Sierli Natar, 30 Tahun Pelayanan untuk Pasien Kusta
Sierli memilih jalan pelayanan dengan merawat dan mendampingi pasien kusta, 30 tahun terakhir.
Bagi Sierli Natar, mengurus dan mendampingi penderita kusta bukan sekadar pekerjaan sebagai aparatur sipil negara. Baginya, ini adalah panggilan hati sekaligus pelayanan.
Hampir tak ada yang tak mengenal Sierli di Kompleks Kusta Jongaya, Makassar, Sulawesi Selatan. Bagi 700-an keluarga di kompleks ini, Sierli tak sekadar perawat. Lebih dari itu, dia adalah teman, ibu, dan sahabat bagi warga yang umumnya pasien ataupun penyintas kusta.
Lebih dari 30 tahun sebagai perawat sekaligus ASN Dinas Kesehatan Kota Makassar, tak sekali pun Sierli jenuh berurusan dengan penderita kusta. Bahkan saat pekerjaan ini tak memberinya banyak materi. Selama masa kerjanya, dia diberi satu kendaraan roda dua dinas dari pusat.
Andi Amin, salah satu tokoh masyarakat di Jongaya yang juga penyintas, mengakui betapa Sierli sangat tekun dan penuh kasih mengurusi para penderita kusta. ”Tak ada orang yang seperti dia. Tak ada jarak dan tak pernah bosan mengurusi kami. Orang melihat kami dengan stigma tapi dia menjadikan kami seperti keluarga,” katanya.
”Kalau orang tanya saya dapat apa puluhan tahun mengurusi penderita kusta, saya memang tak jadi kaya. Tuhan sudah memberi saya kemampuan dan pekerjaan sebagai perawat dan bagi saya itulah jalan melakukan pelayanan,” kata ibu tiga anak ini.
Panggilan hati dan pelayanan menjadi alasan Sierli menerima tawaran mengurusi penderita kusta di Jongaya pada tahun 1993. Dia diangkat sebagai perawat di RS Tenriawaru di Bone pada 1988. Tahun 1993 usai menikah, dia mengikuti suaminya pindah ke Makassar. Sejak 2006, Sierli masuk dinas kesehatan sebagai pengelola program TBC dan kusta sampai saat ini.
Di Makassar, pada awalnya dia ditempatkan di puskesmas di bilangan Jalan Cenderawasih. Saat itu dia banyak melayani pasien kusta yang datang berobat. Melihat kesungguhannya melayani pasien, dia pun ditawari untuk menangani penderita kusta di Jongaya di sebuah klinik khusus.
Banyaknya kasus pasien yang menjadi cacat karena kurang penanganan menjadi salah satu alasannya menerima tawaran tersebut. Selebihnya adalah kesempatan melakukan pelayanan.
”Banyak pasien yang bertanya kepada saya, mengapa saya mau mengurus mereka padahal saya Nasrani dan mereka hampir semua Muslim. Bagi saya, pelayanan itu tak memandang latar belakang apa pun dan agama. Tuhan beri saya kemampuan merawat dan itulah jalan bagi saya untuk melakukan pelayanan di jalan Tuhan,” katanya.
Dia beruntung karena keluarganya bisa menerima bahkan mendukung keputusannya. Hingga anak-anaknya lahir dan besar, mereka pun ikut mendukung.
Baca juga: Imelda Sulis Setiawati, Berjuang Mengangkat Derajat Perempuan Sumba
Di Jongaya, dia tak sekadar mengobati, tetapi aktif mencari warga yang menderita kusta tetapi tak mau melapor. Saat itu kusta yang dianggap sebagai guna-guna, kutukan, bahkan aib membuat banyak orang yang sudah bergejala memilih menyembunyikan penyakitnya. Sebagian berobat ke dukun.
”Padahal, mendeteksi sejak awal dan diobati adalah upaya mencegah kecacatan. Saya masuk ke sini karena ingin ikut menekan kasus kusta yang menjadi parah dan berujung cacat,” katanya.
