Tenang dalam Badai
Harpa menjadikan Rama Widi sosok yang selalu tampak tenang betapa pun besar masalah yang sedang dihadapi.
Harpa menjadikan Rama Widi sosok yang selalu tampak tenang betapa pun besar masalah yang sedang dihadapi. Ketika tangannya anggun memetik harpa, tak banyak orang yang tahu bahwa kakinya sibuk bak pemain sepak bola menyepak dan menggeser tujuh pedal.
Limpahan sinar matahari sore yang menerobos dinding kaca apartemennya menjadi penerang ketika Rama memainkan harpa pada Jumat (21/2/2020). ”Sebenarnya, pemain harpa yang dipikirkan justru kaki bukan jemari. Walau di pikiran sudah complicated, tetap smile dan tenang,” ujar Rama.
Telah bermain harpa di berbagai orkestra di Eropa, Thailand, dan Indonesia, Rama Widi tetaplah sosok yang membumi. Tak ada kesan sombong ketika menceritakan perjalanan hidupnya. Pria yang kini aktif sebagai harpist di Twilite Orchestra ini pun tak segan mengisahkan detail tentang air mata, kekecewaan, bahkan kegagalan yang pernah dialami.
Belajar harpa pertama kali pada usia 19 tahun, Rama mampu mengatasi ketertinggalan. Ia menjadi orang Indonesia pertama yang diundang konser solo di Vienna Jazz Festival 2007, orang Asia Tenggara pertama yang lolos seleksi salah satu kompetisi harpa tersulit di Israel, dan menjadi orang Indonesia pertama yang diundang tampil solo concerto diiringi orkestra di hall terbesar di Wiener Konzerthaus (Vienna, Austria) pada 2016.
Sejak 2005, Rama telah tampil solo lebih dari 40 kali diiringi berbagai orkestra membawakan beraneka Harp Concerto yang sudah tertulis pada zamannya, maupun Harp Concerto yang baru ditulis oleh beberapa komposer untuk dimainkan World Premiere oleh Rama. Dalam kesehariannya, dua harpa selalu menemani Rama di apartemennya di kawasan Kebayoran Baru.
Dentingan harpa yang indah selalu mujarab menumbuhkan kedamaian di tengah pengapnya hawa Ibu Kota. ”Di musik kita ditelanjangin banget di panggung, bisa main atau enggak bakal kelihatan di panggung,” ujar Rama yang pernah menjadi Principal Harpist di Symphonia Vienna Orchestra dan Thailand Philharmonic Orchestra,
Setelah sempat menjadi dosen harpa/chamber music di Institut Kesenian Jakarta dan Mahidol University Thailand, Rama kini memilih mengajar privat dan hanya membatasi 10 murid.
Menjunjung etika
Sejak enam bulan terakhir, ia sibuk menyusun kurikulum sebelum membuka studio harpa. Banyak dari muridnya yang menerima beasiswa musik di luar negeri. Tak hanya mengajarkan cara memainkan instrumen harpa, Rama juga membekali muridnya untuk menjunjung etika sebagai musisi.
Salah satu muridnya yang sudah diterima di sekolah musik San Francisco Conservatory of Music, AS, sempat bimbang karena mendapat tawaran beasiswa penuh dari Juilliard School, AS. ”Aku bilang menjaga hubungan baik itu penting, bukan masalah impian semata,” kata Rama menirukan nasihat ke muridnya.
Demi menjunjung tinggi etika sesama guru harpa pula, Rama tidak menerima murid yang ingin belajar dengan dua guru, terkecuali untuk master class. Ia juga tak menerima murid pindahan guru lain sebelum izin kepada guru terdahulu. Hubungan baik pula yang selama ini membukakan banyak pintu kesempatan tak terduga bagi Rama.
Pengalamannya tampil di Wiener Konzerthaus (Vienna, Austria) pada 2016 juga merupakan hadiah karena hubungan yang baik. Sebagai hadiah perpisahan, rekannya yang adalah konduktor mewujudkan mimpi Rama untuk tampil solo concerto diiringi orkestra di hall terbesar di Wiener Konzerthaus. Selain dukungan sesama musisi, penampilannya kala itu juga disokong oleh brand Salvi Harps yang hingga kini setia dipakainya.
Mimpi konduktor
Perjumpaan Rama dengan instrumen harpa tergolong terlambat dan berawal dari kepahitan yang dialami karena gagal dalam tes masuk jurusan konduktor di Austria. Sejak kecil, Rama adalah pengagum konduktor Addie MS. Ibunya dulu kerap mengajaknya menonton pertunjukan Opera Hanoman di Taman Mini Indonesia. Rama pun lantas bermimpi menjadi ”Addie MS kedua”.
Di mana saja Addie MS pentas bersama Twilite Orchestra, sebisa mungkin ia menonton. Ketika mengutarakan keinginan bisa main musik bareng Addie MS, Mamanya yakin Rama bakal bisa menjadi solois tampil bersama Addie MS. ”Aku ngefans Mas Addie. Konser di mal aku datang. Main di wedding, aku jadi tamu tanpa undangan,” tambah Rama.
