logo Kompas.id
UtamaIbu Kota yang Tak Juga Siap...
Iklan

Ibu Kota yang Tak Juga Siap Menghadapi Banjir

Oleh
· 5 menit baca

Awan gelap menutupi langit Ibu Kota, Selasa (21/2) pagi. Hujan mengguyur sejak dini hari hingga menjelang siang. Jakarta kacau-balau. Banjir menggenangi permukiman warga, ruas-ruas jalan, dan rel kereta api. Sebagian warga yang hidup di daerah langganan banjir tak siap menghadapi bencana rutin itu. Di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, tepatnya di Kampung Kebon, warga masih berkegiatan seperti biasa pada Selasa pagi itu. Tepat pukul 05.00, petugas kebersihan, Amsir (50), meninggalkan rumahnya untuk berangkat bekerja layaknya yang ia lakukan setiap hari. Amsir tak menyangka, itu adalah saat terakhir berjumpa dengan istrinya, Novi Eka Meliana (31), yang juga ibu dari tiga anaknya, Reyhan (8), Risma (5), dan Risya (7 bulan).Tak berapa lama setelah kepergian Amsir, Kali Krukut yang mengalir di dekat kampungnya meluap. Warga setempat meyakini luapan Krukut kali ini lebih cepat dan lebih tinggi daripada biasanya. Novi dan tetangga-tetangganya buru-buru mengungsi ke Mushala Al Muhajirin di Jalan Kemang Raya, sekitar 1 kilometer dari rumahnya. Seusai memastikan tiga buah hatinya aman di mushala, Novi diduga kembali ke rumahnya. Lama dinanti, Novi tak jua kembali. Ternyata ibu muda itu tersengat kabel listrik di rumahnya hingga meninggal. Lamini (62), sesama warga Kampung Kebon, mengatakan, banjir sebenarnya sudah biasa melanda kawasan tersebut. Kali ini bahkan tidak sebesar banjir pada 2016. Namun, banjir kemarin tak diduga dan meninggi sangat cepat. Warga tak menyadari hujan lebat berjam-jam bisa memicu luapan Kali Krukut.Banjir di Jakarta kemarin turut menewaskan seorang remaja, Ikmal Lopery (14), warga Kalideres, Jakarta Barat, serta menenggelamkan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Pegangsaan Dua, Jakarta Utara, Deni (45). Sampai berita ini ditulis, Deni belum ditemukan. Petugas PPSU itu diduga terpeleset saat melaju mengendarai sepeda motor di Saluran Penghubung Betik, Rawa Sengon. Di Kalideres, di Kali Mookervart di ruas Kampung Duri, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, Ikmal Lopery tenggelam saat bermain-main di pinggir Kali Mookervart yang nyaris meluap ke Jalan Raya Daan Mogot. Ia lalu terseret arus dan ditemukan meninggal pada pukul 14.45.Di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, banjir dari luapan Kali Sunter yang sudah berlangsung tiga hari membesar dan meluas. Banjir dari luapan Kali Sunter ini diperparah karena Kalimalang turut meluap hingga 2 meter. Banjir juga meluas di Cipinang Indah dan Cipinang Muara. Sekitar 1.000 keluarga terdampak banjir di bantaran Kali Sunter ini. Jumlah pengungsi pun terus bertambah.Pengurus Posko RW 003 Cipinang Melayu, Esther Sandina, mengatakan, banjir yang melanda sejak Minggu meluas dari lima RT di RW 003 menjadi sembilan RT pada Selasa. "Minggu dan Senin ada sekitar 200 keluarga mengungsi, sekarang bertambah menjadi 533 keluarga," katanya.Para pengungsi kekurangan air bersih, selimut, popok dan susu bayi, serta beberapa perlengkapan lain. Padahal, banjir besar lekat dengan kawasan ini sejak belasan tahun silam. Sistem peringatan dini telah diterapkan. Namun, tetap saja, saat bencana menerjang, tak semua kebutuhan pengungsi tercukupi dengan cepat.Nyaris