Kotak Pandora Kebaikan
Cita-cita Eko Nugroho (38) sederhana. Bergelut sebagai game designer atau perancang gim/permainan selama 15 tahun terakhir, dia ingin membuat permainan papan atau board game sebagai medium penyampai pesan kebaikan. Eko pun membayangkan, jika permainan papan tentang pesan kebaikan itu masuk ke banyak rumah keluarga Indonesia, akan lebih banyak pula kebaikan di negeri ini.
Permainan atau gim masih dilekati stigma karena sering dianggap membuang-buang waktu belaka. Eko menyadari betul anggapan bahwa permainan membuat anak-anak kecanduan. Namun, mari buktikan kalau mereka salah, kata pendiri Kummara ini.
Ketika bertandang ke redaksi Kompas, Rabu (23/5/2018), Eko mengatakan tengah menunggu proses visa untuk mempresentasikan salah satu proyek permainan papan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab, Agustus nanti. MIT Media Lab merupakan laboratorium yang mengkhususkan diri pada konvergensi teknologi, multimedia, dan disiplin. Kesempatan itu hadir setelah permainan papan untuk perdamaian (board game for peace) terpilih untuk dipamerkan dalam Connected Learning Summit 2018.
Permainan papan untuk perdamaian ini digarap oleh tim desainer yang dipimpin Eko. Melalui papan gim itu, 300 anak muda di lima kota dilatih untuk memanfaatkan papan gim sebagai kampanye edukasi terkait perdamaian dan toleransi.
Program tersebut dijalankan bersama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), peace-generation.org, Convey Indonesia, dan Kummara, sejak 2017 dan selesai pada Maret 2018.
Lewat permainan papan, Eko seolah menebar kotak-kotak pandora yang berisi pesan-pesan kebaikan agar dunia menjadi lebih baik, ramah, dan damai.
Bagaimana cara mengedukasi anak muda soal perdamaian dan toleransi melalui permainan papan?
Kami melatih anak muda di Bandung, Solo, Makassar, Padang, dan Surabaya menjadi agen perdamaian dan dibekali senjata berupa board game . Mereka nantinya menjadi fasilitator pembelajaran berbasis permainan. Kami membuat program khusus berjudul Galaxy Obscurio. Enggak ada nama perdamaian-perdamaiannya sama sekali, kan? Ha-ha-ha.
Cara permainannya, semua pemain menjadi penguasa sebuah planet. Ada enam planet. Tugasnya membangun planet sebaik mungkin dengan cara mengundang para ahli dari berbagai ras alien di seluruh jagat raya sesuai karakteristik masing-masing. Di saat yang sama, mereka menghadapi ancaman asteroid pembawa virus.
Para pemain harus melakukan trade-off. Mereka hanya berpikir membangun diri sendiri atau bersama-sama mencegah asteroid. Satu planet hancur, seluruh planet ikut hancur. Jadi, inti desain permainan itu setiap pemain diajak memilih kepentingan bersama atau menjadi sangat egois.
Pemahaman apa yang bisa didapat dari hal itu?
Kami kembangkan protokolnya sehingga fasilitator ini mendorong orang untuk selfish. Kenapa? Karena kita belajar lebih banyak saat kita gagal. Setelah permainan, dibangunlah diskusi tentang apa yang mereka dapat dari permainan itu.
Menariknya, ketika selesai, teman-teman di Bandung melihat asteroid itu sebagai hoax. Di Solo beda lagi, asteroid dianggap sebagai radikalisme, ekstremisme. Kenapa bisa demikian? Sebelum permainan, ada pembekalan materi terkait perdamaian dan toleransi sehingga ketika bermain, mereka akan teringat dengan materi itu.
Jadi, di Bandung, setelah mereka bisa mendapat insight bahwa asteroid itu hoax, ketika tindakan yang diambil adalah selfish, semua bisa hancur.
Selain berfungsi sebagai media edukasi, permainan papan itu juga bisa memetakan persepsi orang. Di setiap daerah, persepsi bisa berbeda, tetapi semua orang bisa mendapat intinya.
