SOLO, KOMPAS — Konflik internal Keraton Surakarta Hadiningrat belum memperlihatkan titik terang. Dewan Adat Keraton Surakarta menolak menghadiri undangan pertemuan dari Satuan Tugas Panca Narendra Keraton Surakarta Hadiningrat yang bertujuan membahas kesepakatan bersama.
”Surat undangan (dari Satuan Tugas Panca Narendra) saya terima sekitar pukul 07.00 untuk acara pukul 10.00, mepet banget. Jadi, saya nulis surat jawaban,” kata Kanjeng Pangeran Eddy S Wirabhumi, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Surakarta Hadiningrat yang juga pemangku Dewan Adat Keraton Surakarta di Solo, Jawa Tengah, Rabu (29/3/2017).
Dalam surat jawaban kepada pihak Satgas Panca Narendra, Eddy menyarankan, undangan hendaknya disampaikan tiga hari kerja sebelum acara. Pihaknya juga mempertanyakan wujud kelembagaan organisasi Satgas Panca Narendra.
”Selama ini saya hanya dengar dan baca dari media. Akan tetapi, itu (Satgas Panca Narendra) sebenarnya wujudnya apa? SK (surat keputusan) dari mana? Isi SK-nya apa? Tugasnya apa? Kami tidak pernah tahu jadi wajar saja kalau saya bertanya. Ini sebenarnya organisasi apa?” katanya.
Sebelumnya, Satgas Panca Narendra yang dibentuk Raja Keraton Surakarta Paku Buwono XIII mengundang Eddy menghadiri pertemuan di Sasana Mulya Keraton Surakarta, Rabu. Dalam undangan tertanggal 28 Maret yang ditandatangani Ketua Satgas Panca Narendra Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Benowo tertulis keperluan pertemuan itu untuk menyelesaikan butir-butir kesepakatan yang tercantum dalam surat pernyataan bersama tahun 2013.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, surat pernyataan bersama tahun 2013 itu ditandatangani Eddy dan Ferry Firman, kuasa hukum Paku Buwono XIII. Surat pernyataan ini lahir menyusul konflik pada Agustus 2013. Salah satu butir isi surat ini yakni para pihak akan menyelesaikan persoalan di Keraton Surakarta secara kekeluargaan tanpa pihak-pihak lain. Dalam surat itu juga tertulis para pihak akan membangun barikade atau pembatas wilayah antara Keraton Surakarta dan Sasana Narendra.
Seperti diberitakan sebelumnya, konflik internal keluarga Keraton Surakarta mencuat kembali menyusul rencana digelarnya upacara adat jumenengan (peringatan naik tahta) Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi pada 22 April mendatang. Menjelang jumenengan, Satgas Panca Narendra mengeluarkan surat yang memerintahkan 17 nama keluarga keraton untuk meninggalkan kompleks keraton mulai Senin (20/3). Para keluarga itu diantaranya ada yang tergabung dalam Dewan Adat Keraton Surakarta, dan selama ini berseberangan dengan pihak PB XIII.
Buntut konflik internal keraton yang telah terjadi beberapa tahun belakangan, jumenengan PB XIII tidak bisa diadakan di Sasana Sewaka (bangsal utama tempat raja bertahta). Akses PB XIII dari kediamannya di Sasana Narendra menuju Sasana Sewaka ditutup barikade sebagai akibat konflik tahun 2013. PB XIII pun menggelar jumenengan di Sasana Narendra, di dalam kompleks Keraton. Sementara itu, Dewan Adat Keraton menggelar upacara adat jumenengan sendiri di Sasana Sewaka tanpa dihadiri PB XIII, tetapi dihadiri pelaksana tugas raja KGPH Puger.
Menyusul konflik lama yang mencuat kembali, pemerintah berniat mempertemukan kedua pihak. Namun, pertemuan yang direncanakan digelar 29 Maret itupun batal. Ketua Satgas Panca Narendra KGPH Benowo belum bisa dimintai konfirmasi. Kompas mencoba menghubungi melalui sambungan telepon namun tidak diangkat, dan pesan pendek dan pesan whatsapp juga tidak dijawab hingga berita ini ditulis.