I Nyoman Sridana, Menyembuhkan dari Kebun
Bagi I Nyoman Sridana (49), tanah Bali menyimpan kekayaan berlimpah yang bermanfaat bagi hidup manusia. Sridana sudah memanfaatkan hampir 70 jenis tanaman yang dipercaya berkhasiat untuk pengobatan.
Bagi I Nyoman Sridana (49), tanah di Bali menyimpan kekayaan berlimpah yang bermanfaat bagi hidup manusia. Dari hamparan pertiwi di Pulau Bali, Sridana sudah memanfaatkan hampir 70 jenis tanaman yang diyakini berkhasiat untuk pengobatan.
Dengan mengolah beraneka macam tanaman, termasuk akarnya, Sridana menghasilkan sekitar 30 macam obat tradisional dan ramuan herbal, yang juga bermanfaat untuk menjaga imunitas tubuh. Obat dan ramuan itu ia racik berdasarkan pengalamannya membaca literatur pengobatan lokal Bali, di antaranya Usada Taru Pramana, dan juga menelusuri kajian ilmiah ataupun hasil penelitian yang berkaitan dengan tanaman bahan baku obat.
”Cara itu saya terapkan dalam membuat obat-obatan ataupun ramuan herbal ini,” kata Sridana, pendiri UD Vision Bali Herbal Indonesia, ketika ditemui di rumahnya di kawasan Renon, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, Rabu (11/3/2020). ”Jadi, setiap ramuan ada kajian empiris dan kajian ilmiahnya,” ujar Sridana menambahkan.
Sebagai putra dari seorang penggarap kebun dan sawah milik seorang jro balian (penyembuh tradisional Bali) yang ternama di wilayah Kintamani, Kabupaten Bangli, Sridana sedari kecil mengikuti ayahnya, I Wayan Waneng, mencari dan mengumpulkan beraneka tanaman yang menjadi bahan obat tradisional. Dia mendapat pengalaman langsung dengan mengikuti ayahnya itu mengumpulkan beraneka macam tanaman yang akan digunakan jro balian untuk mengobati penyakit.
”Saya sering diajak ayah saya untuk mencari tanaman yang dibutuhkan jro balian,” ujar Sridana mengenang masa kecilnya di Bangli. ”Bahan obat tradisional sungguh berlimpah. Bali benar-benar kaya karena tanaman yang berkhasiat itu tumbuh di mana-mana,” katanya.
Pengalaman masa kecilnya itu terekam di ingatan Sridana meskipun ia kemudian memilih lebih banyak berkecimpung di bidang pariwisata. Setelah tamat dari SMA Pariwisata di Bangli tahun 1987, Sridana kemudian merantau ke Denpasar untuk melanjutkan pendidikan kepariwisataan di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia Handayani, Denpasar. Pria ini bekerja sebagai pemandu wisata berbahasa Inggris dan Spanyol.
Sridana kemudian merintis usaha jasa pariwisata dan juga bisnis ekspor barang hasil kerajinan Bali tahun 2002. Sebagai pengusaha yang memiliki bisnis ekspor, Sridana berkesempatan pergi ke sejumlah negara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Brasil, Argentina, Spanyol, India, dan bahkan Iran, baik untuk tujuan bisnis maupun mengikuti pameran dagang. Selama berada di negara-negara tersebut, Sridana memperhatikan bahwa warga di negara itu juga memanfaatkan tanaman lokal sebagai bahan obat tradisional.
Namun, pada 2002 itu terjadi peristiwa bom Bali. Peristiwa itu berdampak terhadap usaha yang dibangun Sridana. Tidak banyak wisatawan datang ke Bali dan usaha ekspornya juga terganggu. ”Karena bisnis di pariwisata saat itu menurun, saya kembali fokus ke tanaman,” kata pria yang juga menekuni dunia spiritual itu.
Sambil tetap menjalankan usahanya di sektor pariwisata, Sridana mengunjungi India bersama kelompoknya untuk mengikuti ritual ziarah Kumbha Mela di Haridwar sekitar 2007. Dalam perjalanan mereka di India itu, rombongan Sridana mengalami insiden. Seorang temannya mengalami kecelakaan. ”Di tengah perjalanan itu, kami kesulitan menemukan dokter,” kata Sridana.
Mereka lalu mendapatkan saran dari warga setempat agar mencari pengobat tradisional yang mempraktikkan metode pengobatan Ayurweda. Pengobat holistik yang mereka temui itu menyarankan Sridana dan teman-temannya agar berendam di Sungai Gangga. ”Setelah selesai berendam di Sungai Gangga, bangun-bangun kami merasa segar. Bahkan, teman yang mengalami kecelakaan itu tidak merasakan lagi sakitnya,” ungkap suami dari Ni Nyoman Srinten dan ayah dari tiga anak itu.
Meditasi
Rombongan itu pun melanjutkan perjalanan ke sejumlah mandir (kuil Hindu) di Rishikesh, India utara. Selain mengunjungi tempat suci di kawasan Rishikesh, Sridana juga mengikuti meditasi di Asram Sivananda. Ketika sedang bermeditasi itu, ia mengaku mendengar bisikan dari dalam hati yang menyebutkan bahwa Bali tidak kekurangan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat.