Ketika anak-anak muda itu membawa permainan keluar, mengajak orang untuk bermain bersama, mereka mendapat pemahaman lain. Mengajak orang asing bermain ini menjadi halangan tersendiri. Setelah berhasil, penghalang itu hilang. Setelah mereka berpikir cara itu berhasil, mereka akan melakukannya lagi dan lagi.
Beberapa waktu lalu terjadi aksi terorisme di Mako Brimob Kelapa Dua dan sejumlah gereja di Surabaya. Bagaimana permainan papan bisa berkontribusi mengurangi potensi semacam itu?
Kejadian itu membuat aku patah hati, terlebih Surabaya adalah salah satu kota yang didatangi program ini, tetapi aku bisa terus marah atau berbuat lebih baik. Kebetulan aku akan ke MIT. Ada peluang untuk tahap kedua, bisa mengembangkan lagi ke 10 kota. Ini momentum baik untuk membuat board game for peace ini berdampak lebih besar.
Aku mencoba meyakinkan ke teman-teman, inisiatif ini kelebihannya adalah sangat sederhana sehingga semua orang bisa melakukannya. Artinya, semakin banyak kita sebarkan tentang ini, semakin banyak orang bisa terinspirasi.
Belajar dari pengalaman itu, Kummara menginisiasi sebuah yayasan, Ludenara atau Ludere Nusantara, supaya kami tidak mengajak anak muda saja. Anak muda itu motor perubahan, tetapi jika ingin berkelanjutan, yang harus diajak adalah orangtua dan guru.
Ajak orangtua
Program permainan seperti apa yang dibuat Ludenara?
Visi Kummara adalah menghadirkan permainan yang bisa membawa perubahan baik untuk Indonesia, bukan hanya board game for peace, melainkan juga segala bentuk permainan. Fokus yayasan ini mengajak orangtua dan guru mengimplementasikan permainan sebagai media pembelajaran.
Ada tiga program utama. Pertama, ngobrol game. Kami mengajak orangtua dan guru untuk mengobrol saja, boleh mengajukan pertanyaan, lalu peserta lain menjawab. Menariknya, bukan sekadar mereka tahu potensi permainan, mereka juga mendapat perspektif sebanyak mungkin tentang hal positif dan negatifnya. Mereka bisa memilih mana yang akan diimplementasikan di keluarga atau kelas.
Menemukan orang yang punya nilai sama dengan Anda jauh lebih berarti daripada mendengarkan kata Eko bahwa gim itu bagus. Kalaupun Anda memutuskan main gim, itu keputusan Anda, bukan karena saya.
Program kedua adalah belajar main. Orangtua dan guru bisa berlatih memanfaatkan gim untuk media pembelajaran. Untuk sementara kami gunakan permainan papan Indonesia. Misalnya, gim integritas dari KPK, gim festival dari Festival Indonesia, atau gim perdamaian lewat Galaxy Obscurio. Dari sini, kami ingin memastikan bahwa semua permainan yang masuk ke rumah-rumah di Indonesia berunsur edukasi.
Program ketiga, game design. Para bapak ibu dan guru belajar mendesain sendiri permainan untuk keluarga mereka dengan mengangkat tema paling cocok untuk keluarga atau kelasnya.
Bikin permainannya sebenarnya cuma bonus, tetapi Anda mengeksplorasi sesuatu bersama-sama dalam sebuah keluarga. Bayangkan saja. Proyek dikerjakan dua minggu bersama suami dan anak, riset bersama. Gimnya kemungkinan besar buruk, ha-ha-ha. Namun, seluruh waktu yang dihabiskan bersama-sama membuat kita belajar betapa hal itu penting.
Jadi, haruskah permainan itu dilakukan atau malah dihindari?
Mimpiku simple. Permainan itu media paling dekat bagi anak-anak untuk belajar. Industri permainan digital global sudah mencapai 137,9 miliar dollar AS pada 2018. Jumlah ini naik 16,2 miliar dollar AS atau 13,3 persen dari tahun sebelumnya. Standar anggaran pemasaran 5 persen, sekitar 7 miliar dollar AS. Angka yang luar biasa. Artinya apa? Anak-anak kita tidak akan bisa lari dari gim. Suka atau tidak.
