Kebahagiaan Bams
Wajahnya tampak cerah dan semringah saat kami bertemu di bilangan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, Senin (4/6/2018) pagi. Hampir setiap hari Bams sangat sibuk dengan tumpukan agenda rutin. Mungkin ia sedang bahagia hari ini.
Bambang Reguna Bukit, begitu nama lengkap lelaki ini, tengah menggarap dan mempromosikan lagu tunggal kedua terbarunya. Ia juga harus mengelola beberapa macam bisnis pribadi. Sempat vakum bermusik, ayah satu anak ini sibuk dengan beberapa jenis usaha rintisan di bidang kesehatan, kebugaran, dan makanan sehat.
Bams mendirikan dan mengelola beberapa fasilitas kebugaranyang tersebar di Jakarta. Selain itu dia juga mendirikan restoran waralaba makanan sehat rendah kalori. Yang terbaru, Bams pun mencoba peruntungan dengan memproduksi mi instan sehat berbahan dasar konyaku yang kaya serat, tetapi sangat rendah kalori.
Bahan dasar konyaku itu juga dia pakai untuk memproduksi bahan baku mi dan kwetiau yang kemudian diolah menjadi beragam menu hidangan populer di restoran sehatnya. Menu-menu sehat itu, menurut Bams, sangat cocok buat mereka yang baru belajar berdiet dan memulai pola hidup sehat.
Bams sendiri saat remaja pernah punya problem berat badan. Namun, dia tetap sangat peduli pada kesehatan dan kebugaran tubuh. Bams sejak remaja hingga sekarang gandrung berolahraga, mulai dari basket hingga ngegym.
Dari kebiasaan hidup sehat itulah kemudian ide-ide yang segar tentang bisnis baru bermunculan. Kemampuan Bams berbisnis memang juga didukung dengan latar belakang pendidikannya sebagai sarjana ekonomi, spesifik di bidang bisnis dan perdagangan.
Lantas, apakah keasyikannya berbisnis bisa dituding menjadi alasan utama Bams vakum bermusik? Padahal, di era pertengahan tahun 2000-an dia sempat sangat tenar dengan kelompok band Samsons.
Di tengah perbincangan, Bams mengatakan, ia sempat berada pada titik jenuh dalam bermusik. Apalagi pakem grup Samsons, berikut lagu-lagu yang dibawakan, menurut dia sudah tak bisa lagi diubah. Alasan kejenuhannya saat itu, terutama lantaran di bawah payung major label Samsons harus selalu mengikuti selera pasar.
”Terus terang gue sudah enggak kuat lagi kalau disuruh membawakan lagu-lagu macam ’Kenangan Terindah’ atau lagu-lagu balada lain ala Samsons. Kalau cuma mau cari tenar dan uang, gue bisa saja bikin ’Kenangan Terindah’ dua, tiga, sampai empat. Memang enggak ada yang salah dengan itu,” ujar Bams sambil mengingat kembali masa-sama itu.
Nama Bams dan Samsons pernah melejit serta sempat menapaki anak tangga tertinggi peringkat musik Tanah Air. Sejumlah lagu hits yang dihasilkan seperti ”Kenangan Terindah”, ”Naluri Lelaki”, ”Bukan Diriku”, dan ”Tak Bisa Memilikinya” kerap meramaikan acara-acara musik baik di radio maupun stasiun televisi swasta ketika itu.
Resah dan jenuh
Keresahan serta kejenuhan Bams tak terobati, meski kini ia berkiprah di genre musik rohani. Ia tercatat menjadi salah satu personel kelompok musik religi Giving My Best (GMB).
Tanpa terlalu banyak gembar-gembor, pada 2013 Bams pun membulatkan tekad untuk hengkang dari Samsons, yang telah membuatnya tenar. Setahun kemudian Bams mempersunting kekasih yang juga sahabat masa kecilnya, Mikhavita Wijaya.
Dari pernikahan itu keduanya mendapatkan seorang anak, Eleanor Reguna Bukit (3). Kehidupan berumah tangga dan menjadi seorang ayah, ternyata sangat dinikmati Bams. Dia mengungkapkan, status baru sebagai seorang suami dan ayah membahagiakannya.
Dunia musik pun kemudian nyaris tak lagi dia sentuh. Bahkan, dalam dua tahun setelah menikah, Bams mengaku sampai tak pernah menyentuh sama sekali gitar kesayangannya. Selain sibuk dengan keluarga kecilnya, Bams juga semakin serius berbisnis.
