AA Gede Agung Wedhatama dan Gede Suardita Melahirkan Petani Muda Keren
Impian Petani Muda Keren adalah mencetak petani-petani muda keren di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka diharapkan dapat menjadi ”local champion”.
Regenerasi petani menjadi persoalan di setiap negara, termasuk Indonesia. AA Gede Agung Wedhatama (39) dan Gede Suardita (44) memberikan solusinya. Keduanya menebar gerakan Petani Muda Keren dari Bali hingga sejumlah daerah di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional 2021 menyebutkan, sebanyak 38,77 juta jiwa penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani. Jumlah tersebut telah berkurang sebanyak 3,69 juta petani dalam 10 tahun terakhir (2011-2021).
Dari total jumlah petani pada 2021, generasi terbesar yang berprofesi sebagai petani adalah generasi X, kelahiran tahun 1965-1980, yakni sebanyak 38,02 persen. Kemudian disusul generasi baby boomers (lahir 1946-1964) sebanyak 34,41 persen. Generasi milenial (lahir tahun 1981-1996) dan Z (lahir tahun 1997-2000) masing-masing menempati peringkat ke-3 dan ke-5. Porsi generasi milenial hanya 21,92 persen dan generasi Z sebesar 2,24 persen. Padahal, masa depan pertanian dan pangan Indonesia bakal bergantung pada dua generasi itu.
Agung Wedhatama dan Gede Suardita pelan-pelan mampu memberikan solusi atas persoalan itu. Bermula dari inisiatif Agung, lahirlah gerakan Petani Muda Keren (PMK) di Bali yang bergerak di bidang pertanian hortikultura organik berbasis teknologi.
Sejak dirintis pada 2019 hingga Mei 2023, sudah 200 anak muda di Bali menjadi anggota aktif PMK. Gerakan itu juga melahirkan komunitas-komunitas PMK di luar Bali, seperti di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Sulawesi, dan Kalimantan.
Agung menuturkan, PMK menarik generasi muda bekerja di sektor pertanian. Alat pancingnya adalah pemanfaatan teknologi dalam pertanian organik dari hulu hingga ke hilir.
Ada empat prinsip yang menjadi pegangan, yakni komitmen, komunitas, kolaborasi, dan keren. Prinsip komitmen, misalnya, petani diarahkan berfokus pada satu atau dua komoditas hortikultura saja. Adapun prinsip keren, petani diharapkan dapat menguasai teknologi pertanian hingga memanfaatkan media sosial untuk memperkenal dan memasarkan produk.
”Impian kami adalah mencetak petani-petani muda keren tidak hanya di Bali, tetapi juga di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka diharapkan dapat menjadi local champion atau pemain lokal,” kata Agung yang dijadikan sebagai Duta Petani Milenial oleh Kementerian Pertanian sejak 2021.
Merintis jalan bagi petani muda ke depan tak mudah. Apalagi di Bali, yang menjadi salah satu ikon wisata dunia dan memiliki tradisi dan adat yang mengakar kuat. Pemanfaatan teknologi internet untuk segala (IoT) menjadi solusi atas persoalan dan tantangan pengembangan sektor pertanian di Bali.
Suardita berkisah, pengembangan teknologi untuk pertanian cerdas (smart farming) itu dirintis bersama sejumlah mahasiswa Program Studi Teknik Elektro (PSTE) Fakultas Teknik (FT) Universitas Udayana, Bali. Waktu itu, mereka sedang praktik kerja nyata di lahan sejumlah petani di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali, termasuk lahan miliknya.
Mereka diminta mencari solusi atas persoalan dan tantangan yang dihadapi petani Bali. Banyak anak muda di Bali yang bekerja di sektor pariwisata. Bahkan, tidak sedikit yang meninggalkan desa untuk bekerja di kapal pesiar dan hotel atau restoran di luar negeri.
Selain itu, para petani di Bali masih memegang teguh aturan adat desa masing-masing. Mereka lebih memprioritaskan mengikuti kegiatan-kegiatan adat dan upacara keagamaan ketimbang bertani.