Jadi, kalau kita sebagai orangtua tidak punya kemampuan memilah mana gimbaik atau mengolah gim menjadi baik, tanggung jawab kita apa? Kalau orang bilang jauhkan anak-anak dari gim, omong kosong, 7 miliar dollar AS, lho. Suatu saat tetap terpapar.
Kenapa enggak dibalik sedikit. Kenapa enggak gim dimanfaatkan sebagai media untuk memotivasi anak-anak menjadi lebih baik, lebih bangga dengan negerinya, lebih mau belajar banyak hal.
Sebenarnya mengapa Anda demikian cinta pada permainan, terutama permainan papan?
Biar keren sih sebenarnya, ha-ha-ha. Aku belajar dan baru mendalami gim pada 2003.
Singkat cerita (ketika itu) aku sekolah di Jerman, tanpa bisa bahasa Jerman. Tabungan habis, enggak dapat kerjaan, enggak dapat apa-apa. Suatu malam, teman mengundang makan malam. Ada orangtuanya, enggak bisa bahasa Inggris. Setelah makan, ayahnya membuka kotak board game.
Jerman itu pusat industri board game dunia. Kotak itu namanya Catan. Dia buka, jelaskan pakai bahasa Jerman. Kayak aku ngerti aja, ha-ha-ha. Permainannya bukan ular tangga, harus gerak, tukaran, jualan, negosiasi. Jadi, pakai bahasa tarzan. Lalu dua jam itu berlalu tanpa terasa. Akhir permainan, aku menang. Gila enggak, tuh? Ayahnya lalu memelukku dan berkata, ”Good game, Eko.”
Umurku waktu itu 23 tahun. Aku tidak ingat kapan terakhir kali duduk bareng orangtuaku, ketawa bareng, dipeluk, tanpa takut ditanya tentang apa pun. (Eko menghela napas, matanya terlihat berkaca-kaca). Sialnya, aku dapatkan semua itu di negeri yang katanya paling individualis.
Ketika pulang, otakku cuma mikir, ini brilian. Bayangkan kalau kotak semacam itu bisa dikirim ke seluruh keluarga di Indonesia. Mungkin setiap keluarga bisa merasakan apa yang kurasakan.
Dua jam saja diisi dengan permainan tentang betapa kerennya Indonesia, tentang nilai-nilai lokal, tentang hal-hal baik. Keren, kan? Ha-ha-ha....
Eko Nugroho
- Lahir: Karawang, 23 April 1980
- Pendidikan: - Jurusan Ilmu Statistik, Universitas Padjadjaran- Master in Mathematics, University of Kaiserslautern, Jerman- Tugas penelitian di Bielefeld University, Jerman, tentang Game Theory dan implementasinya
- Karya:
- CEO dan co-founder Kummara Group
- Anggota pendiri Asosiasi Pegiat Board Game Indonesia (APIBGI)
- Co-founder Ludere Nusantara (Ludenara), organisasi nonprofit yang fokus pada implementasi ”game-based learning” di Indonesia
- Konsultan gim untuk Komisi Pemberantasan Korupsi
- Konsultan gim untuk Urban Logistics Program for Leaders (National University of Singapore, Temasek Foundation, Ministry of Foreign Affairs)
- Konsultan gim untuk Board Game for Peace (UNDP, PPIM, Convey, Peace-Generation)
- Inisiator dan Wakil Ketua 1st International Conference on Game, Game Art, and Gamification 2016-2018
- Pembicara dalam konferensi internasional Serious Game Conferences di Korea Selatan dan Singapura
- Pengajar dalam Game Design Workshop for Mental Wellness, Institute of Health Singapore
- Finalis dalam Gamification World Awards in Barcelona, Spanyol
- Anggota pendiri/peneliti Gamelab Binus International University
- Peneliti Pusat Penelitian Informasi dan Teknologi Komunikasi, Institut Teknologi Bandung (PPTIK ITB)
- Inisiator dan mentor Indonesia Board Game Challenge
- Inisiator Indonesia Bermain