Cinta Swietenia pada Samudra
Samudra beserta biotanya adalah tarikan hidup Swietenia Puspa Lestari (24). Itulah sumber energi baginya untuk menjaga samudra agar tetap bersih, lalu menularkan kesadaran itu kepada sesama.
Seperti lazimnya generasi milenial, Tenia, begitu ia akrab disapa, mempunyai cita-cita yang tak ”mainstream” jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia ingin mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sendiri sebagai tempatnya bekerja.
Dia enggan bekerja kantoran, apalagi berseragam atau berpakaian kerja resmi. Dia tidak bisa membayangkan betah duduk berlama-lama dalam ruangan berpenyejuk ruangan sambil menatap layar monitor, layaknya pekerja kantoran.
Suasana kerja seperti itu pernah ia alami saat berkuliah praktik kerja di salah satu situs penambangan batubara di Berau, Kalimantan Timur. Rutinitas kerja membuatnya bosan, sementara banyak pertanyaan, kegelisahan, dan gugatan bermunculan di kepalanya, terutama terkait soal lingkungan hidup.
Hanya pada akhir pekan dia bisa mencari semacam pelarian untuk menyalurkan kecintaannya menyelam di kawasan Pulau Derawan, yang kebetulan tidak jauh dari tempatnya kuliah praktik saat itu.
Bagi Tenia, bekerja adalah beraktivitas dan bertualang di alam bebas. Mengerjakan sesuatu untuk mengubah keadaan, memperjuangkan serta memenuhi panggilan idealisme, mencari solusi, dan menuntaskan persoalan.
Panggilan itu datang dan semakin menguat ketika Tenia beranjak dewasa. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres sedang dan terus terjadi serta berdampak pada lingkungan laut serta pantai di sekitar Pulau Pramuka, di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kawasan itulah tempat dia dibesarkan dan jatuh cinta pertama kali kepada samudra beserta segenap biota di dalamnya.
Sejak belia, saat masih bersekolah di sekolah dasar (SD), Tenia bersama ibu dan kedua saudara kandungnya kerap mengunjungi sang ayah yang bertugas sebagai kepala Taman Nasional di Kepulauan Seribu dan tinggal di Pulau Pramuka.
Dari situlah kecintaan Tenia terhadap alam terbuka serta lautan mulai tertanam. Tambah lagi semua anggota keluarganya juga mempunyai hobi sama, menyelam. Tenia pun kini mengantongi sertifikat penyelam rescue.
Di kawasan perairan sekitar Kepulauan Seribu itulah dia pertama kali mengenal keindahan kehidupan bawah laut. Saat usia SD itu, kata Tenia, ia sudah mempunyai spot khusus penyelaman favoritnya.
Di sana, dia bisa bertemu dengan beragam biota laut. Ada anemone dan terumbu karang yang cantik, juga beragam ikan macam clownfish, yang ketika itu masih sangat mudah dijumpai. Tak ketinggalan penyu-penyu liar jenis tempurung sisik, yang memang ditangkarkan di Pulau Pramuka.
Bagi Tenia, penyu adalah hewan laut yang lucu dan imut- imut. Dia berani menyelam hingga kedalaman puluhan meter di perairan kawasan Indonesia bagian timur hanya untuk menemui hewan-hewan laut eksotis, seperti penyu jenis belimbing atau ikan Mola-Mola (Sunfish) yang jinak walau bisa berukuran raksasa.
Namun, sayang, semakin berganti tahun, keindahan serta kekayaan biota laut, terutama di perairan Kepulauan Seribu, memudar karena rusak. Gara- garanya banyak sampah laut menumpuk dan sangat membahayakan keanekaragaman hayati. Bukan hanya kantong plastik, kasur dan sofa pun dibuang ke segara.
Segara menjadi muara sampah dari beragam negara seperti Turki, Jepang, dan Filipina. Tenia, mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, cemas keindahan laut itu bakal punah. Dia tergerak untuk segera mencari solusi permanen.
Langkah konkret
Ia menyadari, bukan saatnya lagi sekadar protes atau mencaci maki keadaan yang tak ideal ini. Kepada Tenia, sang ayah mengajarkannya untuk cepat belajar dan memahami cara kerja sebuah sistem untuk kemudian berusaha memperbaikinya dari dalam.
