Masih ada nyawa melayang gara-gara tawuran di tengah bulan Ramadhan. Mobilitas warga, khususnya remaja, saat dini hari harus terus diwaspadai.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sabtu (9/4/2022), jenazah Diaz, remaja berusia 20 tahun, disemayamkan di rumahnya di Kelurahan Kota Bambu Selatan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat. Diaz tewas setelah menjadi korban tawuran di Jalan Sanip, Kelurahan Jati Pulo, Kecamatan Palmerah, Sabtu dini hari WIB.
Jumat (8/4/2022) malam di Kota Serang, Banten, setidaknya dua remaja terluka berat karena kebrutalan kelompok remaja. Kepala Bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Shinto Silitonga mengumumkan telah terjadi dua tawuran di lokasi berbeda (Kompas, 10/4/2022).
Di Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/4/2022) dini hari, seorang remaja berinisial DS (14) juga meregang nyawa. Ia terluka akibat pukulan benda tumpul oleh remaja dari kelompok berseberangan. DS pun tak tertolong.
Adapun di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (8/4/2022) malam, polisi juga meringkus 11 remaja, rata-rata berusia SMP dan SMA. Mereka ditangkap gara-gara saling sabet menggunakan sarung di Jalan Supriyadi, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Para remaja itu terlibat ”tarung sarung”.
Fenomena kekerasan oleh remaja juga terus terjadi di Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta, lewat berulangnya ”klitih”, sebutan untuk perampokan atau tawuran yang disertai pembacokan. Pada 3 April 2022 dini hari, seorang pelajar tewas karena luka di kepala akibat sabetan gir sepeda motor.
Sudah sejak lama, saat-saat malam hari, lewat tengah malam, dan dini hari, kerap menjadi waktu terjadinya kejadian kriminalitas.
Para penjahat memanfaatkan kelengahan warga yang tengah beristirahat di rumah. Sementara kejadian kriminal di jalanan biasanya juga terjadi di tengah jalan yang sepi dan terlewat dari patroli polisi.
Di tengah bulan suci Ramadhan, nyata-nyata kerawanan akan insiden kekerasan dan kriminalitas tidak menurun.
Bahkan, cenderung meningkat. Peristiwa kekerasan yang sebagian dipicu tawuran antarkelompok remaja itu rata-rata diawali provokasi di media sosial.
Peningkatan frekuensi patroli polisi menjadi solusi di bagian hilir persoalan. Harapannya, dengan informasi intelijen yang akurat, polisi bisa lebih cepat menggagalkan tawuran dengan menyekat pergerakan masing-masing kelompok.
Jika tawuran sudah telanjur terjadi dan menimbulkan korban, sudah tentu penegakan hukum harus dipastikan. Dari sejumlah pemberitaan Kompas, mayoritas pelaku yang tertangkap dan diproses hukum menyatakan penyesalan di hadapan polisi, bahkan sambil terisak.
Solusi di hulu masalah tentunya pencegahan melalui sistem keluarga, sekolah, dan lingkungan permukiman. Pesan-pesan bernada mengingatkan akan pentingnya pemanfaatan waktu secara positif, terlebih selama Ramadhan, perlu terus digaungkan. Ini semua demi terhindarnya korban jiwa percuma remaja-remaja kita.