Mamanya yang pernah menjadi penari tradisional pula yang menyokongnya untuk belajar musik ke Austria. Impian menjadi konduktor sirna ketika Rama ternyata gagal di ujian tahap kedua masuk universitas. ”Shock banget enggak ada namaku. Impian dari kecil. Karena enggak punya plan b, impian aku hancur. Bye bye Addie MS. Aku enggak mau megang piano sebulan. Enggak bisa dengar musik,” ujar Rama yang kala itu tinggal bersama duta besar Indonesia di Austria.
Selama menunggu setahun untuk tes berikutnya, Rama lantas mengisi waktu luang dengan belajar instrumen harpa. Sang Mama sempat tak setuju karena ia selalu bosan ketika sudah merasa menguasai instrumen musik baru. Meskipun sama sekali belum pernah memainkan alat musik harpa, Rama nekat membuat janji bertemu calon dosen. Uniknya, ia bisa memainkan musik harpa ketika diminta pertama kali memainkan alat musik tersebut.
”Ada moment of silence. Saling lihat-lihatan. Aku sendiri enggak percaya bisa mainin itu. Dia tanya kamu yakin belum pernah belajar harpa sebelumnya? Ini baru pertama kali saya menyentuh harpa. Enggak mungkin orang yang belum pernah belajar harpa tiba-tiba bisa mainin. Aku bilang aku enggak tahu. Somehow jari aku bergerak dengan sendirinya,” kata Rama.
Rama lantas mulai belajar harpa pada 2004 dibimbing Julia Reth di Vienna Conservatory, vokal klasik dengan Robert Fontane, dan lulus dengan nilai luar biasa pada tahun 2010 yang setara dengan S-2. Bersamaan dengan itu, Rama juga mengambil kuliah Musik Pädagogik (Music Education) dengan minor Conducting Orchestra dengan bimbingan Laszlo Gereb yang telah diselesaikan pada tahun 2012.
Ketika pulang ke Tanah Air, Rama seolah mulai dari nol dan mengibaratkan perjalanan kariernya di dunia musik seperti kapal selam yang timbul tenggelam. Ia bahkan sempat menjalani pekerjaan kantoran—seperti keinginan ayahnya—di sebuah perusahaan bahan bakar. Namun, takdirnya memang tetap di jalur musik. Pada 2016, ia kemudian bergabung sebagai harpist di Twilite Orchestra.
”Di musik, it’s all about chemistry. Kalau sudah cocok ama satu orang, ya ama dia terus. Dapat kliknya dengan mas Addie,” kata Rama.
Pada 2017, Rama meluncurkan album solo perdananya yang berjudul Let The Music Play diiringi oleh Budapest Scoring Orchestra dan membawakan World Premier ”Revolt in Paradise” for Harp and Orchestra diiringi oleh Jakarta City Philharmonic. Pada 2018, Rama bersama Taylor Ann Fleshman membawakan Asian Premier ”The Passions of Angels” karya Marjan Mozetich diiringi oleh Jakarta Simfonia Orchestra di bawah pimpinan Rebecca Tong.
Ibarat menunggangi kapal selam, Rama terbukti mampu mengatasi badai hidup, dengan tetap tenang. Setenang ketika jemarinya memetik harpa.
Rama Widi
Pendidikan:
- Studi harpa di Vienna Conservatory (2004-2010)
- Studi Musik Pädagogik (Music Education) dengan minor Conducting Orchestra dengan bimbingan Laszlo Gereb (2012)
- Mengikuti Masterclass dengan harpist-harpist ternama seperti Jana Bouzkova (Ceko) pada 2005, Marie Claire Jamet (Perancis) pada 2007, Prof Susann McDonald (AS) pada 2006, Elzbieta M Smith (Polandia) pada 2006, dan Erika Waardenburg (Belanda) pada 2010.
Pengalaman profesional:
- Dosen Biola di Institut Kesenian Jakarta; 2012-2013
- Dosen Chamber Music di Institut Kesenian Jakarta; 2012-2013
- Dosen Piano Iringan di Institut Kesenian Jakarta; 2012-2013
- Dosen Harpa di Mahidol University, Thailand; 2013-2014
- Dosen Chamber Music di Mahidol University, Thailand; 2013-2014
- Principal Harp di Symphonia Vienna (2010-2013)
- Principal Harp di Thailand Philharmonic (2013-2014).
Tur dunia (antara lain):
- Europe Tour with Zoltan Kodaly World Youth Orchestra, 2007: Hongaria, Slowakia, Belanda, Belgia
- Asian Tour with Symphonia Vienna Orchestra, 2008-2009: China, Indonesia
- China Tour with Symphonia Vienna Orchestra, 2010-2011
- China Tour with Symphonia Vienna Orchestra, 2012-2013
- China Tour with Symphonia Vienna Orchestra, 2015-2016
Daftar rekaman CD:
- Simply Vivaldi with Amadeus String Chamber Orchestra, 2007
- Bodhigiri with Singapore Symphony Orchestra, 2010
- Let The Music Play with Budapest Scoring Orchestra, 2017