Dia kemudian mengawali upaya konkret tadi dengan mendirikan komunitas peduli lingkungan hidup dan kebersihan pantai dan laut, Divers Clean Action (DCA). Secara rutin, Tenia dan rekan-rekannya membersihkan laut dari sampah.
Sambil bersih-bersih, mengangkat, dan memilah sampah yang diambil, Tenia dan komunitasnya juga mengumpulkan data serta melakukan penelitian.
Data hasil penelitian berikut solusinya kemudian mereka presentasikan ke sejumlah instansi pemerintah. Sayangnya, langkah itu tidak terlalu berhasil lantaran tidak ditindaklanjuti.
”Mungkin karena posisi kami saat itu masih berbentuk komunitas. Akhirnya, aku dan beberapa rekan sesama pendiri DCA berinisiatif mengumpulkan modal, ditambah sisa dana sponsor kegiatan bersih-bersih sampah laut sebelumnya, untuk meresmikan pendirian badan hukum resmi DCA dalam bentuk yayasan,” tutur runner-up Miss Scuba 2014-2015 ini.
Saat itu, tambah Tenia, dari sekian banyak LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan hidup, belum terlalu banyak lembaga nirlaba yang secara spesifik fokus pada isu penanganan sampah laut dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil.
Hingga sekarang, secara berkala DCA menggagas dan menggelar aksi bersih-bersih laut dan pantai. Selain itu, Tenia juga menggagas gerakan anti-sedotan plastik, #NoStrawMovement, dan beberapa program lain macam Program #Bottle2Fashion dan Program Save Our Small Islands (SOSIS).
Program pemberdayaan lainnya, #Bottle2Fashion, juga dilakukan dengan mengolah dan mengubah sampah- sampah plastik di Kepulauan Seribu untuk dijadikan bahan dan produk mode, yang kemudian dijual ke Eropa. Produknya seperti sarung tangan dan aksesori kain lain lumayan laku.
Sementara program SOSIS dilakukan dengan memberdayakan masyarakat wisata untuk kelestarian lingkungan. Hal itu dilakukan sosialisasi prinsip zero waste & eco tourism, bank sampah, edukasi Pulauku Nol Sampah, dan pemberian beasiswa bagi para pemuda di tingkat ASEAN, Young South East Asian Leaders Initiative (YSEALI), setiap dua tahun sekali.
Untuk gerakan #NoStrawMovement, Tenia berhasil menggalang salah satu restoran cepat saji berjaringan gerai di hampir seluruh penjuru Indonesia untuk tidak lagi menggunakan sedotan plastik.
Pada pertengahan 2018, gerakan ini menjadi masif dan banyak diikuti restoran cepat saji dan kafe besar lain sampai sekarang.
Tenia bahagia lantaran cita-citanya kesampaian. Cita-cita mendirikan dan bekerja di LSM sendiri. Cita-cita lain yang juga kesampaian adalah bertemu dengan pemain sepak bola idolanya asal Brasil, Ricardo Kakà, yang kini bermain untuk klub Orlando City, Amerika Serikat. Kecintaan Tenia terhadap sepak bola itu menular pula dari ayahnya.
Bagi siapa saja yang menyampah di samudra, siap-siap saja dilempar bola oleh Tenia.
Swietenia Puspa Lestari
Lahir: Bogor, 23 Desember 1994
Pendidikan:
- SMAN 70 Jakarta
- S-1 Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (Angkatan 2012, lulus April 2017)
Pekerjaan: Direktur Eksekutif dan Pendiri Divers Clean Action (DCA)
Prestasi: Runner-Up Miss Scuba Indonesia 2014-2015
Inisiator Gerakan:
- Gerakan #NoStrawMovement
- Program #Bottle2Fashion, sampah plastik Pulau Seribu dijadikan produk mode yang dijual di Eropa. Hasil kerja sama dengan masyarakat Kepulauan Seribu, Yayasan Rumah Pelangi, dan Koperasi Pemulung RBU (Recycling Business Unit) Tangerang, Danone Aqua, dan H&M Indonesia
- Program Save Our Small Islands (SOSIS): pemberdayaan masyarakat wisata untuk kelestarian lingkungan melalui pengembangan ”zero waste and eco tourism”, bank sampah, dan Edukasi Pulauku Nol Sampah, bekerja sama dengan Masyarakat Selam Indonesia (MASI)