Sridana menyatakan, suara yang didengarnya saat bermeditasi itu terus menggema di pikirannya. Dalam kunjungannya di Asram Prasanthi Nilayam di Puttaparthi, ia masih memikirkan kekayaan tanaman di Bali yang dapat dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional.
Bahkan, setelah kembali di Bali, Sridana masih memikirkan pengalamannya di India itu. Tepat ketika itu, Universitas Hindu Indonesia (Unhi) di Denpasar membuka Program Studi Kesehatan Ayurweda di Fakultas Kesehatan. Sridana pun merasa tertarik. ”Saya menyuruh karyawan saya untuk datang ke Unhi dan mengambil brosur informasi tentang kesehatan Ayurweda itu. Entah kenapa, karyawan saya itu malah mendaftarkan saya, bahkan dia yang membayar biaya pendaftarannya,” katanya.
Sambil kuliah di Unhi, Sridana membangun usaha produksi obat-obatan dan ramuan herbal, yakni UD Vision Bali Herbal Indonesia. Melalui perusahaan barunya itu, ia mengenalkan kekayaan tanah Bali, yakni bermacam jenis tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Sridana menyatakan, terdapat sekitar 160 jenis tanaman yang disebutkan dalam lontar Usada Taru Pramana itu.
”Ketika masih kuliah, saya sudah membuat ramuan obat atau jamu untuk teman-teman di kampus. Asuratik ini adalah jamu pertama yang saya buat ketika masih kuliah,” ujar Sridana yang juga aktif di organisasi Gotra Pengusada Taru Pramana dan secara berkala menggelar kegiatan sosial pengobatan tradisional Bali melalui Sekeha Demen Solusi Hidup Sehat.
Asuratik adalah ramuan herbal yang berbahan baku, antara lain, daun kecibeling, daun kumis kucing, jahe putih, kunyit putih, dan gula tebu. Jamu yang juga diperkaya tempuyung, gandarusa, dan tapak liman itu disebut bermanfaat untuk memulihkan kesehatan, melancarkan peredaran darah, dan melonggarkan pembuluh darah serta menstabilkan tensi darah.
Ramuan herbal itu diperoleh dari naskah lontar tentang aneka tanaman obat dan pengalamannya di masa kecil serta pengetahuan dari para jro balian di Bali. Sridana juga mencontohkan sebuah geguritan (tembang) berjudul ”Sugita Sebudi” yang bercerita tentang jenis tanaman dan manfaatnya.
”Disebutkan ada tanaman I Piduh yang menceritakan dirinya bermanfaat untuk kehidupan manusia, dapat menjadi obat luka atau muntah darah,” kata Sridana mengutip isi tembang itu. Piduh atau pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman yang mudah ditemui di pematang sawah atau di kebun. ”Jikalau I Piduh ditambah dengan I Meniran, ramuan ini akan membantu kerja ginjal, jantung, dan paru-paru,” ujarnya
Sridana juga membandingkan tanaman obat, yang disebut dalam lontar Usada Taru Pramana, dan dari pengalamannya berinteraksi dengan penyembuh tradisional, dengan penelusurannya terhadap kajian ilmiah dan hasil penelitian tentang khasiat tanaman tersebut. Ternyata pengetahuan tradisional dari naskah lontar dan pengetahuan para penyembuh tradisional itu sejalan dengan hasil penelitian ataupun kajian secara ilmiah.
Sambil menjalankan usahanya itu, Sridana juga melayani konsultasi dan terapi kesehatan di rumahnya di kawasan Renon, Kota Denpasar. Menurut dia, pengobatan tradisional juga mencakup kesembuhan mental dan spiritual, selain kesembuhan fisik. ”Dalam beberapa kasus, ada pasien yang tidak perlu diberikan obat, tetapi dapat disembuhkan dengan hanya bergerak, yakni dengan yoga, atau dengan semadi, sembahyang, dan berserah diri,” katanya.
Sridana lulus dengan predikat sangat memuaskan (cum laude) pada 2012. Ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang strata dua (S-2) Program Ilmu Agama dan Kebudayaan Pascasarjana Unhi dan lulus pada 2016.
Kini, Sridana sedang menyelesaikan tesis untuk S-3 Pascasarjana Unhi. Sridana meneliti dan menyusun kajian ilmiah tentang ramuan usada Bali untuk mengatasi penurunan daya ingat. Apabila sukses menyelesaikan program doktornya tersebut, Sridana akan menjadi sosok yang terbilang unik, yakni seorang doktor balian (penyembuh tradisional).
”Indonesia ini kaya dengan keanekaragaman hayati,” katanya. ”Kalangan tradisional di Indonesia juga masih memanfaatkan aneka tanaman, termasuk rempah-rempah, sebagai bumbu masak atau bahan ramuan perawatan diri,” ujar Sridana.
Biodata
Nama : I Nyoman Sridana
Tempat dan tanggal lahir : Bangli, 31 Desember 1970
Istri : Ni Nyoman Srinten
Anak :
- Putu Agus Sriarja
- Kadek Agus Srinata
- Ketut Agus Sriyoga
Orangtua :
I Wayan Waneng (almarhum)
Ni Ketut Regeg (almarhum)
Pendidikan terakhir : Pascasarjana S-2 Unhi, Denpasar (lulus 2016)