Sebelum laga, stadion markas skuad berjuluk ”Rubah” itu merona. Di tribune di belakang gawang terbentang spanduk raksasa, ”Mari Lepaskan Anjing-anjing Perang”. Ungkapan ikonik Kaisar Romawi Julius Caesar yang diperankan dramawan Inggris, William Shakespeare, itu mengawali laga historik di bawah kendali Craig Shakespeare, Pelatih Leicester.
Jamie Vardy dan kawan-kawan kembali tampil seperti gladiator, tak kenal takut dan gigih. Permainan mereka dinaungi spanduk besar di tribune atas, ”Tak Gentar Selamanya”.
Ya, spirit itulah yang mengantar Leicester menjadi juara Liga Inggris musim lalu bersama Claudio ”Tinkerman” Ranieri. Pelatih asal Italia itu telah dipecat 21 hari lalu karena Leicester di bibir jurang degradasi Liga Inggris.
Pemecatan Ranieri yang dinilai brutal, ditambah ”perjudian” menunjuk sang asisten Craig Shakespeare sebagai pelatih sementara, diyakini menjadi akhir ”dongeng” indah Sang Rubah.
Namun, akhir tragedi belum menyambangi Leicester. Setelah terseok-seok selama tujuh bulan bersama Ranieri, Leicester perlahan bangkit bersama Shakespeare. Mereka melibas Liverpool dan Hull dengan skor meyakinkan, 3-1, di Liga Inggris.
Kebangkitan Leicester diteguhkan dengan kemenangan 2-0 atas Sevilla pada laga kedua babak 16 besar Liga Champions. Dengan kemenangan itu, Leicester memperpanjang dongeng tentang tim kecil yang menembus sekat-sekat kemustahilan di dunia sepak bola.
Sang Rubah kembali melejit bermodal anggaran belanja pemain Rp 705 miliar atau seperempat dari anggaran belanja pemain klub Manchester United yang mencapai Rp 2,632 triliun pada musim 2016-2017 ini.
Leicester belum selesai menciptakan keajaiban. Pekan ini mereka menorehkan sejarah dengan menembus babak delapan besar Liga Champions untuk pertama kalinya berkat keunggulan agregat gol 3-2 atas Sevilla.
Semangat juang Leicester untuk lepas dari krisis inilah yang membuat kiper Juventus, Gianluigi Buffon, enggan bertemu mereka di perempat final.
”Siapa yang tidak ingin saya lawan? Leicester. Sebab, mereka tim berbahaya dan penuh gairah yang bisa menyebabkan masalah bagi lawan-lawan yang mengambil inisiatif (menyerang),” ujar Buffon, dikutip Sky Sports.
Ucapan kiper legendaris itu tergambar di laga Leicester melawan Sevilla. Skuad asuhan pelatih top Jorge Sampaoli itu mengambil inisiatif menyerang sehingga meninggalkan lini belakang terbuka. Sevilla terjerat jebakan Sang Rubah.
Sevilla terluka oleh senjata mematikan Sang Rubah, yaitu serangan balik. Serangan balasan itu berbuah gol pada menit ke-27 setelah Wes Morgan mengubah umpan silang Riyad Mahrez menjadi gol pertama. Leicester memastikan kemenangan 2-0 melalui gol Marc Albrighton pada menit ke-54.
”Luar biasa. Saya tidak memercayainya. Kami adalah pendatang di Liga Champions. Kami tidak berharap dapat melaju sejauh ini,” kata Wes Morgan.
Meski Morgan dan Albrighton yang mencetak gol, kiper Kasper Schmeichel menjadi pahlawan bagi Leicester. Kasper membuktikan dirinya layak menyandang nama Schmeichel, seperti Peter Schmeichel, ayahnya, yang menjadi kiper legendaris Manchester United.
Kasper mementahkan peluang emas Samir Nasri dan menahan tendangan penalti Steven N’Zonzi untuk membuat gawang Leicester aman dari gol. Kasper tampil brilian, sama seperti saat menghentikan penalti Joaquin Correa di laga pertama.
”Ini masalah kepercayaan diri. Kami tampil lepas dan bermain seperti musim lalu. Malam ini luar biasa,” kata Kasper.
Kepercayaan diri kini menyusup ke sudut-sudut terdalam skuad Leicester. Motivasi mereka berkobar dan tak gentar melawan tim-tim raksasa di perempat final. Saat undian, mereka ada dalam satu stoples dengan Barcelona, Real Madrid, Bayern Muenchen, Borussia Dortmund, Juventus, dan dua tim yang lolos Kamis dini hari WIB tadi.
”Kami akan hadapi siapa pun yang datang,” tegas Morgan.
Leicester kembali menjadi tim yang menakutkan bersama Shakespeare yang telah delapan tahun bersama tim. Ia sangat mengenal karakter anak asuhnya dan bisa membaca apa yang mereka butuhkan. Pelatih berusia 53 tahun itu berhasil mendorong para pemain menemukan spirit saat menjuarai Liga Inggris.