SAMARINDA, KOMPAS — Penelusuran kasus pungutan liar di Terminal Peti Kemas Palaran, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, terus berlanjut. Polisi menyita sejumlah aset dari satu tersangka, antara lain deposito senilai ratusan miliar rupiah, serta beberapa mobil, rumah, dan tanah. Surat Keputusan Wali Kota Samarinda terkait parkir pelabuhan juga dipertanyakan.
Kepala Kepolisian Daerah Kaltim Inspektur Jenderal Safaruddin, Senin (20/3), mengatakan, dari seorang tersangka, yakni DHW selaku Sekretaris Koperasi Samudera Sejahtera (Komura), disita 5 rumah, 9 mobil mewah, dan 2 bidang tanah di Samarinda. Polisi juga menyita deposito bernilai ratusan miliar dari DHW dan terus mendalami peran DHW karena semua aliran dana ke Komura memakai nama DHW dan rekeningnya.
Sebenarnya, ketika bongkar muat sudah memakai tenaga mesin, tidak diperlukan lagi buruh. Akan tetapi, di sini, dalam satu kru yang bekerja 8 jam, bisa ada 30 orang. Komura beralasan harus ada kompensasi, ada jatah, ketika mesin mengganti tenaga buruh. ”Komura memaksa pengguna jasa seperti untuk perusahaan sawit dan batubara. Kami akan cari tahu siapa yang membekingi Komura,” kata Safaruddin.
Menurut keterangan salah satu saksi, perusahaan batubara, harus menyetor minimal Rp 3 miliar per bulan ke Komura.
”Ini baru satu perusahaan, padahal ada ratusan perusahaan batubara dan sawit yang mengapalkan minyak sawit. Koperasi (Komura) ini tidak bekerja, tetapi menarik uang dari perusahaan. Karena itu, kami mengimbau perusahaan yang dirugikan Komura segera melapor,” kata Safaruddin.
Saat operasi tangkap tangan di kantor Komura Samarinda, Jumat pekan lalu, Bareskrim Polri dan Polda Kaltim menyita uang Rp 6,1 miliar yang diduga kuat sebagai hasil pungutan liar. Untuk kontainer ukuran 20 feet, misalnya, Komura menarik uang Rp 180.000. Sejauh ini, polisi telah memeriksa 26 orang, termasuk sejumlah oknum dari ormas pemuda di Samarinda.
Selain DHW, dua tersangka lainnya adalah HS selaku Ketua Koperasi Serba Usaha Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) Samarinda dan NA selaku manajer lapangan PDIB Samarinda. Sampai hari Senin petang, HS dinyatakan masih buron.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Ade Yaya Suryana sempat menyebut bahwa HS sudah tertangkap. Polisi memastikan jumlah tersangka akan bertambah.
Menentukan tarif
Safaruddin mengatakan, NA berperan menentukan tarif retribusi Rp 20.000 per kendaraan di areal jalan masuk menuju Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran, sedangkan HS menikmati uang pungutan. Jika ditarik ke Surat Keputusan Wali Kota Samarinda, Koperasi Serba Usaha PDIB Samarinda adalah pihak pengelola parkir di TPK Palaran, juga yang menentukan tarif.
Ada dugaan SK tersebut malah menjadi landasan oknum-oknum PDIB mengutip uang di jalan. Karena itulah, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Polisi mempertanyakan SK Nomor 551.21/II/2016 tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas (Bukuan) Palaran atas nama Koperasi Serba Usaha PDIB Samarinda itu.
Meski Jaang sudah mencabut SK itu, Minggu (19/3), polisi tetap akan menelusurinya. ”SK itu untuk parkir, dan bukan untuk landasan PDIB mengutip di jalan. Tetapi, kok, wali kota mengeluarkan SK untuk memungut parkir? Urusan parkir, kan, semestinya peraturan daerah (perda) karena ini termasuk retribusi yang harus disetujui DPRD,” kata Safaruddin.
Jaang mengutarakan, kerja sama pengelolaan parkir antara pemkot dan koperasi ormas dibolehkan. Tidak ada yang salah dengan SK ini. Namun, karena ada operasi tangkap tangan tersebut, Jaang tidak ingin SK ini menjadi beban. Selain itu, proses keluarnya SK ini juga berkaitan dengan persoalan internal Jaang dengan stafnya. Atas pertimbangan itulah, SK tersebut dicabut.
Seperti diketahui, PDIB Samarinda awalnya mengirim surat penawaran pengelolaan dan tarif parkir di TPK Palaran kepada Dinas Perhubungan Samarinda. Surat ditindaklanjuti dinas pendapatan daerah. Saat itu hanya ormas tersebut yang mengajukan penawaran karena memiliki aset lahan. ”Saya ingin tahu beberapa hal, antara lain mengapa sehari sesudah saya berhenti (menjabat), besoknya surat (PDIB) masuk. Saya hanya dapat ujungnya,” ucap Jaang.
Jaang meletakkan jabatannya pada periode pertama 23 November 2015, tetapi surat penawaran PDIB dimasukkan 24 November 2015. Ia dilantik sebagai wali kota periode kedua pada 10 Februari 2016, dan seminggu kemudian SK tersebut keluar.
Dalam SK disebutkan bahwa tarif parkir untuk tronton dan truk Rp 18.000 dan Rp 5.000 untuk sekali parkir. Jaang tidak mengerti kaitan ini dengan temuan polisi, yang menyebut ada pungli oleh oknum PDIB di jalan masuk ke TPK Palaran Rp 20.000 untuk satu kendaraan.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.