Mursida Rambe dan Ninawati, Membersihkan Jeratan Rentenir
Sejak 29 tahun lalu hingga kini, Mursida Rambe dan Ninawati konsisten pada kiprahnya membebaskan pedagang kecil dari jeratan rentenir. Mereka juga terus melakukan edukasi keuangan syariah kepada kalangan pedagang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Kehidupan perekonomian kelompok pedagang kecil tidak pernah lepas dari jerat rentenir. Bunga pinjaman yang tinggi dan perilaku keji yang kemudian diterima ketika tidak mampu membayar saat jatuh tempo menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Hal buruk itulah yang mengusik kepedulian Mursida Rambe (56) dan Ninawati (59) untuk membantu. Dengan mendirikan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Beringharjo, mereka terus berupaya membebaskan kelompok pedagang dari ”momok” rentenir tersebut.
Kegiatan itu sudah mereka lakukan sejak 29 tahun lalu. KSPPS BMT Beringharjo adalah BMT pertama di DI Yogyakarta, yang berdiri tahun 1994.
Upaya ini tidak mudah karena Mursida dan Ninawati sama sekali tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Mereka hanya terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan sosial semasa kuliah.
”Bisa dibilang pendirian BMT ini hanya didasari modal nekat dan niat untuk sekadar berbuat baik saja,” ujar Mursida sembari tertawa, saat ditemui Kamis (30/11/2023).
Tanpa pernah diduga sebelumnya, niat tulus tersebut berbuah menjadi kegiatan usaha dengan wilayah kerja yang terus meluas. Bermula dari membantu pedagang kecil di Pasar Beringharjo di kawasan Malioboro, Yogyakarta, BMT Beringharjo ini kemudian ”naik status” dengan wilayah usaha tingkat Provinsi DIY, dan sejak 2006 bahkan sudah bergerak di lingkup nasional. Kini, KSPPS BMT Beringharjo telah memiliki 20 kantor yang tersebar di lima provinsi di Pulau Jawa.
Jumlah anggota koperasi tersebut saat ini terdata mencapai 35.000 orang, sebagian besar berprofesi sebagai pedagang pasar tradisional, petani, dan peternak. Bermodal dana awal dari Dompet Dhuafa sebesar Rp 1 juta, kini BMT Beringharjo telah mampu memberikan bantuan pinjaman dengan besaran mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 500 juta per orang.
Sembari memberikan layanan pinjaman, Mursida menuturkan, pihaknya juga memberikan literasi keuangan syariah kepada para anggotanya. Saat membayar angsuran pinjaman, setiap anggota diberi pemahaman bahwa mereka tak dikenai bunga, tetapi tetap harus menyisihkan sebagian dana yang dibayarkan untuk keperluan infak, dengan besaran sesuai kemampuan. Dana infak ini nantinya akan disalurkan untuk membantu para pedagang dan pelaku usaha lainnya.
Tidak hanya itu, mereka juga diajari untuk menyisihkan sebagian dari uang yang dibayarkan untuk menabung, yang bisa diambil kapan saja saat dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk membiasakan mereka menabung, dan mengubah kebiasaan lama saat masih berurusan dengan rentenir.
”Dengan rentenir, para pedagang biasanya akan meminjam uang untuk kebutuhan modal usaha, kemudian kembali berutang, menambah pinjaman untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, anak sekolah, dan sebagainya,” ujarnya.
Meskipun jasa keuangan yang ditawarkan sesuai prinsip ajaran Islam, layanan ini ditawarkan kepada siapa pun, tanpa memandang ras atau agama yang dianut. Terbukti, sebagian anggota adalah umat non-Muslim.
”Sesuai dengan prinsip dan tujuan semula mendirikan BMT, kami memang ingin membantu kalangan pedagang kecil tanpa perlu mempersoalkan agama apa yang dianut,” ujarnya.
Sesuai dengan prinsip dan tujuan semula mendirikan BMT, kami memang ingin membantu kalangan pedagang kecil tanpa perlu mempersoalkan agama apa yang dianut.
Bermula dari masjid
Pendirian KSPPS BMT Beringharjo bermula dari kegiatan pengajian akbar yang dilakukan Corps Dakwah Pedesaan (CDP) bersama Republika di tahun 1992. Mursida dan Ninawati saat itu adalah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam CDP. Relasi dengan Republika ini terus berlanjut hingga akhirnya keduanya dilibatkan dalam pelatihan ekonomi syariah di Bogor pada 1994. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Yayasan Dompet Dhuafa Republika.
