Bambang Karyanto sudah menyemai beraneka macam bibit tanaman buah dan tanaman kayu di pekarangan rumahnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bibit tanaman itu selanjutnya dibagi-bagikan secara gratis untuk penghijauan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Tekad dan semangat Bambang Karyanto (64) untuk menjaga lingkungan tak pernah surut kendati sudah masuk lanjut usia. Sejak beberapa tahun lalu, ia sibuk menyemai beraneka macam bibit tanaman buah dan tanaman kayu di pekarangan rumah. Bibit tanaman itu dibagi-bagikan secara gratis untuk penghijauan.
Pekarangan rumah Bambang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dipenuhi berbagai bibit tanaman. Di pekarangan berukuran 5 meter x 7 meter itu terdapat bibit tanaman buah, di antaranya mangga kuweni (Mangifera odorata), kasturi (Mangifera casturi), hambawang atau bacang (Mangifera foetida), kapul atau tampui (Baccaurea macrocarpa), matoa, durian, kelengkeng, rambutan, langsat, nangka madu, sirsak madu, jambu kristal, dan limau kuit. Terdapat pula bibit tanaman kayu, seperti ulin, akasia, angsana, trembesi, dan pulai.
Semua bibit itu ditanam di polybag dan hanya diberi pupuk organik, yakni dari kotoran kambing dan kotoran ayam. ”Saat ini ada sekitar 500 bibit tanaman di pekarangan rumah saya. Semuanya disiapkan untuk penghijauan dan akan dibagi-bagikan secara gratis,” katanya saat ditemui di Banjarmasin, Jumat (11/2/2022).
Bambang dengan senang hati membagikan bibit tanaman jika ada yang ingin menanam pohon untuk menghijaukan pekarangan rumah, lingkungan sekolah, perkantoran, ruang terbuka hijau, ataupun lahan-lahan kritis. Pada Oktober 2021, misalnya, sebanyak 1.000 bibit tanaman buah dan tanaman kayu dibagikannya untuk penghijauan di lokasi calon ibu kota negara di Kalimantan Timur.
”Kalau ada permintaan, saya akan siapkan bibit tanaman. Saya tidak minta bayaran, cuma minta bibitnya ditanam dan dirawat dengan baik,” ujar bapak dari 10 anak dan kakek dari 14 cucu itu.
Bibit tanaman dari pekarangan rumah Bambang sudah menyebar ke sejumlah daerah di Kalsel, bahkan hingga ke luar Kalsel. Ia pun tidak lagi ingat persis berapa banyak bibit tanaman yang sudah dibagi-bagikannya. ”Kira-kira ada 3.000 sampai 3.500 bibit tanaman yang sudah saya bagikan. Itu tidak termasuk bibit yang dibagikan waktu manten anak,” ucapnya.
Dua tahun lalu, Bambang menikahkan dua putrinya, anak ketujuh dan kedelapan. Ia membagikan bibit tanaman sebagai suvenir tamu yang hadir di acara resepsi pernikahan. ”Masing-masing 1.000 bibit tanaman untuk suvenir anak yang manten waktu itu,” katanya.
Menurut Bambang, berbagai bibit tanaman itu disiapkannya sendiri. Sebagian disemai menggunakan biji, terutama untuk tanaman buah-buahan lokal khas Kalimantan, sebagian lagi dikembangkan dengan teknik okulasi.
”Saya pergi ke beberapa daerah di Kalsel untuk berburu buah-buahan lokal. Kemudian, saya juga menjalin hubungan dengan petani di sejumlah daerah untuk mendapatkan bibit tanaman yang bagus,” ujar mantan aktivis lingkungan dari salah satu organisasi lingkungan global itu.
Bambang tak ragu merogoh koceknya sendiri untuk melakukan pembibitan. Kendati demikian, ia tidak pernah menghitung berapa banyak dana yang harus dikeluarkan untuk menyiapkan berbagai bibit tanaman itu. ”Dana untuk itu kadang datang dengan sendirinya, kadang terpaksa harus utang sama anak-anak,” katanya sambil tertawa.