”Berkat penerapan teknologi IoT, petani bisa menyiram tanaman dari tempat mana pun melalui telepon pintar asal terdapat jaringan internet. Bahkan di sela-sela acara adat, mereka dapat menyiram dan memantau kondisi tanaman dan kebun,” kata Suardita.
Aplikasi smart farming yang dikembangkan tersebut tidak hanya membuat petani dapat menyiram tanaman secara otomatis, baik secara langsung maupun dijadwalkan. Petani juga dapat memantau kondisi cuaca, kelembaban udara, tingkat keasaman (pH) tanah dan air, serta curah hujan per menit dan per jam. Selain itu, petani juga dapat memonitor kondisi lahan dan tanaman menggunakan kamera pemantau (CCTV).
Pembuatan aplikasi itu, kata Suardita, tidak langsung seketika jadi. Butuh proses dan terus disempurnakan dari waktu ke waktu. Hal ini justru membuat sejumlah mahasiswa yang mengembangkan aplikasi itu menjadi Tim Pengembang dan Teknisi Smart Farming Kelompok PMK Desa Gobleg hingga kini.
Efisiensi dan pengembangan
Pemanfaatan teknologi smart farming juga membuka jalan efisiensi di berbagai lini pertanian. Produktivitas tanaman hortikultura juga berlimpah sehingga membuka jalan perluasan pasar hasil panenan.
Menurut Agung, pemanfaatan teknologi smart farming menyebabkan sejumlah pekerjaan bisa lebih efisien sekitar 70 persen. Hal itu mencakup pengairan, pemupukan, upah kerja, dan jam kerja petani. Biaya perawatan tanaman yang semula Rp 1 juta per bulan bisa hemat menjadi sekitar Rp 300.000 per bulan.
Produksi juga meningkat berkat pemupukan dan penyiraman tanaman secara terukur. Petani juga dapat memproduksi sayur sepanjang tahun. Pendapatan petani menjadi meningkat drastis karena dapat memproduksi sayur di luar musim.
”Dahulu, petani hortikultura pemilik lahan 10 are (1.000 meter persegi) berpenghasilan bersih sekitar Rp 3 juta sekali panen. Sekarang, penghasilannya meningkat menjadi sekitar Rp 10 juta sekali panen,” ujarnya.
Peningkatan hasil panen itu turut mengembangkan usaha pertanian off farm PT Bali Organik Subak (BOS) yang dirintis Agung pada 2017. Kala Covid-19 mulai melanda, perusahaan di Badung, Bali, tersebut membuat aplikasi BOS Fresh dan BOS Farmer.
Melalui BOS Fresh, pembelian ritel dapat dilakukan secara daring dan skema kerja sama antarpebisnis terutama dengan hotel, restoran, dan kafe. Upaya itu membuka peluang bagi anak muda bekerja di sektor pengemasan dan pemasaran produk pertanian. Pemasaran juga meluas dari semula melayani pembelian ritel berskala lokal hingga keluar Bali bahkan ekspor.
Sementara BOS Farmer memungkinkan petani memiliki data tanaman. Hal itu mulai dari jenis dan umur tanaman, jadwal tanam, serta luas lahan dan jumlah tanaman. Petani juga dapat mengetahui waktu panen dan perkiraan jumlah panenan.
Baca juga:Bak Main Gim Harvest Moon, Petani Urus Kebun lewat Gawai
Gede Suardita
Lahir: Gobleg, Buleleng, 21 Juli 1979
Pendidikan terakhir: SMKN 2 Singaraja
Prestasi:
- Lencana Satya Inovasi Desa 2022 dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
- Juara I Lomba Inovasi dan Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Bali 2022
- Juara I Lomba Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional 2022
AA Gede Agung Wedhatama
Lahir: Singaraja, 27 November 1984
Pendidikan: Master of Information and Technology 2009 Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Organisasi, antara lain:
- Ketua Forum Petani Muda Bali (2018-2023)
- Ketua HKTI Pemuda Tani Bali (2018-2023)
- Ketua Komunitas Petani Muda Keren
- Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian (sejak 2021)