Isobet Jefry Slamta Pendulang ”Emas Biru” di Laut Maluku
Lebih dari 10 tahun, Isobet Jefry Slamta bergelut dengan ikan dan keramba jaring apung.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·5 menit baca
Isobet membantu ribuan nelayan di Maluku dan Maluku Utara membuat keramba, mengadakan benih, hingga menjembatani ekspor ke Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan. Bagi Jefry, kekayaan potensi laut Maluku bak ”emas biru” yang menanti untuk didulang.
Potongan ikan kecil yang dilepas Jefry baru menyentuh kulit air, ratusan ekor ikan kue dalam keramba jaring apung itu langsung berebut, saling tabrak, lalu menyambarnya. Senin (3/2/2020) pagi, ikan tampak kelaparan. Setiap genggam pakan yang dilempar Jefry ludes disantap ikan dalam tempo tak lebih dari lima detik.
Keramba apung yang ia bangun 10 tahun silam di Teluk Ambon, Kota Ambon, Maluku, itu kini menampung lebih dari 2.000 ekor ikan campuran. Ada ikan kue, kerapu cantang, dan ikan kelas premium kerapu bebek yang juga disebut kerapu tikus. Keramba itu kini seperti mesin anjungan tunai mandiri. Ikan-ikan bisa dijual kapan saja. Nilainya hingga ratusan juta rupiah.
Ide membangun keramba berawal dari sebuah tayangan di televisi yang mengisahkan seorang warga Australia berhasil membuat pulau terapung dari plastik. Tayangan itu ditonton Jefry awal 2009. Tanpa menunggu lama, ia pergi ke toko membeli buku panduan membuat keramba dan budidaya ikan. Satu minggu kemudian, ia mulai bergerak.
Setelah pulang kerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Komando Daerah Militer XVI/Pattimura Ambon, Jefry memulung botol bekas di jalanan, pasar, tempat pembuangan sampah, dan pesisir pantai. Selama empat bulan, ia mengumpulkan sekitar 32.000 botol bekas lalu dirancang menjadi 22 pelampung. Pelampung merupakan komponen utama keramba jaring apung.
Ia lalu meminjam uang Rp 15 juta ke bank untuk pengadaan jaring, benih, serta pakan. ”Waktu itu istri saya tidak mau dengan alasan saya tidak punya pengalaman. Dan betul, memang saya tidak punya pengalaman di bidang perikanan. Saya belajar otodidak dan sedikit modal nekat. Tahun 2013 saya panen perdana dapat Rp 90 juta. Uang itu untuk modal anak saya kuliah kedokteran,” ujarnya.
Cerita sukses Jefry mengolah bekas menjadi pelampung keramba jaringan apung tersiar ke mana-mana. Banyak orang datang dan ingin belajar darinya. Di luar jam kantor, ia mendatangi sejumlah wilayah pesisir untuk melatih pembuatan keramba dan proses pemeliharaan ikan. Hampir semua nelayan Maluku adalah nelayan tangkap yang lebih sering di darat pada saat musim gelombang tinggi. Keramba bisa menjadi solusi.
Kotak keramba yang dirancang berukuran panjang 3 meter, lebar 3 meter, dan panjang jaring ke dalam air juga 3 meter. Satu paket keramba biasanya terdiri atas empat kotak untuk menampung ikan berdasarkan ukuran. Kotak pertama untuk ikan dengan panjang 5 sentimeter hingga kotak terakhir yang menampung ikan siap jual dengan ukuran di atas 25 sentimeter. Satu kotak bisa menampung hingga 500 ekor ikan.
Pasar ekspor
Jefry menjadi salah satu suksesor program pemberdayaan ekonomi masyarakat di Maluku dan Maluku Utara yang dilakukan Kodam Pattimura semasa dipimpin oleh Mayor Jenderal Doni Monardo. Program pemberdayaan mulai 2015 itu terkait pemanfaatan potensi laut yang dinamakan Emas Biru dan pengelolaan tanaman yang disebut Emas Hijau. Program itu awalnya bertujuan untuk mendamaikan desa-desa yang terlibat konflik sosial.
Seiring waktu, semakin banyak tempat di Provinsi Maluku dan Maluku Utara yang didatangi Jefry untuk mengajarkan tentang budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Selain Kota Ambon, daerah binaannya meliputi banyak desa di Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Halmahera, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Sula, Pulau Bacan, Pulau-pulau Lease, Pulau Manipa, dan pulau-pulau di selatan Maluku yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste.
Dalam hitungannya, sekitar 80 kelompok budidaya telah dibantu. Tak berhenti di situ. Jefry juga ikut mencari pasar. Ia terhubung dengan pengusaha asal Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan. Setelah mendata jumlah dan kondisi ikan di keramba, ia meminta pembeli untuk datang dan mengambil langsung dari keramba. Pembeli biasanya membeli ikan hidup untuk dipasarkan kembali. Ikan yang dibeli adalah kerapu tikus yang sudah bisa dijual setelah 2-3 tahun dipelihara.
Sejak 2013, mereka telah mengekspor ikan kerapu beberapa kali. Tahun 2013 sebanyak 20 ton, 2016 sebanyak 10 ton, dan 2019 sebanyak 15 ton. Jika ditotal, mereka sudah mengekspor 45 ton ikan kerapu. Dengan harga per kilogram Rp 350.000, nilai ekspor ikan budidaya mencapai Rp 15,7 miliar. ”Mereka yang selama ini sulit jual ikan jadi terharu karena bisa pegang uang banyak,” katanya.
Bertemu Presiden
Kesuksesan Jefry mendampingi nelayan lokal hingga terhubung dengan pasar dunia membuat dirinya terpilih menghadiri acara pameran TNI pada tahun 2017. Saat itu, ia mendapat kesempatan berdialog dengan Presiden Joko Widodo yang singgah di gerai pameran Kodam Pattimura. ”Bapak Presiden tanya seputar potensi perikanan budidaya. Saya bilang, ikan ini seperti emas yang ada di laut biru,” tutur Jefry.
Dalam kunjungan ke Ambon, Jokowi selalu disuguhi lauk ikan. Jokowi juga pernah mendatangi keramba jaring apung di Teluk Ambon untuk melihat potensi perikanan serta usaha masyarakat memanfaatkan potensi itu. Betapa perikanan budidaya sangat menjanjikan jika dikerjakan dengan serius. Sayang, masih terlalu sedikit masyarakat yang menggelutinya. Barangkali mereka belum tahu rupiah yang ada di baliknya.
Sebagai contoh, dengan memiliki hanya 10 kotak keramba berisi ikan kue, penghasilan bersih yang diperoleh dalam satu bulan bisa Rp 12,5 juta atau Rp 62,5 juta tiap tahun. Harga ikan kue Rp 70.000 per kilogram. Bagi Jefry, mengelola perikanan seperti mendulang emas dari laut biru sebagaimana ia sampaikan kepada Presiden Jokowi.
Isobet Jefry Slamta
Lahir: Ternate, 23 September 1973
Istri: Nilda Wasniati (47)
Anak: Julius Slamta (22), Michael Slamta (12), dan Adriano Slamta (10)