Meskipun harus keluar modal untuk menyiapkan bibit tanaman, Bambang tidak pernah mau menjual bibitnya untuk mendapatkan keuntungan. Ia seolah melawan prinsip ekonomi, yaitu dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil sebesar-besarnya. ”Tidak ada harga untuk bibit tanaman itu. Semuanya gratis,” kata sarjana ekonomi dari Kampus ABM atau STIE Malangkucecwara itu.
Edukasi
Bambang memilih fokus pada pembibitan tanaman untuk penghijauan karena prihatin dengan kondisi perubahan iklim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Kalsel. Pada awal 2021, masyarakat Kalsel di 11 kabupaten/kota merasakan betapa dahsyat dampak perubahan iklim dengan terjadinya banjir besar. Rumah kediaman Bambang di Kelurahan Pengambangan, Banjarmasin Timur, juga terendam beserta ratusan bibit tanaman di pekarangan rumahnya.
Dampak perubahan iklim diyakininya akan semakin parah jika tidak ada upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memperbaiki lingkungan yang rusak akibat berbagai aktivitas manusia. Maka, ia mengajak dan mengedukasi banyak orang, terutama anak-anak muda, tentang pentingnya menanam pohon untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim.
Buah kegigihan Bambang mengedukasi warga di lingkungan tempat tinggalnya, mereka akhirnya sepakat membentuk Kampung Ramah Gas Rumah Kaca untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Banjarmasin. Pencanangan gerakan kampung ramah gas rumah kaca sekaligus peresmian Bank Sampah Seroja di lingkungan warga Kelurahan Pengambangan dilakukan Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, Minggu (19/9/2021).
Bambang selaku penggagas Kampung Ramah Gas Rumah Kaca mengajak warga, antara lain, untuk tidak lagi membakar sampah, membatasi penggunaan plastik, memperbanyak penanaman pohon, dan tidak lagi menggunakan pupuk kimia untuk bercocok tanam.
”Butuh waktu satu tahun untuk mewujudkan gagasan Kampung Ramah Gas Rumah Kaca. Sebab, saya terlebih dulu harus meyakinkan warga dan juga pemerintah kota,” ujarnya.
Bambang mengatakan, ide pembentukan Kampung Ramah Gas Rumah Kaca semula kurang diterima. Pemkot Banjarmasin lebih merekomendasikan agar yang dibentuk warga adalah kampung iklim sesuai Program Kampung Iklim (Proklim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kampung iklim juga sudah dibentuk pada sejumlah kelurahan di Banjarmasin.
Namun, Bambang tetap bersikukuh mempertahankan Kampung Ramah Gas Rumah Kaca, bukan kampung iklim. ”Saya ingin menunjukkan bahwa Kampung Ramah Gas Rumah Kaca itu tumbuh dari bawah, yakni dari warga sendiri, bukan berasal dari atas atau program pemerintah,” katanya.
Setelah lima bulan terbentuk, perkembangan Kampung Ramah Gas Rumah Kaca diakui Bambang masih belum ideal. Tantangan terbesar adalah mengubah kebiasaan atau perilaku warga. Tidak sedikit di antara warga yang bersemangat di awal pembentukan kini mulai melempem. ”Saya tak akan menyerah menghadapi semua tantangan itu,” katanya.
Menurut Bambang, mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga lingkungan memang tidak mudah. Apa yang dilakukannya selama ini tak jarang dipandang sebelah mata, termasuk dari kalangan keluarganya sendiri. Itulah yang membuat tidak satu pun di antara anak-anaknya yang mengikuti jejaknya.
”Saya yakin apa yang saya lakukan selama ini tidaklah sia-sia. Semua itu demi kehidupan anak dan cucu di masa depan. Mereka harus sadar bahwa tidak ada teknologi yang bisa memperbaiki kerusakan lingkungan,” ujarnya.