JAKARTA, KOMPAS — Morgan Stanley memperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tujuh kali pada tahun ini dan tahun depan. Tidak semua tindakan pengetatan The Fed akan menimbulkan dampak yang sama. Dua siklus pengetatan pada 2004-2006 dan 2013-2014 memiliki dampak berbeda.
Pada pengetatan 2004-2006 memperlihatkan pengetatan The Fed lebih bersahabat bagi perekonomian di kawasan negara yang pasarnya tengah berkembang seperti Asia Tenggara. Situasi ketika itu adalah tekanan terhadap pendanaan eksternal terbatas karena sudah ada perbaikan dari neraca setelah krisis finansial. Dengan kata lain, negara-negara tersebut tidak bergantung pada pendanaan asing untuk membiayai permintaan domestik. Ekspor mengalir lancar ke negara maju.
Pada pengetatan 2013-2014 terdapat perbedaan situasi, yaitu ada tekanan pendanaan karena neraca berjalan beberapa negara melemah, bahkan ada yang mengalami defisit. Sementara itu, ekspor pun melemah. Pada Mei 2013, The Fed mengumumkan akan menghentikan pembelian obligasinya. Penghentian pembelian itu dimulai Januari 2014 dan benar-benar dihentikan pada Oktober 2014. Ketika itu, suku bunga tidak berubah, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik sebesar 140 basis poin pada akhir April 2013 hingga mencapai puncaknya 3 persen pada akhir Desember 2013 sebelum pemangkasan benar-benar dimulai. Sementara itu, imbal hasil riil naik 100 basis poin menjadi 1,5 persen dalam periode delapan bulan yang sama.
”Kami berpendapat, pengetatan pada 2017-2018 ini akan berada di antara dua siklus terdahulu. Kenaikan suku bunga The Fed akan berpengaruh buruk terhadap negara di ASEAN, sementara ketimpangan eksternal Korea dan Taiwan sudah menyempit dan bagi beberapa negara yang mengalami defisit, perbedaan suku bunga riil semakin tinggi,” kata analis Morgan Stanley, Tan Deyi, dan rekan-rekan dalam laporan yang dikeluarkan akhir pekan lalu.
Perbaikan fundamental di negara-negara berkembang akan membantu menghadapi pengetatan The Fed. Momentum ekspor memang terlihat membaik dibandingkan dengan 2013-2014, tetapi tampaknya belum setara dengan kekuatan pada tahun 2004-2006. Ada beberapa faktor yang masih akan menentukan besar dampak pengetatan The Fed ini di negara berkembang.
Empat kali
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardhana, mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed itu sudah diperkirakan pasar. Mereka memperkirakan ada empat kali kenaikan pada tahun ini dan dengan adanya sinyal yang lebih lunak dari The Fed, median perkiraan kenaikan tiga kali pun masih belum berubah. ”Hasilnya, indeks dollar AS melemah dan arus dana mengalir ke mana-mana, termasuk ke negara berkembang,” kata Wisnu.
Aliran dana asing semakin deras masuk ke bursa saham dalam satu pekan terakhir. Kapitalisasi bursa mencapai rekor tertinggi, menjadi Rp 6.018 triliun, seiring dengan kenaikan IHSG yang mencapai level tertinggi, yakni 5.540, akhir pekan lalu.
Rata-rata nilai transaksi pada pekan ini juga naik signifikan, sebesar 46,4 persen menjadi Rp 9,17 triliun dari Rp 6,26 triliun pada pekan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi harian juga meningkat 27,6 persen menjadi 14,4 miliar saham. (JOE)