Abdul Quddus Ali Mengejar ”Upah Sosial” lewat Kegiatan Literasi
Abdul Quddus Ali keluar masuk dusun-dusun di Kecamatan Sembalun di kaki Gunung Rinjani, NTB, dengan motor sambil membawa aneka buku. Ia ingin anak-anak di dusun pun mendapat akses bacaan.
Oleh
Khaerul Anwar
·5 menit baca
Abdul Quddus Ali (43), ibarat ”pemborong” aktivitas sosial. Betapa tidak, di sela-sela pekerjaannya sebagai petani, ia aktif sebagai anggota Tim Siaga Bencana Desa dan pegiat literasi. Ia meluangkan waktu untuk keliling pelosok dusun membawa bahan bacaan bagi anak-anak dan membantu mendirikan rumah baca di sejumlah dusun di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
”Ide memiliki rumah baca dan aktivitas literasi sudah lama saya simpan. Padahal, adanya rumah baca menjadi tempat belajar, mendapatkan informasi, dan mengenalkan masalah yang langsung dialami masyarakat dan anak-anak, yaitu banjir bandang dan tanah longsor yang kerap melanda daerah kami,” ujar Quddus, warga Dusun Lebak Lauq, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, berjarak 99 kilometer timur Mataram. ibu kota NTB, Jumat (20/3/2020).
Tanah longsor dan banjir nyaris saban tahun melanda desa-desa di Kecamatan Sembalun di kaki Gunung Rinjani (3.726 meter di atas permukaan laut) itu. Banjir dan tanah longsor terbesar terjadi tahun 2006 yang menimbulkan kerugian harta-benda, rumah rata tanah, dan dua warga meninggal. ”Yang ingin saya sampaikan kepada masyarakat adalah antara manusia dan alam memiliki hubungan timbal balik yang harus dijaga. Kalau tidak dijaga, kan, masyarakat sudah merasakan dampaknya. Lagi pula bencana alam juga berdampak secara sosial seperti terhentinya aktivitas pendidikan,” ujarnya.
Niat Quddus untuk mendirikan rumah baru terwujud 25 September 2014 menyusul berdirinya Rumah Baca Sembalun di Dusun Barat Desa, Desa Sembalun. Rumah baca itu pembangunannya dilakukan oleh Ngee Ann Polytechnic Singapara. Beberapa komunitas dan mahasiwa asal Yogyakarta dan Solo, yang melakukan praktik kerja lapangan, turut menyumbang bahan bacaan dan mengajar cara membaca yang baik bagi anak-anak. Bahkan, wisatawan asing dari Eropa, Korea, Jepang, dan Amerika Latin menyinggahi rumah baca untuk menyumbang kosakata dalam percakapan sehari-hari.
Karena Rumah Baca Sembalun menunjukkan perkembangan baik yang ditandai kunjungan lebih dari 20 orang (anak-anak dan dewasa) tiap hari, Quddus membangun Rumah Baca Al Amanah tahun 2017. Koleksi buku, buku tulis, buku gambar, pensil berwarna dan pulpen umumnya dibeli dengan uang pribadi dari penghasilannya sebagai petani bawang putih dan cabai yang ditanam di sawah seluas 0,25 hektar.
Rumah bacanya kemudian menjadi arena membaca buku bagi anak-anak PAUD dan SD seusai jam belajar di sekolah. Buku yang tersedia antara lain cerita rakyat, dongeng, kisah nabi dan rasul, dan cerita keagamaan lainnya. Ketika membaca buku cerita yang seru, kadang anak-anak terbawa emosi. ”Rasakan kamu,” begitu komentar Rizki (9 tahun) di sela-sela membaca kisah Namrud bin Kana’an, raja tiran dan zolim di Babilonia pada zaman Nabi Ibrahim AS. Sang raja, yang mengaku sebagai tuhan, mati mendapat azab 400 tahun karena kepalanya digigit nyamuk.
Tidak cuma membaca, Quddus juga menerapkan sistem bermain sambil belajar di rumah bacanya. Anak-anak diajak bermain sambil mengasah keterampilan dan kemampuannya membaca buku. Caranya, anak-anak diajak bermain bola di lapangan setelah membaca buku. Karena lebih mudah belajar pada benda nyata, ia membawa anak-anak ke tempat terbuka seperti pinggir hutan, sawah, lereng bukit, sumber mata air, menyaksikan hewan dan satwa.
