Penetapan 19 Camat di Jayapura sebagai Tersangka Tak Sesuai Prosedur
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 19 kepala distrik di Kabupaten Jayapura, Papua, menyatakan, penetapan mereka sebagai tersangka sejak Rabu kemarin oleh pihak kepolisian tak sesuai prosedur. Hal ini karena surat penolakan pemungutan suara ulang untuk 230 TPS di 17 distrik yang dikeluarkan pada 3 Maret lalu hanya bersifat imbauan.
Hal itu disampaikan Alfons Awoitauw yang mewakili Asosiasi Kepala Distrik Kabupaten Jayapura ketika memasukkan laporan ke Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua di Kota Jayapura, Jumat (31/3) siang.
Alfons mengatakan, pihaknya dijemput paksa aparat Polres Jayapura untuk menjalani pemeriksaan pada 27 Maret 2016. Sementara itu, surat panggilan pemeriksaan yang kedua baru dikeluarkan pihak kepolisian pada 28 Maret 2017.
”Dalam pemeriksaan, penyidik menyatakan, isi surat penolakan pemungutan suara ulang dapat menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah. Padahal, surat ini bukan bersifat putusan, melainkan hanya imbauan karena tanggung jawab kami sebagai pembina politik di setiap distrik,” kata Alfons.
Alfons menyatakan, Asosiasi Kepala Distrik Kabupaten Jayapura telah melaporkan penetapan mereka sebagai tersangka ke Kementerian Dalam Negeri dan Mabes Polri.
”Kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melaporkan pihak Polres Jayapura ke Kompolnas. Aparat kepolisian seharusnya tidak memasukkan unsur politis dalam penetapan kami sebagai tersangka,” katanya.
Ia mengaku heran karena surat penolakan bisa tersebar luas di tengah masyarakat dan sampai kepada salah satu pasangan calon bupati. Sebab, menurut Alfons, pihaknya hanya mengirim surat itu kepada KPU dan Bawaslu Papua.
Menurut Alfons, pihaknya akan melaporkan pihak-pihak yang sengaja menyebarkan surat tersebut dan melaporkan mereka kepada pihak kepolisian.
Kepala Ombudsman Perwakilan Papua Sabar Iwanggin menuturkan akan mendalami laporan dari para camat itu untuk mengungkap indikasi malapraktik dalam penegakan hukum.
”Kami mengimbau agar para camat tetap bekerja seperti biasa. Kami akan menyelidiki apakah terjadi penyalahgunaan wewenang dalam penetapan 19 kepala distrik sebagai tersangka,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Jayapura Ajun Komisaris Besar Gustav Urbinas menyatakan, para camat tersebut dijerat dengan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada juncto Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan ancaman pidana enam bulan penjara.
”Pasal ini menyatakan bahwa pejabat negara dilarang membuat pernyataan yang menguntungkan ataupun merugikan calon kepala daerah tertentu. Mereka seharusnya tidak mengurus urusan politik dan fokus untuk pelayanan publik,” kata Gustav.