Pemerintah Berikan Keadilan
Aturan itu, ujar Budi, memberikan kepastian hukum bagi keberadaan angkutan berbasis daring di Indonesia. Selain itu, juga untuk melindungi angkutan konvensional dari dominasi berlebihan angkutan aplikasi. Aturan ini resmi berlaku pada 1 April 2017.
Meski demikian, pemerintah akan memberikan toleransi sekitar tiga bulan kepada penyedia angkutan berbasis aplikasi. Misalnya, mengenai surat tanda nomor kendaraan yang wajib atas nama badan hukum, pengujian kendaraan bermotor secara berkala, dan surat izin mengemudi khusus angkutan umum.
Selain itu, penentuan tarif harus melalui kesepakatan dengan pemerintah daerah, penyedia layanan angkutan, dan polda. Mengenai penentuan tarif, menyesuaikan kesiapan setiap daerah.
”Selama masa penyesuaian, kami meminta pemda dan polda tidak menerapkan langsung penegakan hukum kepada angkutan aplikasi,” kata Budi.
Sebuah keniscayaan
Rudiantara menambahkan, pelarangan teknologi digital adalah sebuah keniscayaan sehingga pemerintah hadir melalui Permenhub No 32/2016 untuk mencegah dinamika yang terjadi selama ini. Aturan itu, katanya, mengizinkan kehadiran angkutan berbasis aplikasi. Namun, angkutan tersebut perlu ditata agar pemanfaatan teknologi digital bisa dirasakan masyarakat secara maksimal dan tidak merugikan angkutan konvensional yang telah lebih dahulu beroperasi.
Dalam upaya menghindari kesalahpahaman terhadap pemberlakuan Permenhub No 32/2016, pemerintah meningkatkan sosialisasi. Langkah itu dilakukan terutama di daerah yang berpotensi terjadi gejolak, seperti Jakarta dan sekitarnya, Bandung (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), dan Semarang (Jawa Tengah).
Sosialisasi itu akan dilakukan oleh forum konsultasi yang dipimpin kepala kepolisian daerah dengan bantuan dinas perhubungan di setiap daerah. Tito menuturkan, dialog yang lebih intens akan dilakukan oleh polda kepada penyedia angkutan konvensional dan aplikasi. Harapannya, ketika Permenhub No 32/2016 resmi dijalankan, tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan.
”Saya perintahkan jajaran di wilayah untuk proaktif membangun komunikasi dengan angkutan konvensional dan aplikasi. Duduk bersama dengan pemerintah daerah untuk mencegah gejolak,” ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Driver Online (ADO) mengapresiasi revisi Permenhub No 32/2016. Beberapa poin perubahan yang diapresiasi di antaranya penerapan batas tarif atas dan bawah serta penerapan kuota perekrutan pengemudi daring.
”Kami melihat ada banyak demo penolakan di daerah-daerah karena taksi daring belum ada payung hukumnya. Soal tarif ini memang pengusaha daring jorjoran, terutama saat promosi,” ujar Yansen, perwakilan ADO.
Menurut Yansen, salah satu yang menjadi pemicu konflik di lapangan adalah perang tarif yang sangat murah. Aturan soal tarif atas dan bawah diharapkan memberikan kepastian hukum bagi pengemudi.
Selain itu, perekrutan pengemudi daring yang tidak dibatasi juga membuat persaingan tidak sehat. Anggota Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) harus bersaing dengan pemilik rental dan pemilik kendaraan pribadi.
”Kami berharap aturan itu segera disahkan dan berlaku secepatnya,” kata Yansen.
Situasi kondusif
Sementara itu, situasi di Kota dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemarin, relatif kondusif meski sebagian besar angkutan perkotaan (angkot) di dua wilayah itu tidak beroperasi dari pagi hingga siang. Puluhan mobil milik polisi, tentara, dan satuan polisi pamong praja dioperasikan untuk membantu warga ke tempat tujuan.
Sementara itu, dari Palu, Sulawesi Tengah, dilaporkan, sekitar 100 sopir yang tergabung dalam Asosiasi Sopir Angkot Palu (ASAP) berunjuk rasa di kantor DPRD Kota Palu, Selasa (21/3). Mereka memprotes beroperasinya angkutan antar-jemput yang tidak masuk ke terminal pada pukul 21.00-06.00 Wita. Para sopir mengklaim pendapatannya turun drastis karena tak kebagian penumpang.
Pengunjuk rasa berorasi di depan kantor DPRD Kota Palu selama dua jam. Kepada Wakil Ketua DPRD Kota Palu Arfandy Sayuti, mereka meminta Kadis Perhubungan Kota Palu Setyo Susanto dihadirkan. Setyo pun hadir atas permintaan Arfandy.
Dalam dialog di salah satu ruang pertemuan DPRD, Ketua ASAP Astaman menyatakan, masalah angkutan antar-jemput tidak pernah diselesaikan dengan baik. ”Tarik-menarik kepentingan selalu membayangi. Kami selalu dirugikan. Kapan masalah ini bisa selesai dengan baik,” tuturnya, Selasa.