Kepergian sosok Johannes Baptista Sumarlin, Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan V, menyisakan cerita yang masih bergaung di rumah duka. Ia yang dimakamkan pada Senin (10/2/2020) siang ini terus dikenang para kerabat.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Ruang konferensi di Lantai 36 Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta Pusat, tak henti dikunjungi pada Minggu (9/2/2020) malam. Tiga hari terakhir tempat ini berfungsi sebagai rumah duka bagi mendiang Johannes Baptista Sumarlin atau JB Sumarlin, Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan V.
JB Sumarlin yang meninggal pada 6 Februari lalu masih bersemayam di rumah duka hingga tadi malam. Ia yang meninggal akibat komplikasi dengan diawali penyakit stroke baru akan dimakamkan pada Senin (10/2/2020) siang di Pemakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.
Di rumah duka, cerita tentang sosok Sumarlin terus mengalir dari keluarga dan kerabat dekat. Selagi berkumpul, sebagian dari mereka mengingat momen personal saat pernah bersama dengan Sumarlin.
Sylvia Efie Widyantari, anak kedua Sumarlin, dalam berbagai kesempatan kerap bercerita mengenai detik-detik ayahnya berpulang. ”Ayah bilang dia mau nyusul ketemu Mami (istri), harus dirias yang ganteng dan harus terlihat romantis,” ingat Sylvia ketika itu.
Sylvia mengatakan, kesetiaan Sumarlin temanifestasi dalam tiga hal, yakni pada istrinya, Universitas Indonesia, dan partai politik Golkar. Sumarlin selalu membahas ketiga hal itu sebelum berpulang.
Pria kelahiran Blitar pada 7 Desember 1932 ini sempat menjabat Menteri Keuangan periode 21 Maret 1988 hingga 17 Maret 1993 pada Kabinet Pembangunan V di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai peranan penting pun pernah dijalaninya, yakni sebagai Ketua Bappenas (1983-1988), Menteri Penertiban Aparatur Negara (1973-1983), anggota MPR (1972-1997), dan dosen di sejumlah universitas ternama di Indonesia.
Kiprah Sumarlin begitu dikenal sejumlah kalangan. Dalam suatu kesempatan pada 1971, Presiden Soeharto pernah menjulukinya sebagai ”kecil-kecil cabe rawit”. Hal itu terungkap dalam Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2012) yang ditulis Bondan Winarno. ”O, ini to yang namanya Sumarlin? Kecil-kecil cabe rawit,” ungkap Soeharto saat melantik Sumarlin sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri).
Bondan, dalam bukunya, menceritakan Sumarlin yang selalu memegang nilai-nilai kehidupan berdasarkan tradisi Jawa. Sikap hidup sak madya, tidak berlebihan, adalah nilai utama yang paling membekas dalam diri Sumarlin. Kata-kata yang sering didengarnya juga adalah aja adigang adigung adiguna, yang berarti jangan sok besar, sok hebat, dan sok jagoan.
Sumarlin pun menjadi sosok panutan sejumlah kerabat. Salah satunya Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro. Bambang memandang Sumarlin sebagai sosok panutan sejak di bangku kuliah. Bambang saat itu telah mengenal Sumarlin sebagai senior sekaligus guru besar di Universitas Indonesia (UI).
Bambang mengingat dua momen pertemuan penting dengan Sumarlin. Pertama, saat Bambang menjabat Dekan Fakultas Ekonomi UI (FE-UI) sekitar tahun 2005. ”Kebetulan saat itu Profesor Sumarlin adalah Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Ekonomi, dan beliau mengingatkan saya agar selalu mendorong para dosen supaya terus berkembang hingga menjadi guru besar,” ungkapnya.
Momen kedua, saat Bambang menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekitar tahun 2016. Bambang bercerita, Sumarlin saat itu memberi nasihat agar Bappenas tetap menjaga eksistensi dalam konteks merancang pembangunan dengan kebijakan berbasis fakta di lapangan (evidence-based policy).
”Pertemuan saya dan beliau cukup intens pada dua momen itu, terutama saat saya menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,” ucap Bambang.
Ekonom Emil Salim juga mengenang Sumarlin sebagai sosok yang selalu bekerja keras dan berdedikasi. Emil mengingat, bulan lalu Sumarlin masih terus mengikuti sidang dewan guru besar di FE-UI. Meski begitu, Emil tidak mengetahui kalau Sumarlin ternyata dalam kondisi yang kurang sehat.
”Saya mengenang beliau sebagai sosok yang selalu sungguh-sungguh dalam bekerja. Hal tersebut bahkan tecermin dari tulisan tangannya. Menurut saya, bagus betul,” ucap Emil.
Sumarlin populer karena mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dijuluki ”Gebrakan Sumarlin”. Gebrakan Sumarlin pertama kali dilakukan pada 1987 saat Indonesia mengalami kesulitan perekonomian akibat melemahnya harga minyak dan gas bumi. Saat itu, minyak adalah komoditas ekspor utama yang menjadi andalan perekonomian Indonesia.
Menanggapi hal itu, dirumuskanlah kebijakan pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kebijakan tersebut mampu menembus angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen. Angka ini lebih tinggi dari target rata-rata pertumbuhan 5 persen (1988).
Gebrakan Sumarlin berikutnya adalah Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter. Kebijakan ini sering disebut dengan kebijakan Pakto 88 (27 Oktober 1988). Tujuan kebijakan ini adalah meningkatkan efisiensi operasional perbankan untuk kembali memulihkan geliat perekonomian, salah satunya dengan memudahkan perizinan untuk mendirikan sejumlah kantor perbankan baru.
Atas prestasinya, JB Sumarlin dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik tahun 1989 oleh Euromoney dan tahun 1990 oleh majalah Asia. JB Sumarlin juga adalah pemegang anugerah Bintang Mahaputra Adiprana III dari Presiden Soeharto pada 1973 serta Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari Pemerintah Belgia pada 1975.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Sumarlin adalah seorang profesional yang berintegritas. Dedikasi Sumarlin sangat tinggi kepada bangsa dan institusi pendidikan yang telah menaunginya.
Atas jasa-jasa yang ditinggalkan, para kerabat pun kini mengikhlaskan kepergian Sumarlin. Setelah menjalani prosesi penerimaan di Kantor Kementerian Keuangan, Senin pukul 09.00 jenazah akan dimakamkan pukul 11.30 di Pemakaman San Diego Hills. Selamat jalan, Sumarlin.