Modal Insting Mario Kassar
Mario F Kassar sudah 30 tahun malang melintang dalam industri perfilman Hollywood sebagai produser dan eksekutif produser. Dari tangannya lahir film-film blockbuster, seperti sekuel Rambo dan Terminator. Resep dia sederhana: lakukan apa yang orang lain bilang jangan kamu lakukan!
Kiat Mario itu antara lain didasari oleh perhitungannya bahwa sekitar 80 persen film-film yang meraup penghasilan hingga ratusan juta dollar Amerika Serikat itu memang diproduksi ”bermodal” insting.
Identitas kebangsaan bagi Mario hanyalah warna pada paspor. Ia berayah Lebanon dan beribukan perempuan Italia. Mario selalu percaya, talenta adalah milik semua orang, tanpa memandang identitas kebangsaannya.
Merantau ke Los Angeles pada usia belia, Mario hanya membawa bekal 60 dollar AS di saku. Ia sempat menipu petugas imigrasi dengan mengatakan tiket pulangnya tersimpan di koper.
Padahal, kala itu, Mario sama sekali tak punya tiket pulang ke Eropa. Mimpinya kemudian dibangun di Hollywood.
Tak peduli berapa kali orang-orang di sekitarnya berkata tidak, ia keras kepala terus mengetuk pintu. Jalannya terbuka setelah melahirkan film First Blood yang memunculkan tokoh fenomenal Rambo pada 1982.
Tetap memilih di jalur independen, film-film Mario mendunia dan terus dikenang. Menurut ayah tiga anak ini, bisnis perfilman tak lagi terpusat di Hollywood, tapi telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Asia.
Sebagai eksekutif produser, ia akan menghadirkan karya terbaru berupa film aksi fiksi ilmiah bersama sutradara asal Indonesia, Randy Korompis.
Film berbahasa Inggris berjudul Foxtrot Six dengan semua pemain dari Indonesia ini menurut rencana akan hadir di bioskop pada 21 Februari 2019.
Menjadi film hibrida pertama dengan sentuhan Hollywood, Foxtrot Six berlatar belakang kisah kelangkaan pangan.
Di sela tahap merampungkan film, yang antara lain akan dibintangi Oka Antara, Chicco Jerikho, dan Rio Dewanto, itu Mario menyempatkan diri untuk diwawancarai sekaligus mengisi salah satu sesi bincang-bincang di Ideafest 2018 di Jakarta pada Sabtu (27/10/2018).
Sama seperti rangkaian film Rambo, Foxtrot Six mengedepankan tentang nilai-nilai patriotisme. Ia mendeskripsikan film ini sebagai film yang patriotik dan mendalam.
Spirit Rambo
Bagaimana ide awal mencipta tokoh fenomenal seperti Rambo?
Tiap kali membuat film, saya selalu melihat naskah screenplay-nya dulu. Kalau suka, saya akan mengikuti insting. Saya percaya pada sesuatu dalam diri saya. Saya tidak mengikuti apa yang dikatakan orang lain.
Saya melakukan kebalikan dari apa yang dikatakan orang lain, 80 persen dari film saya, semua orang mengatakan jangan lakukan itu.
Contohnya: Stargate, First Blood.... Sebutkan saja judulnya. Orang berkata: jangan, jangan! Semakin mereka berkata jangan, saya semakin melakukan.
Semangat Rambo memang tentang patriotisme. Karena kalau Anda melihat Rambo, pria ini keluar dari perang, lalu ditolak. Dia diperlakukan dengan buruk, lalu dia melawan balik.
Pada akhirnya, film Foxtrot Six juga punya elemen dari semangat Rambo dalam situasi berbeda. Saya enggak bisa menceritakan lebih detail tentang film ini karena Anda harus menonton sendiri. Idenya adalah kalian harus beli tiketnya. Ha-ha-ha....
Kenapa Rambo bisa jadi ikonik?
Rambo dan yang lainnya bisa menjadi ikonik karena kekuatan karakter dan ceritanya. Rambo berasal dari kisah nyata. Terminator dari kisah fantasi, tapi berhasil karena bisa nyambung dengan anak-anak, remaja perempuan, hingga ibu-ibu. Kisahnya memang rumit jika Anda tidak mengikuti urutan waktunya, tapi ada sesuatu yang ikonik dan pertama kali.
Sekarang ini, Anda pergi ke bioskop dan melihat film aksi dengan efek khusus. Anda melihat segalanya, tapi tidak lebih dari itu. Mereka pergi terlalu jauh dengan efek khusus. Sejujurnya, saya bukan penggemar berat efek khusus.
Efek khusus bisa jadi jebakan. Saya mulai memakai efek khusus karena bekerja sama dengan sutradara James Cameron ketika memproduksi Terminator 2: Judgement Day. Bagi saya, ada plus dan minus dari pemakaian efek khusus.
Anda jadi terikat dengan itu dan membuat sutradara jadi pemalas. Ah, saya bisa memperbaikinya dengan efek khusus. Ketika enggak bisa, saya bisa melakukannya dengan efek khusus. Sejujurnya, saya lelah dengan efek khusus.
Kunci sukses
Apa kunci sukses seorang pemuda dari Beirut menjadi produser kenamaan di Hollywood?
Saya pikir talent has no nationality. Tidak penting dari negara mana Anda berasal. Jika Anda punya ketekunan, passion, kegigihan, persiapan matang, dan tak pernah menyerah, Anda akan mendapatkannya.
Saya pernah muda dan berusaha melakukan apa yang saya inginkan. Memang kondisinya berbeda dengan sekarang, tapi tetap tidak mudah.
Saya ke Hollywood karena ingin membuat film. Dan, itu yang terjadi. Setelah jalanan bergelombang di awal karena saya masih sangat muda, saya akhirnya menghasilkan banyak uang dari publik, lalu berhasil.
Saya membuat perusahaan saya sendiri, mendanai sendiri film-film saya, melakukan semua tanpa bantuan studio. Studio hanya ketika meluncurkan film dan mereka tidak bisa mengintervensi. Bagaimana bisa? Mungkin karena saya memang sangat beruntung.
Apa perbedaan terbesar dari membuat film di era ini dibandingkan dengan era 1970-an, 1980-an, atau 1990-an?
Di Hollywood, saya mulai membuat film pada akhir tahun 1970-an, 1980-an, dan 1990-an. Saya membuat film di perusahaan publik. Saya mendapat uang dari publik dunia. Saya melakukan sesuatu ketika saya menginginkannya.
Apa yang saya yakini. Tak ada seorang pun yang menyuruh saya melakukan sesuatu. Dan, saya mengelola pekerjaan saya dengan sangat bagus.
Berbeda jika saya bekerja dengan studio. Akan ada 20 orang yang meminta saya melakukan ini atau tidak. Mereka berpikir mereka lebih tahu. Ini sangat rumit sehingga tak lagi kreatif. Saya memilih menjadi kreatif dan tetap independen.
Di Indonesia, Anda bisa juga tetap independen. Tetapi, kalian belum punya fasilitas Hollywood. Bisnis film di sini, jika saya benar, masih dikontrol empat, lima, enam perusahaan yang memproduksi dan mendistribusi film. Jadi, Anda harus pergi ke mereka, sama seperti di AS, Anda ke Warner atau Universal.
Jika mereka setuju, mereka mendanai dan mengambil alih. Anda hanya bekerja untuk mereka. Sistemnya sama seperti di AS, kecuali di AS mereka lebih punya uang dan kekuatan. Semuanya serba lebih.
Di sini masih terfokus pada subyek film yang berhasil di negara ini, tidak di negara lain. Akan tetapi, ada satu subyek yang akan berhasil diterapkan di mana pun, yaitu film aksi. Film aksi telah mendunia.
Anda menaruh pesan terbaik di film aksi, karakter yang baik, cerita bagus, dan Anda sudah selangkah menuju berhasil.
Bagaimana pendapat Anda tentang industri film di Indonesia?
Industri film di sini tumbuh dalam fase yang sangat cepat. Semakin banyak film dikerjakan dan banyak teater dibangun. Indonesia memiliki penduduk 250 juta orang dan hanya ada 1.000-2.000 layar bioskop. Ke depan dengan mudah akan bisa bertambah menjadi 5.000 layar bioskop.
Film Dilan 1990, misalnya, bisa meraup penghasilan 30 juta dollar AS di box office. Saya beri contoh film AS seperti The Nun meraup 120 juta dollar AS.
Pendapatan film The Nun dari tiap-tiap negara menunjukkan sebesar 8 juta dollar AS berasal dari Indonesia. Ini di peringkat kedua terbesar melebihi Perancis dan Italia.
Indonesia memiliki pertumbuhan menakjubkan. Masa depan yang besar dimulai dari sekarang untuk tumbuh lebih dan lebih lagi. Ini belum menyebut besarnya talenta di sini.
Tentang Foxtrot Six, dari mana idenya?
(Randy Korompis bercerita mengirim naskah Foxtrot Six kepada Mario lewat e-mail. Meski kemungkinannya sangat kecil, ia kemudian dihubungi dan diundang Mario ke rumahnya). Saya sangat menyukai dia (Randy). Saya melihat passion-nya di film ini dan melihat apa yang sudah dikerjakannya. Dia menulis naskah dalam bahasa Inggris yang sangat baik dan keren.
Ini naskah yang bagus sekali, mungkin karena insting atau pengalaman saya yang membawa saya tertarik. Sebuah jenis film yang ingin saya kerjakan.
Tetapi, jika saya lakukan di LA, biayanya 15 kali lebih mahal. Lalu, saya datang ke Jakarta dan kami mulai jalan panjang ke Foxtrot Six.
Film ini bisa menjadi pedoman bagi pembuat film Indonesia ke depan. Bukan sekadar meniru, melainkan melihat apa yang dapat kami lakukan dengan orang-orang di sini, uang kalian, dan lokasi di negara ini. We can make a great movie!