Tidak sedikit keluarga yang menolak dan berang saat Sierli menyampaikan bahwa mereka mendapat gejala kusta. Beberapa kali dia dikejar anggota keluarga yang membawa parang dan mengusirnya. Namun, dia tak menyerah. Bagi dia, deteksi dini dan pengobatan lebih awal jauh lebih penting.
Percontohan nasional
Kompleks kusta Jongaya sudah ada sejak era kolonial. Saat itu Jongaya menjadi penampungan dan isolasi bagi penderita kusta. Dahulu, orang-orang bahkan menghindar untuk sekadar melintas di jalan depan kompleks. Jongaya menjadi tempat berkumpul senasib sepenanggungan penderita kusta dari sejumlah daerah, terutama yang terusir oleh keluarga dan lingkungan.
”Awal-awal saya masuk ke Jongaya, bahkan dari luar kompleks bau luka sudah tercium. Kadang saya bahkan mual. Saat itu kasus kusta memang parah. Saya bahkan sering mengobati pasien yang lukanya sudah berulat,” tuturnya.
Pernah suatu ketika dia nyaris menyerah saat begitu banyak menangani pasien yang menderita kusta basah dalam kondisi parah. Namun, setiap kali mengingat senyum pasien yang berhasil sembuh, seketika dia diliputi asa bahagia. Semangat kembali menyala.
Dalam perjalanan mengobati pasien, pada 2005 Sierli bersama sejumlah penyintas berinisiatif membentuk kelompok perawatan diri. Bagian penting kelompok ini adalah melatih pasien melakukan penyembuhan dengan cara murah dan mudah.
Pengobatan dilakukan dengan merendam kaki atau bagian yang luka dan mengeras. Saat kulit sudah mulai lunak, bagian kulit mati dioles minyak kelapa dan digosok batu apung. Ini membuat kulit mati terkelupas dan kulit baru tumbuh.
Metode ini membuat banyak pasien terhindar dari kecacatan atau kondisi yang menjadi makin parah. Pasien yang sudah diajarkan terapi ini biasanya dilatih lagi agar bisa mengajari kerabat atau tetangganya. Selebihnya mereka bisa melakukan perawatan sendiri di rumah.
Atas apa yang sudah dipraktikkan ini, Makassar akhirnya menjadi proyek percontohan penanganan kusta nasional. Klinik kelompok perawatan diri selalu menjadi tempat kunjungan dan pelatihan bagi perawat kusta dari berbagai rumah sakit di Indonesia.
Baca juga: Totalitas Melayani Anak-anak Istimewa
Sierli dan beberapa penyintas juga sering diundang ke sejumlah daerah untuk melakukan pelatihan, termasuk bagaimana melakukan sosialisasi dan menjaring orang yang terdeteksi menderita kusta.
”Ini salah satu yang saya syukuri. Mengurusi kusta bukan hanya membuat saya punya banyak saudara, melainkan juga bisa ke mana-mana berbagi pengalaman dan pengetahuan, katanya.
Kepada para pasien yang selalu meminta Sierli tetap mendampingi mereka, dia hanya meminta doa. ”Bapak, ibu, doakan saja saya selalu sehat agar tetap bisa mendampingi. Selama saya sehat, saya tak akan meninggalkan bapak ibu,” katanya, Jumat (8/3/2024) sore, saat akan berpisah dengan warga yang mendatanginya di klinik.
Sierli Natar
Lahir: Watampone, 26-9-1968
Pendidikan:
- SPK Depkes Ujung Pandang
- D-3 keperawatan Banta-Bantaeng
- S-1 Yapika
Organisasi/aktivitas:
- Anggota majelis jemaat GPIB Bukit Zaitun
- Anggota Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia
- Penasihat Permata Kita Makassar
- Anggota forum multisektor eliminasi TBC