Jet-jet Tempur Padati Lalu Lintas Udara di Suriah, Bagaimana agar Tidak Tabrakan?
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
KAPAL INDUK USS GEORGE HW BUSH, JUMAT — Sejak Rusia terlibat langsung dalam konflik di Suriah melalui serangan udara, mulai 30 September 2015, lalu lintas udara di Suriah sangat padat dengan jet-jet tempur. Jet-jet tempur dari koalisi pimpinan Amerika Serikat, Turki, Rusia, Suriah, dan kadang-kadang jet-jet tempur Israel memadati wilayah udara Suriah untuk menggempur target masing-masing.
Letnan Kolonel William Vuillet, salah satu pilot jet tempur F-18 Amerika Serikat (AS) yang berbasis di Kapal Induk USS George HW Bush, memuji petugas menara kontrol lalu lintas udara AS di Pangkalan Udara al-Udeid, Qatar, dalam memandu pilot-pilot jet tempur AS. Selain itu, pejabat militer AS juga selalu berkomunikasi dengan pasukan Rusia untuk memastikan tidak ada insiden.
”Ada beberapa upaya mencegah konflik dari segi penentuan waktu, mencegah konflik dengan ketinggian,” kata Vuillet kepada kantor berita Associated Press dalam wawancara di atas Kapal Induk USS George HW Bush, yang mulai pekan ini memasuki Teluk Persia dalam misi menunjang serangan pasukan koalisi AS.
”Ada juga struktur komando dan kontrol yang berjalan setiap saat, yang memungkinkan kami selalu berkomunikasi, yang memberi peringatan secara tepat waktu mengenai keberadaan pesawat lain yang sedang terbang,” lanjut Vuillet.
Vuillet (33), yang sebelumnya pernah ditugaskan dalam misi tempur di Afganistan, menerbangkan jet tempur F-18 dengan kode panggilan ”Vieter”. Ia dan jet tempur F-18 yang dipilotinya bersiaga di hanggar Kapal Induk USS George HW Bush. Kapal induk bertenaga nuklir pengangkut jet-jet tempur itu pekan ini memasuki Teluk Persia setelah meninggalkan markasnya di Norfolk, Virginia, AS.
Sejak Februari lalu, saat melewati Laut Tengah, kapal induk itu menjadi salah satu basis pasukan koalisi melancarkan serangan udara terhadap milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Kapal induk berkelas Nimitz itu bakal kembali memulai serangan dalam beberapa hari ke depan.
Banyak jet tempur untuk melancarkan serangan itu berasal dari Misi Tempur Skuadron 37, satuan tempat Vuillet bergabung. Skuadron tersebut biasanya bermarkas di Pangkalan Udara Oceana Angkatan Laut AS di Virginia Beach, Virginia. Vuillet dan para pilot pasukan koalisi lainnya bakal menjalani misi tempur melawan NIIS yang wilayah udara yang sangat padat di Suriah.
Selain dipadati jet-jet tempur koalisi pimpinan AS, wilayah udara Suriah juga sangat sibuk dengan misi tempur yang dijalani jet-jet Rusia dan Suriah melawan pasukan oposisi yang ingin menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Jet-jet tempur Turki juga memadati wilayah udara Suriah untuk melindungi kelompok-kelompok oposisi di Suriah utara.
Wilayah udara Suriah semakin hiruk-pikuk dengan kehadiran sesekali jet-jet tempur Israel yang menjalankan misi tempur di negeri itu untuk mencegah jatuhnya senjata-senjata canggih ke kelompok Hezbollah pro-Iran, salah satu kekuatan pendukung Assad.
Airwars, lembaga yang berkantor di London dan memantau serangan udara terhadap NIIS di Irak dan Suriah mencatat, lebih dari 7.500 serangan udara dari 19.000 serangan udara koalisi AS berlangsung di Suriah.
Gesekan di udara
Vuillet mengatakan, misi tempur melawan NIIS menghadirkan tantangan berbeda dari misi serupa melawan kelompok militan Al Qaeda. Menurut dia, penggunaan pesawat-pesawat nirawak dalam beberapa kesempatan mengakibatkan insiden papasan antara jet tempur dan pesawat nirawak.
”Dalam pesawat yang diterbangkan oleh pilot dengan alat kendali jarak jauh, jelas tidak ada kru di dalam pesawat. Jadi, pilot pesawat nirawak tidak mempunyai pandangan keluar sejelas yang kami alami,” kata Vuillet. ”Jadi, kadang-kadang terjadi kami berpapasan dengan pesawat-pesawat nirawak itu.”
Meski telah dikoordinasikan melalui saluran komunikasi antar militer negara-negara yang terlibat dalam konflik Suriah, insiden papasan antar pesawat tempur dalam jarak cukup dekat pernah terjadi. Akhir Oktober 2016, seperti dilaporkan CNN, pejabat Pentagon AS mengungkapkan, sebuah jet tempur Rusia terbang dalam jarak sangat dekat (sekitar kurang dari 800 meter) dengan pesawat militer AS di Suriah.
Insiden itu terjadi pada malam hari, 17 Oktober 2016. Letnan Jenderal Jeffrey Harrigian dari Angkatan Udara AS melukiskan insiden itu ”kejadian yang nyaris berakibat tabrakan”.
Militer AS menyebutkan, saat itu pilot AS telah berusaha mengontak pilot Rusia. Namun, pilot Rusia tidak memberi respons. Keesokan harinya, pejabat AS yang bisa berbahasa Rusia menghubungi pejabat militer Rusia. Pejabat Rusia itu mengatakan, pilot Rusia tidak menyadari terjadinya insiden tersebut.
Gesekan antarjet tempur paling menggemparkan terkait konflik Suriah, yakni insiden penembakan jet tempur Su-24 Rusia oleh jet tempur F-16 Turki di area perbatasan Turki dan Suriah, 24 November 2015. Turki beralasan, mereka menembak jet Rusia karena jet itu dianggap masuk wilayah Turki. Rusia membantah hal itu dan menyatakan jet tempurnya berada di wilayah Suriah. (AP)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.