Biarkan Kamera Depan Berbicara
Dari depan piramida kaca yang menjadi tetenger dari Museum Louvre atau persimpangan jalan yang bertemu pada Monumen Arc de Triomphe hingga binar lampu dari Menara Eiffel saat matahari tenggelam. Swafoto atau selfie adalah cara yang paling mudah untuk menunjukkan sekaligus mengabarkan bahwa seseorang pernah di sana. Mudah karena bisa dilakukan sendiri dengan ponsel pintar, gawai yang hampir tidak pernah lepas dari tangan.
Tinggal menjulurkan tangan ke depan, aplikasi kamera sudah bersiaga dengan kamera depan yang bekerja. Kamera depan adalah pilihan termudah karena layar ponsel bisa menjadi panduan untuk mengatur komposisi foto saat itu juga sekaligus memudahkan jari menjangkau tombol virtual pelepas rana.
Harga yang harus dibayar adalah kualitas yang timpang. Alasannya sederhana, yakni prioritas yang diberikan oleh produsen ponsel pintar adalah kamera belakang yang diberi peran sebagai kamera utama lewat pemilihan sensor yang lebih baik, resolusi yang lebih tinggi, sampai fitur pembantu kestabilan gambar.
Tidak berhenti di sana, cara-cara baru dalam memanfaatkan kamera belakang terus diperkenalkan untuk memuaskan pengguna yang ingin mengambil gambar. LG, misalnya, menghadirkan V20 yang punya lensa ganda dengan salah satu lensa yang lebih lebar atau Huawei juga dengan lensa ganda menawarkan foto monokrom berkat kolaborasi Leica.
Pasar konsumen yang ingin membuat swafoto tentu tidak diacuhkan dengan menghadirkan beberapa perbaikan maupun teknologi yang bisa memanjakan penggunanya, mulai kemampuan otofokus, bantuan pencahayaan, diafragma lebih lebar, hingga resolusi yang diperbaiki. Beberapa seri ponsel pintar mulai percaya diri merengkuh generasi pembuat swafoto dengan menghadirkan spesifikasi kamera depan dengan resolusi yang sama dengan kamera belakang, sebagian malah melampaui.
Beberapa nama yang bisa disebut adalah seri Zenfone Selfie dari Asus atau jajaran produk seri F dari Oppo yang menahbiskan diri sebagai seri ponsel yang dibuat untuk swafoto. Keunggulan yang mereka tawarkan adalah resolusi kamera yang lebih baik dari kamera belakang serta lensa yang lebih lebar sehingga membantu pengguna membuat swafoto bersama teman-temannya hanya dengan menjulurkan lengan dan tidak perlu mengandalkan perangkat tambahan, seperti monopod atau kerap disebut tongkat narsis atau tongsis.
Lalu datang V5 Plus dari merek Vivo, ponsel pintar yang punya niat serupa, yakni menggali potensi dari segmen pengguna penggemar swafoto. Hadir sebagai varian dari V5 yang diluncurkan di Indonesia akhir tahun 2016 lalu, seri ini menjauh dari segmen harga Rp 3,5 juta yang diperebutkan V5 ataupun F1S dari Oppo.
Dengan harga Rp 5,5 juta, V5 Plus berupaya menawarkan spesifikasi yang lebih tinggi dari seri sebelumnya dengan kapasitas penyimpanan internal serta sistem dalam cip (SoC) yang lebih baik, yakni Snapdragon 625 dari Qualcomm dari V5. Kapasitas RAM yang dipilih tetap sama, tetapi cukup mencuri perhatian yakni 4 gigabyte, angka yang memadai bagi pengguna untuk menjalankan perangkat mereka tanpa khawatir kehabisan sumber daya untuk memasang atau menjalankan beberapa aplikasi sekaligus.
Baik V5 maupun V5 Plus punya keunggulan yang belum ditemui di seri lain, yakni kamera depan yang memiliki resolusi hingga 20 megapiksel. Angka ini terbilang mengejutkan mengingat rata-rata resolusi kamera belakang saat ini tidak banyak yang melampaui 13 megapiksel.
Yang menarik lagi, V5 Plus menggunakan sepasang lensa kamera depan. Keputusan tersebut unik mengingat lensa ganda hingga kini masih banyak dipakai untuk kamera belakang ponsel.
