Hariyoto, Juru Pelihara Situs-situs Purbakala Se-Malang Raya
Jika ingin tahu Candi Songgoriti, tanyalah Hariyoto. Sejak kecil hingga sekarang, ia ikut merawat salah satu candi tertua di Jawa Timur itu.
Oleh
Defri Werdiono
·5 menit baca
Sejak kecil Hariyoto (56) sering ikut kakeknya merawat Candi Songgoriti di Batu, Jawa Timur. Aktivitas itu membawa dia menjadi juru kunci candi tersebut sejak sejak 1997. Satu dasawarsa kemudian, dia didapuk membawahkan 31 juru kunci belasan situs se-Malang Raya dengan setumpuk tanggung jawab.
Keseharian Hariyoto tak jauh-jauh dari situs purbakala. Sejak menjadi juru kunci Candi Songgoriti, sebagian besar waktunya ia habiskan di sebuah kantor kecil di sisi barat candi tersebut.
Candi Songgoriti adalah salah satu candi tertua di Jawa Timur itu selain Candi Badut yang ada di Desa Karang Besuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Candi Songgoriti diperkirakan dibangun pada 888 Masehi oleh Mpu Sindok dan Mpu Supo pada masa Mataram Kuno, jauh sebelum Kerajaan Singhasari dan Majapahit berdiri.
Candi berbahan batu andesit itu ditemukan pada 1799 oleh Belanda dan dipugar beberapa kali, yakni pada 1849, 1863, 1902, dan 1921-1938. Candi itu tergolong unik karena berada di atas tiga mata air dengan temperatur berbeda, yakni panas, dingin, dan campuran panas dan dingin. Tidak heran jika candi ini pernah dipertimbangkan untuk diusulkan sebagai tujuh keajaiban dunia.
"Tahun 2013 saya pernah dipanggil ke kementerian terkait di Jakarta untuk membahas rencana itu," ujar Hariyoto, Kamis (16/1/2020).
Selain bertanggung jawab menjaga dan memelihara Candi Songgoriti, Hariyoto juga bertanggung jawab mengoordinasi 31 juru kunci situs-situs purbakala yang ada di Malang Raya. Setiap tiga bulan sekali, ia rutin bertemu dengan para juru kunci itu untuk membahas pemeliharaan dan penanganan situs-situs di Malang Raya. Hariyoto juga secara rutin mengunjungi candi dan situs cagar budaya lain yang tersebar, mulai dari lereng Arjuno, Kawi, hingga Semeru.
“Kemarin saya baru dari Candi Sumberawan dan Arca Dwarapala raksasa di Singosari. Ngecek sekalian menata apa yang telah dikerjakan oleh anak-anak (juru kunci di tempat itu). Ini musim hujan, kami mesti mencegah candi tidak ditempeli lumut dan memastikan taman di pelataran candi terlihat bagus,” ujar Hariyoto yang pada 2007 pernah mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur atas dedikasinya menjadi juru pelihara situs.
Saat ini ada ada 18 situs di Malang Raya yang sudah diakui oleh pemerintah sebagai benda cagar budaya. Situs itu berupa candi, arca, atau situs petirtaan. Selain ke-18 situs yang sudah diakui keberadaannya, masih banyak situs masa lalu yang belum diakui sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah.
Setumpuk tugas
Sebagai juru kunci sekaligus koordinator juru kunci, tugas yang diemban Hariyoto tergolong banyak. Ia mesti memastikan pemeliharaan situs cagar budaya di wilayahnya, mencegah pencurian benda-benda peninggalan masa lalu, dan mengambil peran saat ada penemuan benda cagar budaya baru.
Saat ada penemuan benda cagar budaya di wilayah Malang Raya, Hariyoto menjadi orang pertama sebagai wakil Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur yang mesti datang ke lokasi penemuan. Ia bertugas memastikan apakah benda yang ditemukan termasuk kategori benda cagar budaya atau bukan. Setelah itu, barulah ekskavasi, penelitian, dan pengkajian lebih lanjut dilakukan oleh BPCB.
Maret 2019, Hariyoto datang ke salah satu kepolisian sektor di wilayah Malang pada pukul 22.30 WIB untuk urusan pengamanan Situs Sekaran yang baru ditemukan di Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Karena situs ditemukan di jalur pembangunan tol Malang-Pandaan Seksi V, ia segera bergerak meminta penghentian pembangunan tol itu.
“Saya sempat beradu argumen dengan pihak yang membangun jalan tol. Saya hanya meminta pengerjaan konstruksi tol di area situs jangan dilanjutkan dulu sebelum ada penelitian terhadap situs itu. Ini, kan, penting, peninggalan para pendahulu kita,” katanya.
Situs Sekaran akhirnya diekskavasi oleh BPCB Jawa Timur dan Balai Arkeologi Yogyakarta. Hasil ekskavasi menyatakan situs berbahan batu bata itu diperkirakan dibangun pada masa pra-Majapahit dan merupakan bangunan keagamaan.
Saat ada benda purbakala yang dicuri orang, Hariyoto harus ikut menelusuri pencurian dan berusaha menemukannya kembali. Ia, misalnya, ikut menelusuri kasus pencurian 11 benda cagar budaya di dekat Stadion Brantas, Kota Batu, pada 1998-1999. Benda cagar budaya berupa arca dan batu tulis itu akhirnya ditemukan di Bali. Pelakunya akhirnya ditangkap.
“Untungnya setelah itu sudah tidak ada lagi kasus pencurian. Benda-benda yang masih tercecer kemudian dibawa dan dikumpulkan di Trowulan,” kata Hariyoto.
Sebelum diangkat menjadi pegawai BPCB, Hariyoto merawat candi secara cuma-cuma. Ketika telah menjadi pegawai pun, ia kadang mesti merogoh kocek sendiri untuk menalangi biaya perawatan area seputar candi. Hal itu dilakukan karena dana pemeliharaan candi kadang datang belakangan.
“Mengurus peninggalan sejarah tidak boleh ijir (perhitungan-Jawa). Saat punya rezeki, tidak apa-apa disisihkan untuk merawat situs. Jadi tidak boleh mengeluh saat bertugas karena yang diurusi adalah tinggalan leluhur," ucapnya.
Hariyoto mengaku sudah cukup senang ketika masyarakat mengapresiasi peninggalan masa lalu. Perasaannya membuncah saat melihat pengunjung mulai anak TK hingga mahasiswa datang ke situs-situs yang ia rawat untuk mempelajari sejarah.
Ia menambahkan, pengunjung yang datang ke situs-situs masa lalu di Malang Raya, terutama Songgoriti, tidak hanya pelajar dan warga biasa. Sejumlah raja dari kesultanan di Nusantara dan 10 raja dari sejumlah negara, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, juga pernah menginjakkan kaki di pelataran Songgoriti.