JAKARTA, KOMPAS — Daya saing pendidikan tinggi di Indonesia dinilai masih lemah. Padahal, pendidikan tinggi berperan menyediakan tenaga kerja profesional dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa.
Demikian paparan Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Patdono Suwignjo dalam seminar nasional bertajuk "Pembaruan Pendidikan Tinggi Indonesia" yang digelar Universitas Prasetiya Mulya dan Persatuan Guru Besar/Profesor Indonesia (Pergubi), Kamis (30/3).
Seminar itu menghadirkan banyak profesor dari sejumlah perguruan tinggi. Acara tersebut bertujuan memberi masukan bagi pemerintah dalam memajukan perguruan tinggi Indonesia.
"Jumlah perguruan tinggi di Indonesia banyak. Namun, komposisi dan mutunya belum sesuai kondisi dan kebutuhan untuk mendongkrak daya saing bangsa," kata Patdono.
Saat ini ada 4.529 perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah itu jauh lebih banyak dari jumlah perguruan tinggi di Uni Eropa. "Kita tidak bisa berharap industri nasional berkembang karena PT vokasi masih sedikit. Lulusannya pun tidak kompeten. Perguruan tinggi akademik yang lebih banyak jumlahnya juga mengajarkan omong-omong saja," kata Patdono.
Sekitar 70 persen PT yang ada gurem. Jumlah mahasiswa sedikit. Hal itu mengakibatkan angka partisipasai kasar (APK) perguruan tinggi di Indonesia kalah jauh dari negara tetangga. Indonesia punya APK PT sekitar 31 persen, sedangkan Thailand PT 54 persen.
Menurut Ketua Panitia Seminar Guru Besar Universitas Prasetiya Mulya Djoko Wintoro, pemikiran untuk memajukan perguruan tinggi Indonesia dihimpun dari para profesor.
Ada lima topik yang dibahas, yakni pembaruan peran perguruan tinggi Indonesia, pembaruan pendidikan tinggi, pembaruan riset dan publikasi di perguruan tinggi, pembaruan pengabdian masyarakat, serta pembaruan peran dosen.