Cara kerjanya serupa, dua kamera secara bersama-sama mengambil gambar untuk mendeteksi obyek sehingga fokus gambar bisa dipilih, bahkan setelah gambar tersimpan. Cara yang sama sudah ditemukan di ponsel lensa ganda, seperti Honor 6 Plus dan P9 dari Huawei, tidak berhenti pada seleksi obyek karena obyek dan sisa gambar bisa diatur untuk simulasi ruang tajam layaknya di kamera SLR.
Umumnya fitur itu ditemui pada kamera belakang, tetapi Vivo memutuskan untuk mengimplementasikannya di kamera depan. Tujuannya sama, menghasilkan swafoto yang bisa membuat pemiliknya terkesan dan tentu juga jejaring pertemanannya di media sosial.
"Bokeh"
V5 Plus menjadi perangkat yang dibawa serta saat harian Kompas berada di Perancis untuk mengikuti rangkaian peluncuran satelit Telkom 3S. Mengabadikan perjalanan di Perancis menggunakan kamera depan menjadi kesempatan yang berharga untuk membuktikan fitur yang dibanggakan oleh Vivo.
Yang dicoba pertama kali adalah fitur bokeh yang tersedia berkat dua kamera di muka V5 Plus. Yang terjadi kemudian kamera memilih untuk mencari fokus ke obyek terdekat di kamera dan mengaburkan sisanya.
Hasilnya membuat gambar seolah memiliki ruang tajam dan hal itu bisa diatur setelah gambar diambil. Dengan pengaturan diafragma layaknya kamera, ruang tajam bisa diatur untuk memutuskan bagian foto, selain obyek menjadi kabur sama sekali hingga beda yang tipis.
Efek kabur atau kerap disebut bokeh inilah yang membuat gambar yang dihasilkan kamera depan V5 Plus cukup istimewa. Hasil dan proses serupa sebetulnya bisa dilakukan kamera belakang dari ponsel pintar seperti P9, tetapi pengguna akan kesulitan mengatur komposisi ataupun mengoperasikan pelepas rana.
Beberapa percobaan membuat swafoto saat berkeliling di daerah wisata Monaco yakni di sekitar Katedral Santo Nikolas dan Istana Monaco. Jalanan berbatu di tempat yang terletak di atas bukit dengan pemandangan ke arah pantai serta kota Monaco serta jalan yang dipergunakan sebagai lintasan jet darat saat kompetisi F1 bergulir bisa ditangkap lewat swafoto seolah diambil menggunakan kamera SLR.
Obyek yang menjadi fokus kamera akan didongkrak agar lebih terang dan seleksi yang dilakukan melalui perangkat lunak cukup akurat dalam memisahkan obyek di depan kamera dengan latar belakang. Hanya saja, dari beberapa percobaan membuat swafoto menghasilkan kesimpulan bahwa fitur bokeh tidak bisa dipakai setiap saat.
Dalam keadaan yang terang, fitur bokeh akan membuat latar belakang menjadi berlebih eksposurenya sehingga sulit dikenali. Itulah mengapa pemilihan situasi pengambilan gambar cukup menentukan hasil akhirnya.
Kondisi paling ideal sewaktu memanfaatkan fitur ini adalah saat sore atau malam hari. Efek ruang tajam yang dihasilkan dari kamera depan V5 Plus bisa menghasilkan efek bokeh dari latar belakang, terlebih di tengah keramaian dan lampu-lampu dari mobil.
Mendatangi pusat daya tarik dari kota Paris, yakni Menara Eiffel di waktu malam hari, pendar lampu dari menara setinggi 300 meter itu menjadi latar belakang yang apik dan terlihat kontras dengan obyek kamera yang terlihat tajam.
Catatan lain dari fitur yang ditawarkan V5 Plus ini adalah keterbatasan pada pengambilan gambar saja. Video menggunakan kamera depan tidak bisa mendapat faedah dari lensa ganda. Akan cukup menarik bila efek bokeh ini diterapkan untuk video sehingga bisa dimanfaatkan untuk tujuan selain membuat swafoto ataupun swavideo, misalnya seperti telekonferensi atau membuat video dengan kamera depan.
Terdapat serangkaian moda untuk kamera di sisi belakang ponsel, tetapi terbilang standar atau lazim ditemui di ponsel lain seperti video kecepatan lambat, moda profesional, atau pengambilan gambar di malam hari. Selain fitur bokeh, tidak banyak yang baru dari kamera yang dimiliki V5 Plus.
