang murid. Dengan jumlah murid yang tersisa, Farid tetap mendidik mereka.
Kesabaran dan ketekunan akan berbuah pada saatnya. Kini jumlah murid Farid terus bertambah hingga berjumlah 120 orang. Peserta didik juga beragam dari usia Sekolah Dasar hingga Mahasiswa.
Sekolah Alam yang didirikan Farid kini juga sudah menempati bangunan permanen, lengkap dengan asrama. Siswa SD, SMA dan mahasiswa belajar secara formal di luar kompleks sekolah alam. Sedangkan siswa SMP belajar di dalam kompleks sekolah alam.
Sayur dan doa
Hingga kini sekolah alam membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin bersekolah di sana. Sejak berdiri 12 tahun yang lalu semangat untuk memberikan pendidikan bagi kaum duafa masih terjaga.
Perhatian bagi duafa tampak dari cara Farid memungut uang sekolah bagi murid-muridnya. Kepada mereka yang tak mampu membayar uang sekolah, Farid menerima pembayaran berupa sayur dan hasil bumi.
“Kalaupun tidak mampu membayar dengan sayur, kami meminta anak-anak membayar dengan doa bagi keberlangsungan sekolah ini. Doa dan sayur adalah mahar bagi anak-anak untuk mendapat ilmu,” ujarnya.
Farid sengaja tidak menggratiskan pendidikan bagi anak duafa. Menurutnya, membayar kendati hanya dengan sayur ataupun dengan doa merupakan bentuk pengorbanan. Dengan membayar melalui doa atau sayur, ada keterikatan dan rasa memiliki sehingga anak-anak tidak sekedar belajar tetapi juga menghargai apa yang telah dilakukan orang tuanya.
“Kalaupun tidak mampu membayar dengan sayur, kami meminta anak-anak membayar dengan doa bagi keberlangsungan sekolah ini. Doa dan Sayur adalah mahar bagi anak-anak untuk mendapat ilmu,” ujarnya.
Sayur-sayur yang ‘dibayarkan’ oleh orang tua murid akan dikelola oleh pengurus sekolah bidang dapur. Dengan demikian, pembayaran menggunakan sayur cukup meringankan biaya operasional sekolah.
Saat ini 50 persen siswa membayar uang sekolah seperti pada umumnya dengan besaran Rp 100.000 hingga Rp 400.000 per bulan. Sedangkan 50 persen sisanya membayar menggunakan sayur dan doa.
Farid berkisah, suatu ketika keuangan sekolah menipis. Bendahara sekolah hanya menyimpan uang Rp 500.000. Padahal satu minggu lagi ia harus membayar gaji bagi 15 guru dan karyawan di Sekolah Alam.
Ayah tiga orang anak itu yakin dengan kekuatan doa. Ia lantas mengambil uang tersebut lalu memberikannya kepada dua kelompok anak yatim. Kepada mereka, Farid menitipkan doa bagi sekolah alam. Para murid juga diminta berdoa bagi kesejahteraan guru-guru mereka.
Tepat sehari sebelum pembayaran gaji, Sekolah Alam mendapat penghargaan karena konsep pendidikan yang cukup inspiratif. Dari penghargaan tersebut Farid mendapat uang pembinaan yang jumlahnya cukup untuk membayar gaji para guru dan karyawan.
Dedikasi Farid untuk Sekolah Alam memang patut diapresasi. Sejumlah penghargaan berhasil diraih. Farid ingat betul, penghargaan pertama ia peroleh dari Program Satu Indonesia Award yang diselenggarakan Astra pada tahun 2010 dengan tajuk #KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik.
Program pendidikan
Farid sudah memiliki gambaran mau jadi apa kelak murid-muridnya tersebut. Ia ingin mencetak anak-anak menjadi trainer dan motivator. Untuk itu, ia menggunakan metode belajar dengan konsep mind mapping, math fun, english fun dan lainnya.
“Anak-anak kami ajak merancang dan melakukan sendiri proses pembelajaran. Hal itu agar pelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak juga dapat mengoptimalkan talentanya,” tutur dia.
Setiap dua bulan sekali, murid-murid sekolah alam juga diminta pulang ke lingkungan atau sekolah asalnya. Di sana mereka diminta untuk mengajar atau berbagi ilmu tentang apapun yang mereka bisa.
“Anak-anak kami ajak merancang dan melakukan sendiri proses pembelajaran. Hal itu agar pelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak juga dapat mengoptimalkan talentanya,” tutur dia.
Bila berkomunikasi dengan para murid, jangan heran bila mereka menjawan dengan bahasa Inggris atau Arab. Mereka memang dituntut untuk mengusai kedua bahasa tersebut.
Sekolah Alam juga memiliki raport yang berbeda. Orang tua murid tak hanya disuguhi angka-angka di rapot tetapi juga portofolio yang dihasilakn anaknya selama 1 semester.
“Anak-anak juga kami minta mempresentasikan kemampuannya di depan orang tuanya. Setiap anak tampil 30 menit di hadapan guru dan orang tua murid. Dengan demikan orang tua benar-benar paham perkembangan anaknya,” ujar Farid.
Pola belajar ini sesuai dengan yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem. Konsep Kemerdekaan Pendidikan yang memberikan ruang para murid mengembangkan kemauan, kemampuan dan minatnya. Pelajar juga tak sekedar teks book tetapi juga dapat melalui aneka permainan.
Naila Putri Rahmadani, peserta didik Sekolah Alam merasakan manfaat cara pembelajaran tersebut. “Sekolah di sini tak hanya membuat kami pintar tetapi juga membuat kami percaya diri. Kami juga dibimbing untuk siap mau jadi pribadi yang seperti apa setelah lulus sekolah nanti,” tutur pelajar kelas VIII tersebut.
Muhammad Farid
Lahir : Banyuwangi 19 April 1977
Istri : Khoirul Resa Fitri
Anak : 3
Pendidikan :
· MI Jenisari genteng
· SMP Ibrahimy Sukorejo Situbondo
· SMA Ibrahimy Sukrejo Situbondo
· S1 Fakultas Syari\'ah Jurusan Mu\'amalah Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo (2000)
· S2 Fakultas Tarbiyah jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Ibrahimy Situbondo (2018)
Pengelaman Kerja :
· Guru di MI Nurul Huda,
· Guru SMP Merdeka
· Guru SMP Negeri 2 Kalibaru
· Guru
· Direktur TPQ Rodhothul Ridho Rogojampi
· Kepala Sekolah dan Pendiri SMP Alam