Sang istri, Mikhavita, sendiri berasal dari keluarga berlatar belakang bisnis furnitur. Mengutip situs RMIT Launchpad, situs alumni Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Mikhavita sendiri juga ikut mendirikan sebuah perusahaan berbasis furnitur custom di Indonesia.
Namun, setelah sekian lama, keasyikan berbisnis dan berumah tangga ternyata tak lantas mampu menghilangkan sepenuhnya kerinduan Bams akan bermusik. Ia merasakan lagi dorongan untuk kembali bermusik. Hal itu juga lantaran dirinya bertemu dengan perusahaan label rekaman yang membuatnya nyaman.
Menurut Bams, mitra label rekaman barunya itu bisa memahami keinginan bermusik Bams serta membebaskannya untuk berkarya. Bahkan, dalam genre dan cara bermusik yang sama sekali berbeda dengan karya musik sebelumnya.
”Mereka mau mengeksplorasi semua yang mau gue bikin. Bukan bagaimana mengikuti tuntutan pasar. Tema yang gue angkat sekarang jauh lebih dewasa. Dari sudut pandang orang usia 30 tahunan,” ujar Bams.
Sekutu teknologi
Kebebasan berkarya seperti itu, menurut Bams, sekarang sangatlah dimungkinkan. Perkembangan teknologi informasi menciptakan banyak alternatif platform, yang menurut dia sangat menguntungkan bagi para pemusik dan pencipta lagu, terutama mereka yang tadinya hanya bisa hidup di bawah label-label indie atau alternatif.
Keberagaman platform seperti Youtube, Joox, Spotify, dan banyak lagi, memungkinkan setiap pemusik menciptakan karya-karya yang jauh lebih beragam atau bahkan spesifik, tetapi tetap bisa dengan mudah menjangkau para penikmat musik, yang juga beragam dan berselera spesifik.
Melalui kanal-kanal baru tadi seorang pemusik tak perlu lagi khawatir apakah karya mereka bisa memenuhi selera pasar, seperti yang di masa lalu kebanyakan ”didiktekan” oleh kalangan major label dan kanal-kanal, seperti televisi dan radio.
”Berbahagialah musisi sekarang. Sepanjang seorang pemusik bisa menciptakan karya yang bagus dan jujur, mereka akan tetap bisa menjangkau para penikmat karya mereka,” ujar Bams.
Bagi Bams, ”bersekutu” dengan perkembangan teknologi baru seperti itu adalah suatu keharusan, terutama bagi para pemusik jika memang ingin terus bertahan. Kuncinya adalah beradaptasi. Hanya orang bodoh yang menurut Bams bermusuhan dengan teknologi. Apalagi sekarang eranya milenial dan mendatang, generasi Z.
”Kalau dibilang generasi gue ini ketinggalan (teknologi), ya, pastinya memang ketinggalanlah. Kalau mau dibandingkan dengan generasi sekarang, mereka hidup dan mampu menyerap perkembangan teknologi dengan kemampuan otak ibarat spons. Sementara gue ini, kan, sudah rada reyot dan berkarat. Tetapi, intinya harus beradaptasi. Kalau enggak, you’ll die, man,” ujarnya sambil terkekeh.
Jika dalam bermusik kali ini, kata Bams, ia kembali mencoba mendahulukan tujuan finansial serta ketenaran, seperti saat dahulu bermusik, ia khawatir dirinya akan kembali terjebak seperti di masa lalu, melulu memenuhi selera pasar.
Jebakan keadaan seperti itu hanya akan kembali membuat dirinya tak bahagia saat bermusik. Kegiatan bernyanyi jadi sebatas sebuah pekerjaan rutin tanpa roh, bahkan ketika dia membawakan lagu-lagunya di atas panggung. Bagi Bams, masa lalu cukup menjadi kenangan terindah yang tak perlu diulang-ulang.
Bambang Reguna Bukit
Lahir: Ottawa, Kanada, 16 Juni 1983
Orangtua:
- Johan Begin Bukit (Ayah)
- Desiree Tarigan (Ibu)
Istri: Mikhavita Wijaya
Anak: Eleanor Reguna Bukit
Pendidikan:
- Sarjana Ekonomi Bisnis Komersial Universitas Bina Nusantara (2006)
- Pendidikan musik di Elfa Secioria
- Kursus gitar di Yamaha Music