”Teknisnya akan dilaksanakan Dinas Kehutanan Sulteng melalui Unit Pelaksana Teknis Tahura (Taman Hutan Raya),” kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola menjawab soal pertambangan emas tanpa izin (PETI) Poboya, Kamis (23/3). Namun, Longki tidak merinci waktunya.
PETI Poboya, yang beroperasi sejak 2009 dan merambah sekitar 50 hektar Tahura Sulteng, berkali-kali diwacanakan untuk ditutup. Pengolahan emas di PETI, sekitar 15 kilometer arah timur Palu, menggunakan merkuri untuk memisahkan bijih emas dari material lain. Penelitian Yayasan Bali Fokus menunjukkan, paparan merkuri telah masuk ke tubuh manusia (rambut) dengan level 0,82 per part million (ppm) hingga 13,3 ppm, jauh melebihi standar kesehatan 0,58 ppm.
Perambahan hutan di hulu Sungai Pondo juga berkontribusi terhadap banjir akibat meluapnya sungai yang membelah Palu bagian timur itu. Tahun lalu, dua kali luapan sungai melanda permukiman warga di Kelurahan Talise. Longki mengatakan, Pemprov berkali-kali menyurati Pemerintah Kota Palu dan kepolisian untuk penertiban PETI Poboya.
Terkait penutupan PETI, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto menyatakan, kepolisian menanti koordinasi teknis dengan berbagai pihak.
Tambang rakyat
Pemprov Kalimantan Tengah akan membentuk lokasi pertambangan rakyat di setiap kabupaten. Menurut Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, Kamis, ia telah menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait perizinan pertambangan rakyat.
Sugianto menyesalkan maraknya petambang ilegal yang merusak lingkungan. Namun, hal itu dilema karena petambang ilegal sebagian besar adalah masyarakat miskin. ”Kalau sudah ada izin kementerian terkait, saya minta bupati di setiap kabupaten untuk menyiapkan lokasi pertambangan,” katanya.
Sugianto meminta penegak hukum mengusut tuntas kasus penambangan ilegal yang memakai alat berat. Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalteng Ermal Subhan, modus pertambangan ilegal seperti itu dipelihara oleh pemodal besar. Polres Kapuas juga telah menyita tiga ekskavator serta menahan empat operator alat berat dan teknisi, Jumat lalu. Mereka ditangkap saat menambang di Sei Murui, Kabupaten Kapuas, Kalteng.
Terkait dengan penambangan liar di wilayahnya, Ketua DPRD Maluku Edwin A Huwae, yang dihubungi di Ambon, menyebutkan, ”Ada oknum yang mengambil untung dalam penambangan liar. Pemerintah daerah yang didukung aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, tidak usah takut. Proses hukum saja mereka yang terbukti mengambil untung di lokasi tambang liar.”
Edwin menduga ada oknum tertentu yang memodali petambang yang umumnya datang dari luar daerah. Penambangan di Gunung Botak pertama kali beroperasi pada Oktober 2011 dan ditutup November 2015. Namun, akhir 2016, petambang kembali berdatangan sampai sekitar 2.000 orang. Pekan lalu, lokasi itu kembali ditutup. Kawasan Gogorea ditutup pada 2015. Sementara tambang liar di Gunung Nona masih beroperasi dan mencemari sekitar 326 hektar sawah di Desa Grandeng, Kecamatan Lolongguba.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan telah mengirim surat kepada pemprov, pemkab, dan pemkot agar memperhatikan pertambangan rakyat terkait pemakaian merkuri. Pelarangan penggunaan merkuri juga diterapkan dalam proses perizinan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Apabila perusahaan menggunakan merkuri dalam pengolahan, KLHK akan menolak permohonan itu.
Terkait kerusakan hutan lindung akibat kegiatan pertambangan, ia mengatakan, pendekatan dan konsistensi pemda menjadi kunci penyelesaian di lapangan. Adapun bagi kegiatan pertambangan tanpa izin yang merusak kawasan hutan negara, pihaknya sedang memikirkan solusi perhutanan sosial. (VDL/IDO/FRN/DRI/RAM/ICH)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.