JAKARTA, KOMPAS — Lima tersangka dugaan permufakatan makar akan menjalani penahanan selama 20 hari, terhitung dikeluarkannya surat perintah penahanan, Sabtu (1/4). Selama penahanan, polisi terus melakukan pemeriksaan.
Kelima tersangka itu adalah MAK, ZA, IR, V, dan N. Sehari sebelumnya, Jumat, kelimanya ditangkap dan menjalani pemeriksaan di Markas Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Kini, mereka ditahan di Markas Brimob Depok.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, Sabtu, mengutarakan, penahanan tersangka adalah subyektivitas penyidik karena tersangka dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Menurut Argo, para tersangka diduga melakukan permufakatan makar karena mereka telah melakukan pertemuan di Kalibata dan Menteng serta ada yang mengatur pertemuan tersebut.
”Mereka berencana menduduki DPR secara paksa, mengganti pemerintahan, dan mengubah UUD 1945,” katanya.
Walaupun masih berupa rencana dan belum terlaksana, mereka bisa dikenai pasal permufakatan makar, seperti tertera dalam Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP.
Barang bukti yang disita polisi antara lain dokumen dan uang tunai sekitar Rp 17 juta yang belum diketahui asalnya.
Menurut Argo, para tersangka juga dapat dikenai pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis karena ujaran kebencian dan penghinaan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan yang mereka sebarkan.
Berlebihan
Kuasa hukum tersangka MAK, Achmad Michdan, mengatakan, penahanan kliennya sangat berlebihan. Menurut dia, MAK mewakili masyarakat yang menolak calon gubernur dengan status terdakwa. MAK juga mewakili masyarakat yang berpendapat bahwa presiden harus mematuhi peraturan perundang-undangan.
”Walaupun MAK ditangkap, penyampaian aspirasi tetap dilakukan oleh massa dalam jumlah banyak. Faktanya, tidak ada tindakan anarkistis atau makar,” kata Achmad. (WAD)