Pelatihan pun berlanjut dengan magang di salah satu bank perkreditan rakyat (BPR) syariah di Yogyakarta. Setelah itu, Mursida dan Ninawati mendapat tantangan untuk segera bergerak melakukan praktik memberikan layanan keuangan.
Dengan menggunakan dana wakaf sebesar Rp 1 juta, keduanya menyanggupi tantangan tersebut. Mereka lalu mengajak seorang teman akrab mereka, Nazny Yenny (54), untuk ikut bergabung membantu merintis pendirian BMT. Kegiatan ini dijalankan setelah ketiganya lulus kuliah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Tiga perempuan ini kemudian mencari lokasi pendirian kantor. Mereka mendapatkan salah satu ruang di Pasar Beringharjo sebagai kantor.
Uang Rp 1 juta tersebut langsung dipergunakan. Sebesar Rp 500.000 dipakai untuk keperluan kantor, seperti mencetak spanduk dan buku tabungan. Sisanya, Rp 500.000, digunakan sebagai modal untuk pemberian dana pinjaman.
Pinjaman pun ditawarkan dengan nilai relatif kecil. ”Ketika itu, kami memulai menawarkan dengan nominal Rp 25.000 per orang,” ujar Ninawati.
Mereka pun sepakat mencari anggota dengan melakukan sosialisasi tentang layanan jasa keuangan kepada orang-orang yang baru saja selesai melaksanakan shalat di masjid.
Bertujuan ingin menghilangkan cengkeraman rentenir, ketiganya pun sadar mereka harus belajar dari pakarnya. ”Kami sering mengamati, dan berbincang-bincang, berkomunikasi dengan para rentenir perihal aktivitas kerja, terutama bagaimana cara mereka mendekati para pedagang,” ujar Ninawati. Kendati demikian, upaya sosialisasi tetap dilakukan di masjid dan belum menjangkau hingga masuk pasar.
Kami sering mengamati dan berbincang-bincang, berkomunikasi dengan para rentenir perihal aktivitas kerja, terutama bagaimana cara mereka mendekati para pedagang.
Kegiatan operasional dilakukan dengan sarana prasarana seadanya. Sebagian alat tulis, misalnya, milik pribadi, dan memakai barang-barang pinjaman dari teman atau bahkan dari penjaga masjid.
Pada tahap awal, BMT Beringharjo memiliki 20 anggota. Para anggota tersebut membantu melakukan promosi dari mulut ke mulut sehingga jumlah anggota terus bertambah.
Seiring dengan penambahan anggota, BMT Beringharjo meningkatkan kualitas layanan dengan merekrut karyawan berlatar belakang pendidikan ekonomi. Kini, KSPPS BMT Beringharjo telah memiliki 212 karyawan. Sebanyak 80 orang di antaranya adalah tenaga pemasaran yang berhubungan langsung dan mengunjungi anggota setiap hari.
Melayani
Tahun 2001, Nazny Yenny meninggalkan Yogyakarta dan aktivitas di KSPPS BMT Beringharjo karena harus mengikuti suami yang berpindah tugas ke Pekanbaru, Riau.
Sementara Mursida dan Ninawati, yang juga bukan warga asli Yogyakarta, masih terus menjalankan aktivitas usaha hingga kini.
Mursida menuturkan, keinginan kuatnya menolong pedagang dari jeratan rentenir dilatarbelakangi kehidupannya sebagai anak salah satu pedagang di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Orangtuanya pernah terjerat rentenir, dan dia pernah melihat pengalaman buruk tetangganya yang kehilangan rumah karena tak mampu membayar pinjaman Rp 100.000 dari rentenir.
Ninawati juga menegaskan akan berkomitmen terus menjalankan usaha karena dirinya pernah beberapa kali melihat sendiri perlakuan kasar dari rentenir kepada para pedagang yang meminjam uang.
Mursida Rambe
Lahir: Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, 21 Oktober 1967
Pendidikan terakhir: S-1 Fakultas Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jabatan: Ketua KSPPS BMT Beringharjo
Ninawati
Lahir: Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, 4 April 1964
Pendidikan terakhir: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta