Akademisi Saras Dewi (35) tak sabar menantikan Natal. Lezatnya kue putri salju dan kacang buatan ibu mertua terbayang di lidah. Lagu ”Gloria in Excelsis Deo” ia nyanyikan saban hari. Dia membayangkan kebersamaan dalam perbedaan.
Hari-hari ini dia rajin latihan nyanyi. Kadang latihan di rumah sembari diiringi gitar yang dimainkan suaminya, Christopher Bollemeyer alias Coki (41), gitaris grup band NTRL. Juga di mobil saat berkendara dia latihan menyanyikan lagu-lagu Natal.
”Saya suka sekali lagu ’Gloria in Excelsis Deo’. Lagu ini akan saya nyanyikan di depan keluarga. Saya harus latihan dulu karena keluarga suami jago-jago sekali menyanyi. Mereka semua aktif melayani di gereja,” kata Saras di Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Tahun ini, Yayas, begitu biasa Saras Dewi disapa, dan keluarga akan ke Bogor saat Natal. Dia akan berkumpul dengan mertua, sepupu, suami, paman, dan bibinya. Setiap Natal mereka selalu berkumpul. Itu salah satu alasan bagi Yayas merindukan Natal.
Walaupun Yayas memeluk agama Hindu, Natal selalu menorehkan kesan baginya. Perayaan Natal bersama suami dan keluarga besar selalu terasa hangat dan penuh kasih.
Jamuan makan malam, humor, dan musik tidak pernah absen. Saat Natal, dia melihat cinta kepada Tuhan itu termanifestasi dalam cinta sesama manusia.
Sejak kecil, Yayas sudah akrab dengan perbedaan. Kedua orangtuanya berbeda iman. Ia diajari untuk menerima, mengalami, dan merefleksikan perbedaan. Perbedaan adalah keniscayaan.
Ketika banyak orang mencurigai perbedaan, penyanyi tembang ”Lembayung Bali” ini justru sebaliknya. Perbedaan menjadi permulaan kisah cintanya. Perbedaan suku, kebudayaan, dan agama dengan sang belahan hati justru menjadi alasan untuk mengagumi satu sama lain.
Oleh sebab itu, perayaan Natal dan Tahun Baru selalu terasa unik untuk Yayas. Setiap tahun, ada pengalaman baru dan pembelajaran baru yang ia peroleh.
”Hidup dalam perbedaan ini sebenarnya pandangan bernegara ya, tapi itu jadi pandangan kami dalam berumah tangga,” kata Yayas yang kini menjabat sebagai Kepala Program Studi Filsafat Universitas Indonesia.
Perayaan Natal menjadi tanda bahwa Indonesia meninggikan kemanusiaan dan perbedaan. Natal bermakna menguatkan cinta sesama manusia. ”Untuk mencintai Tuhan, kita harus mencintai sesama manusia terlebih dahulu,” kata Yayas. (E07)