Berbicara mengenai resolusi 20 megapiksel, yang cukup mengganggu adalah interpolasi yang jelas terlihat di hasil akhir. Pada gambar resolusi tinggi, detail tetap dipertahankan saat gambar diperbesar. Sayangnya, hal itu tidak ditemui bahkan pada gambar yang diambil pada kondisi pencahayaan yang memadai.
Namun, hal tersebut hanya akan menjadi kendala saat gambar akan dicetak dalam ukuran besar. Bagi pengguna yang ingin mengunggah ke media sosial, seharusnya foto yang dihasilkan V5 Plus tidak perlu dikhawatirkan.
Respons
Dengan layar 5,5 inci, V5 Plus tidak memperkenalkan ukuran yang berbeda dibandingkan dengan V5. Dengan resolusi 1920 x 1080 piksel, ponsel pintar ini sudah ideal sebagai pemutar file multimedia. Ditambah lagi cip audio membuat suara yang keluar dari pengeras suara atau dari kabel output audio terdengar lebih jernih dan lantang. Fitur audio merupakan keunggulan yang dimiliki Vivo, bahkan sejak merilis seri X yang menjadi flagship beberapa waktu lalu di Indonesia.
Menjejali V5 Plus dengan aplikasi dalam jumlah yang cukup banyak tidak membuat kinerja sistem operasi terkendala. Kapasitas penyimpanan internal yang tersedia cukup lega, yakni 64 gigabyte, meski Vivo memutuskan untuk tidak menyediakan slot kartu memori tambahan.
Dengan pengalaman mengoperasikan V5 Plus dalam beberapa minggu terakhir, keluhan pasti yang muncul adalah layar yang kurang responsif pada input sentuhan. Saat mengetik, misalnya, beberapa input sentuhan terlepas sehingga harus diulang.
Begitu pula dengan umpan balik berupa getaran (feedback) saat mengetik terasa kurang mantap dan terasa mengganggu sewaktu mengetik dalam teks panjang.
Modem WiFi yang dimiliki V5 Plus menjadi penyelamat saat saya berada di Kouru, Guyana-Perancis, dengan jaringan seluler yang ala kadarnya. Koneksi WiFi menjadi satu-satunya penyelamat dan ponsel V5 Plus banyak membantu karena lebih sensitif menangkap sinyal WiFi meski ponsel kelas premium lainnya gagal melakukannya.
Misalnya perangkat rekan yang hanya bisa menikmati koneksi WiFi di dalam ruangan kontrol peluncuran roket, sementara ponsel ini tetap bisa tersambung meski berjarak 50 meter dari radius layanan WiFi tersebut. Disandingkan dengan ponsel seperti iPhone 6 hingga Samsung S7 pun V5 Plus bisa unggul dalam hal ini.
Tantangan yang harus dijawab Vivo adalah memastikan bahwa perbaikan spesifikasi, termasuk teknologi lensa ganda di muka kamera, layak membuat konsumen merogoh uang hingga Rp 5,5 juta. Dengan angka Rp 3,5 juta konsumen bisa mendapatkan V5 yang juga memiliki RAM 4 gigabyte, kapasitas penyimpanan internal 32 gigabyte, dan kemampuan untuk menambah lagi lewat slot kartu memori.
Namun, kehadiran V5, V5 Plus, serta seri ponsel dengan kamera depan yang tangguh bisa menjadi pertanda bergesernya perhatian produsen ponsel yang mulai berlomba di kamera depan ketimbang kamera belakang. Pun sama dengan perilaku konsumen dalam memakai kamera depan, tidak lagi untuk swafoto tetapi kebutuhan lain, seperti membuat video blog atau vlog, serta siaran langsung yang dimudahkan lewat berbagai layanan, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.
Terbukti kemudian, tren kamera ganda di depan juga mulai diikuti produsen lain, seperti Huawei sewaktu memperkenalkan P10, begitu juga Oppo yang mulai memberi bocoran kamera dengan fitur seperti itu. Vivo sudah tepat dalam membuat keputusan dan seharusnya bisa memanfaatkan untuk membangun pencitraan sebagai ponsel yang mengawali tren kamera ganda di depan.
Dan, jangan lupa bahwa bukan hanya pengguna muda yang ingin menunjukkan eksistensi mereka lewat swafoto dari kamera depan. Makin banyak orang yang memanfaatkannya, seperti jurnalis yang melaporkan peristiwa dari lokasi kejadian. Kian banyak kisah yang akan diceritakan dari kamera depan.