Kemudian ia minta anak-anak untuk menulis dan mempresentasikan hasil pantauannya. Lewat belajar di alam itu, Quddus menguji persepsi anak-anak perihal interaksi manusia, makhluk hidup, dan lingkungan hidup yang notabene persoalan yang dihadapi Kecamatan Sembalun. Hasilnya, anak-anak menyimpulkan, ”Salah satu penyebab bencana alam adalah manusia yang merusak hutan,” ujar Quddus mengutip kesimpulan seorang anak tentang bencana banjir dan tanah longsor Desa Sembalun Lawang tahun 2006.
Jemput bola
Tidak puas dengan capaian yang didapat, Quddus pun mewujudkan gagasan lainnya, yaitu membuat perpustakaan keliling. Dengan uangnya sendiri, ia membuat kotak berbahan aluminium yang djadikan wadah buku. Kotak berisi buku itu diletakkan di sadel belakang sepeda motornya dan dibawa keliling dusun dan desa. Jam kerjanya pukul 15.00-18.00 Wita atau setelah ia beraktivitas di sawah. Sasarannya adalah tempat anak-anak bisa berkumpul.
Lokasi yang ia datangi umumnya berada di perbukitan kawasan Gunung Rinjani. Jalan yang ia lalui terjal dan di kiri-kanannya terdapat jurang. Jalan menuju Dusun Batu Jong, Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, misalnya, lebarnya hanya 1,5 meter yang bagian tepinya dilapisi pese (campuran pasir dan semen) yang menyatu dengan tanah lumpur. Jalan seperti itu sangat berbahaya bagi pengendara di musim kemarau ataupun musim hujan.
”Kalau tidak mau nyemplung ke dasar jurang, terutama di musim hujan, harus pandai-pandai pilih jalan agar roda sepeda motor tidak selip,” tutur Quddus yang pada musim hujan tahun ini disiram hujan dalam perjalananan pulang. Akibatnya sekitar 1.000 eksemplar buku bacaan koleksinya basah dan robek. Terpaksa ia menjualnya secara kiloan.
Tetapi, medan berat yang dilaluinya justru memacu semangatnya membawakan bahan bacaan bagi anak-anak yang menunggu kedatangannya di dusun tujuan. ”Belum sempat standar motor, anak-anak menyerbu box, memilih bahan bacaan,” ucapnya.
Anak-anak bisa meminjam buku selama seminggu atau membacanya di tempat. Dengan sabar Quddus menunggu mereka selesai membaca baru bisa pergi ke tempat lain. ”Itu (menunggu anak-anak usai membaca) sudah biasa, saya melakukannya dengan senang hati. Karena kerja inisosial, imbalannya pun ’upah sosial’, di sini adanya,” kata Quddus meletakkan telapak tangan kanan di dadanya.
Quddus memutuskan menjadi pegiat literasi setelah mengalami ’perang batin’, keragu-raguan dan bayang-bayang cemoohan dari banyak orang. Itu terbukti di awal aktivitasnya, ia disangka penjual bakso atau pedagang buku oleh anak-anak saat mangkal di suatu tempat. Namun sangkaan itu hilang karena Quddus berandil besar mendirikan rumah baca antara lain di dua dusun Desa Sajang.
Rumah bacanya pun nyaris tidak pernah sepi oleh anak-anak PAUD dan SD yang datang tiap hari selain untuk membaca, juga melaksanakan tugas sebagai sukarelawan kebersihan. Mereka mengumpulkan dan memilah sampah plastik yang bertebaran di kampung. Quddus akan terus menggeluti dunia literasi. ”Saya masih ingin terus mendulang upah sosial sebanyak-banyaknya,” kata Quddus.
Abdul Quddus Ali
Lahir: Lombok Timur, 12 April 1977
Istri: Airisnawati (37)
Anak: 3
Pendidikan:
SDN 2 Sembalun Lawang (tamat 1990)
SMPN 4 Aikmel, Lombok Timur (1993)
MAN 1 Selong, Ibu Kota Lombok Timur (1996)
Jurusan Tarbiyah Institut Agama Islam ‘NW’ Pancor, Lombok Timur (2006)