lumpuhBanjir juga membuat aktivitas pagi Ibu Kota tersendat, nyaris lumpuh. Layanan transportasi massal terganggu, beberapa titik jalan raya dan jalan tol tergenang banjir. Banyak warga tak bisa bersekolah juga terlambat datang ke kantor, bahkan tidak bisa bekerja karena takut terjebak banjir dan kemacetan.Diah Wahyuningsih (30), warga Condet, Kramatjati, Jakarta Timur, nekat menerjang hujan deras saat akan berangkat ke kantornya di Jalan Sudirman, Selasa pagi. Setelah basah kuyup dalam perjalanan ke Stasiun Kalibata, ia harus menunggu kereta cukup lama karena ada gangguan persinyalan. "Perjalanan dari rumah ke kantor biasanya satu jam. Hari ini jadi dua jam lebih," ujarnya.Banyak rekan kerja Diah, terutama yang tinggal di Bekasi, Tangerang, dan Tangerang Selatan, juga terlambat masuk kerja. "Kacau memang situasi hari ini. Angkutan umum terhambat, yang naik kendaraan pribadi pun macet di tol dan jalan raya," ujarnya. Gangguan perjalanan KRL membuat ratusan bahkan ribuan penumpang telantar. Di Stasiun Manggarai air masuk ke terowongan untuk pejalan kaki. ?Senior Manager Corporate Communication PT KCJ Eva Chairunissa mengatakan, lintas KRL terputus sejak pukul 06.00. Penyebabnya Stasiun Kampung Bandan, Jakarta Kota, Tebet, Kalideres, dan Rawa Buaya tergenang. Jadwal transjakarta pun terganggu sampai delapan jam. Menurut Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Sigit Widjamoko, gangguan terjadi di tiga koridor, yakni Koridor 5 (Kampung Melayu-Ancol); Koridor 4 (Pulogadung-Dukuh Atas); dan Koridor 10 (Tanjung Priok-Cililitan). Jalur transjakarta sebagian terendam air. Penanganan yang sesuaiAntisipasi menyeluruh, mulai dari sistem peringatan dini di semua daerah aliran sungai serta sistem manajemen transportasi publik hingga kesiapsiagaan menangani bencana, masih jadi pekerjaan rumah pemerintah pusat dan DKI. Selain masalah itu, pengamat perkotaan Nirwono Yoga mengungkapkan, dirinya melihat ada beberapa penyebab banjir Jakarta. Pertama, banjir lokal yang terjadi tidak rata akibat daerah resapan berkurang dan saluran air tidak berfungsi baik.Kedua, kenaikan permukaan air laut saat pasang bisa memicu rob di pantai utara Jakarta. Ketiga, banjir juga bisa terjadi akibat air kiriman dari daerah hulu yang diguyur hujan deras. Ketiga faktor itu pun bisa terjadi bersamaan dan memicu banjir dahsyat. Penting bagi pemerintah pusat ataupun DKI, lanjut Nirwono, melakukan beberapa upaya mengatasi tiga tipe banjir itu. Rehabilitasi seluruh saluran air tersier, sekunder, juga primer untuk terhubung dengan baik, bebas sampah dan lumpur, serta tertata jaringan utilitas perlu dilakukan bertahap.Peran aktif warga pun wajib ditumbuhkan karena banjir tak akan selesai hanya dengan proyek infrastruktur fisik. Perilaku warga, seperti buang sampah pada tempatnya, juga sigap tanggap bencana mesti dipupuk. "Pemerintah juga perlu menaturalisasi seluruh sungai dan anak sungai," kata Nirwono. Pembetonan, menurut dia, tak selalu bisa jadi solusi. Tetapi, penataan sungai serta revitalisasi situ dan waduk dengan konstruksi ramah lingkungan akan menjadi jawaban pengendalian banjir jangka panjang. Ya, memang sudah tidak tepat lagi jika kota yang akrab dengan banjir sejak berabad silam ini selalu gagap saat bencana tersebut datang bertandang. (DEA/IRE/JOG/WIN/HLN/ART/NEL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000