GIJON, SABTU — Upaya Julen Lopetegui membangun kembali tim nasional Spanyol dari sisa-sisa kejayaan membuahkan hasil positif. Racikan pelatih Spanyol itu, yang memadukan senior-yunior di tim, membuat ”La Furia Roja” menjadi salah satu tim paling trengginas di Eropa saat ini.
La Furia Roja, julukan timnas sepak bola Spanyol, melumat Israel 4-1 di laga Grup G kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018 zona Eropa, Sabtu (25/3) dini hari WIB. Mereka masih memuncaki Grup G berkat produktivitas 19 gol dari lima laga.
Spanyol, yang hancur di Piala Dunia Brasil 2014 dan tersingkir dini di Piala Eropa Perancis 2016, kini kembali menjelma tim yang ditakuti. Koleksi 19 gol atau rata-rata 3,8 gol per laga itu hanya mampu dilewati Belgia, tim yang sempat menempati peringkat pertama FIFA tahun lalu.
”Rodillo Rojo (La Roja Menggelinding). Spanyol Kini Superior”, bunyi judul halaman utama koran olahraga Spanyol, Mundo Deportivo, merespons positif perkembangan La Furia Roja kini.
Sebelum dipegang Lopetegui, La Furia Roja di bawah asuhan pelatih Vicente del Bosque acap kali terlihat lamban dan frustrasi saat menghadapi tim-tim dengan pertahanan rapat seperti Israel. Tak ayal, Spanyol disingkirkan Italia di fase 16 besar Piala Eropa 2016. Mereka juga pernah hancur 1-5 akibat dipukul serangan balik Belanda di Piala Dunia 2014. Itulah yang menandai berakhirnya era emas La Furia Roja.
Namun, Spanyol di rezim Lopetegui lebih memiliki keseimbangan, baik saat menyerang maupun bertahan. Mereka tidak gampang frustrasi dan terkena serangan balik saat menghadapi tim dengan garis pertahanan rendah seperti Israel.
Spanyol belum pernah kalah di tujuh laga bersama Lopetegui. Dalam serangkaian laga kualifikasi Piala Dunia 2018 dan uji coba, mereka mengalahkan tim kuat, seperti Belgia, serta menahan imbang Italia dan Inggris.
Lopetegui menemukan kembali keseimbangan La Furia Roja seusai mengombinasikan kematangan para pemain senior yang kreatif, seperti Andres Iniesta dan David Silva, dengan kecepatan serta kekuatan pemain muda, seperti Isco dan Vitolo.
Itu semua sesuai dengan misi yang dijanjikan Lopetegui ketika ditunjuk mengasuh Spanyol, Juli tahun lalu. Ia memilih melakukan evolusi, alih-alih revolusi alias membangun ulang La Furia Roja dari kehancuran.
Tidak heran, gaya khas Spanyol dengan operan-operan pendek dan penguasaan bola tinggi yang disebut tiqui-taca atau tiki-taka masih kental terlihat di timnas Spanyol saat ini. Namun, tim ini memiliki unsur lebih, yaitu kecepatan, tenaga, dan fleksibilitas bermain.
Di bawah asuhan Lopetegui, pelatih yang mengantarkan Spanyol menjuarai Piala Eropa U-23 2013, Silva—yang kini berusia 31 tahun—seolah kembali muda. Ia tidak hanya ”menari-nari” ketika menjalankan tugas sebagai penjaga harmoni serangan Spanyol, tetapi juga ikut menyumbang gol di laga itu.
Lopetegui memang menjadikan Silva sebagai dirigen La Furia Roja, menggantikan Iniesta yang hampir dua tahun lebih tua darinya. Secara bertahap, Lopetegui juga menyiapkan Isco sebagai calon penerus fungsi dirigen ini.
Gelandang muda Real Madrid yang kini tengah diminati Barcelona itu mencetak gol penutup ke gawang Israel. Ia tampil dari bangku cadangan. ”Saat ini, Silva adalah komandan tiqui-taca Furia Roja. Namun, di masa depan, bukan tidak mungkin itu adalah Isco,” tulis Marca.
Kembali jinak
Lopetegui juga membuat striker bengal Diego Costa menjadi ”jinak” dan tajam kembali. Costa menyumbang gol ketiga Spanyol di laga itu. Ia kini mencetak empat gol dari empat laga terakhirnya. Padahal, sebelumnya, ia hanya mencetak satu gol dari 11 laga di era Vicente del Bosque, pelatih lama Spanyol.
Striker berdarah Spanyol-Brasil itu bahkan sempat dicoret dari skuad Spanyol asuhan Bosque di Piala Eropa Perancis. Namun, sejak Lopetegui mengganti Bosque di Juli 2016, Costa kembali menjadi striker utama Spanyol.
”Kepercayaan yang ditunjukkan Lopetegui kepada saya sangatlah penting. Saya kini semakin berasa di rumah sendiri setiap kali menjalani laga,” ujar striker yang sempat membela timnas Brasil di 2013 silam itu.
Adapun Lopetegui memuji kuatnya mentalitas pasukannya. Ia menilai timnya, kini, memiliki semangat kolektivitas yang tinggi. Hal itu terlihat dari tingginya intensitas permainan Spanyol, baik saat menyerang maupun bertahan. Ini juga menjadi modal penting baginya untuk lolos dan menatap Piala Dunia Rusia.
”Kami bahkan bisa saja mencetak lebih dari empat gol (ke gawang Israel). Setiap laga ibarat (putaran final) Piala Dunia bagi kami. Saya senang dengan mental kolektif ini. Ini adalah jalur yang tepat bagi kami,” ujar Lopetegui.
Sementara itu, Italia terus menempel Spanyol di puncak Grup G seusai menaklukkan Albania 2-0 di Palermo, kemarin. Kemenangan ”Gli Azzurri” diraih berkat penalti Daniele De Rossi di menit ke-12 dan gol Ciro Immobile di menit ke-80.
Menurut Giampiero Ventura, Pelatih Italia, kemenangan itu sangatlah penting untuk menjaga kans lolos otomatis ke Rusia. Hanya juara grup yang berhak lolos langsung ke putaran final di Piala Dunia 2018. Adapun runner-up di setiap grup harus saling bertempur untuk merebut tiket di babak tambahan alias play off.
Pada laga itu, Ventura kembali bereksperimen dengan formasi 4-2-4. Italia bermain dengan dua striker tengah yang ditopang dua penyerang sayap lainnya. Ia juga menduetkan striker muda Andrea Belotti dengan Immobile. ”Ini langkah kecil baru dari skuad yang memiliki masa depan cerah,” ujar Ventura, dikutip Football-Italia. (AFP/REUTERS/JON)