Yudhy Ervin dan Iwan Diah, Kawan Otomotif Jaga Bumi
Inisiatif untuk menjaga bumi kadang muncul dari perasaan bersalah karena kita pernah ikut mengotori bumi.
Oleh
Budi Suwarna
·4 menit baca
Inisiatif untuk menjaga bumi kadang muncul dari perasaan bersalah karena kita pernah ikut mengotori bumi. Itulah yang mendorong Yudhy Ervin Tiara dan Iwan Diah bersama kawan-kawannya di Mercedes-Benz Tiger Club membuat gerakan Berani Jaga Bumi.
Tahun 1990, Yudhy (54)—yang 12 tahun tinggal di Jerman—memutuskan pulang ke Indonesia. Betapa kagetnya ketika ia melihat banyak orang membuang sampah ke dalam sungai. Di Jerman, pemandangan seperti itu mustahil bisa ditemukan karena sejak tahun 1980-an masyarakat Jerman terbiasa mengelola sampah dengan baik.
”Di Indonesia ada kampanye buanglah sampah pada tempatnya, tetapi tidak diberi tahu tempat yang benar itu di mana,” ujar Yudhy di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Keprihatinannya berlanjut ketika ia mengikuti acara jelajah (touring) dan kumpul-kumpul keluarga Mercedes-Benz Tiger Club (MTC) di banyak desa. Setiap jelajah MTC, lanjut Yudhy, setidaknya diikuti 15 mobil dengan jumlah penumpang per mobil tiga orang. Selama acara kumpul-kumpul mereka memproduksi sampah dan ketika pulang meninggalkannya di desa.
Ada yang berpikir nanti juga sampahnya diurus oleh warga desa. Saya pikir ini tidak benar dan harus diakhiri. (Yudhy Ervin Tiara)
”Ada yang berpikir nanti juga sampahnya diurus oleh warga desa. Saya pikir ini tidak benar dan harus diakhiri,” cerita Yudhy yang juga anggota MTC.
Isu soal sampah ini kemudian ia sampaikan kepada Iwan Diah (53), pendiri dan ketua pertama MTC. Isu ini kemudian dibicarakan di kalangan pengurus dan anggota. Hasilnya, MTC mewajibkan semua anggota untuk membawa tempat sampah sendiri setiap menggelar jelajah. Selesai jelajah, mereka harus mengangkut semua sampah yang dihasilkan. Tidak boleh ada sepotong sampah pun yang ditinggalkan di lokasi acara.
”Mulai 1999, kami sudah memiliki SOP ketika membuat acara. Salah satunya mengatur pengolahan sampah. Sekarang mengolah sampah sudah menjadi kebiasaan kami,” ujar Iwan.
Belakangan, MTC menularkan kebiasaan mengolah sampah dengan benar kepada pihak luar MTC, terutama sekolah-sekolah, setiap kali mengadakan jelajah. Materi yang diajarkan, di antaranya bagaimana memilah sampah dan mengolah sampah yang masih bisa dimanfaatkan kembali.
”Kami membuat pelatihan mengolah sampah sampai ke perbatasan Timor Leste. Pernah juga mengajarkan keterampilan mengolah sampah di LP wanita,” ujar Iwan.
Selama berkeliling daerah, mereka juga menyerap kearifan lokal di banyak daerah dalam menangani sampah. ”Kami melihat di sebuah desa di Ungaran, Jawa Tengah, warga malu kalau melihat ada sampah berserakan. Saya pikir, bagaimana caranya agar rasa malu itu juga tumbuh di hati setiap orang,” ujar Yudhy.
Dari situ, anggota MTC semakin intens terlibat dalam gerakan mengolah sampah, terutama mengurangi produksi sampah plastik. Mereka menggelar kampanye lewat diskusi, gelar wicara (talkshow), dan pertemuan langsung dengan warga. ”Momentumnya terjadi saat banjir melanda Jakarta pada awal 2000-an. Kami lihat penyebabnya adalah banyaknya sampah,” kata Iwan yang lama bekerja di bidang perhotelan.
Sejak saat itu, MTC semakin militan mempersoalkan pengolahan sampah. Mereka mendorong pemerintah daerah untuk segera membuat peraturan tentang pemilahan sampah dari hulu hingga hilir. Mereka melihat selama ini warga sudah mulai sadar untuk memilah sampah. Akan tetapi, begitu diangkut ke tempat pembuangan akhir, sampah yang telah dipilah dicampur lagi.
Yudhy dan Iwan kemudian berpikir untuk melembagakan gerakan mereka dengan nama Berani Jaga Bumi pada 2015. Sengaja diberi nama seperti itu untuk menantang setiap orang untuk terlibat sekecil apa pun dalam menjaga Bumi. Gerakan itu dijadikan yayasan pada awal 2020.
Musim pandemi
Iwan menjelaskan, selain soal sampah, Berani Jaga Bumi juga masuk ke persoalan-persoalan sosial, kemanusiaan, dan kesehatan. Karena itu, ketika wabah Covid-19 melanda Indonesia dan menimbulkan dampak sosial-ekonomi yang luas, para anggotanya segera terjun sebagai sukarelawan.
Pertengahan April lalu, Iwan dan Yudhy mendampingi sekitar 10 sukarelawan Berani Jaga Bumi yang sibuk mengemas bantuan paket sembako di gudang Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK). Berani Jaga Bumi menjadi mitra DKK untuk menyalurkan paket bantuan sembako dari pembaca harian Kompas untuk warga yang membutuhkan di wilayah Tangerang Raya, Bogor, dan Depok.
Tidak sekadar mendampingi, Iwan dan Yudhy juga ikut menurunkan bahan-bahan kebutuhan pokok dari truk ke gudang untuk dikemas. Esoknya, paket-paket itu disalurkan ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
”Kami bersyukur bisa terlibat sebagai sukarelawan dalam penyaluran bantuan sembako ini,” kata Iwan. Selain dengan DKK, Berani Jaga Bumi juga bekerja sama dengan sebuah yayasan baitul mal sebuah perusahaan untuk menyalurkan paket kebutuhan pokok kepada warga terdampak pandemi.
Untuk keperluan penyaluran paket kebutuhan pokok, Berani Jaga Bumi membuka pendaftaran sukarelawan. ”Yang mendaftar sudah 400 orang lebih. Semuanya siap digerakkan dan militan,” ucapnya.
Iwan menambahkan, seluruh anggota Berani Jaga Bumi =ingin terlibat aktif, terutama dalam urusan kemanusiaan. ”Mungkin mereka bosan kalau mengurus klub mobil terus, ha-ha-ha,” ujarnya.
Yudhy Ervin Tiara
Lahir: Jakarta, 25 Desember 1965
Pendidikan: Diploma dari Artz Kunst Schule Berlin Fotografie
Pekerjaan: Fotografer
Organisasi:
Pendiri Berani Jaga Bumi Foundation
Anggota MTC
Iwan Diah
Lahir: Singapura, 17 April 1967
Pendidikan: Hotel Management School Les Roches Crans Montana, Swiss