”Saya sengaja memindahkan komando penenggelaman ke tempat ini (Ambon) karena ingin menunjukkan bahwa di Maluku, Pemerintah Indonesia tetap berdaulat dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tidak boleh kalah oleh mafia illegal fishing,” kata Susi. Penenggelaman itu dilakukan di 12 titik dari Aceh hingga Merauke, Papua.
Dikatakan, di Laut Seram, Maluku, nelayan asing asal Filipina masih menangkap ikan dengan rumpon yang dipasang pada sejumlah tempat. Pada Januari lalu, Kompas mendapati seorang nelayan asal Filipina menjaga rumpon milik pengusaha asal Taiwan di Laut Seram, tepatnya di Kecamatan Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Menurut Susi, masuknya nelayan asing dan langgengnya penangkapan ikan ilegal oleh mafia perikanan dalam negeri karena masih ada oknum aparat negara yang bermain. Oknum aparat dimaksud bisa jadi berasal dari TNI Angkatan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dinas kelautan dan perikanan setempat, kepolisian, serta sejumlah pihak terkait.
Selama bertahun-tahun menguasai sektor perikanan, para mafia sudah merekrut banyak aparat negara untuk masuk jaringan mereka dan bekerja sama mencuri kekayaan laut Indonesia. Hal itu harus dicegah agar jangan sampai terulang lagi.
Sejak Oktober 2014 hingga saat ini, kapal ikan ilegal yang ditenggelamkan meliputi kapal berbendera Vietnam 142 unit, Filipina 76 unit, Malaysia 49 unit, dan Thailand 21 unit. Pada penenggelaman kemarin, kapal Vietnam 46 unit, Filipina 18 unit, dan Malaysia 11 unit.
Dijadikan monumen
Kapal yang ditenggelamkan di Ambon adalah KM Sino 26 dan KM Sino 35. Keduanya ditangkap di Laut Arafura pada Desember 2014. Dua kapal itu, berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dinyatakan telah melakukan tindak pidana kejahatan perikanan. KM Sino 26 dan KM Sino 35 ditenggelamkan, sedangkan KM Sino 36 akan dijadikan monumen bukti pemberantasan penangkapan ikan ilegal.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku Samy Sapulete mengatakan, masih ada tujuh kapal yang sedang diproses peradilan. ”Jika keputusan pengadilan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap), jaksa akan mengeksekusi keputusan itu dengan meminta bantuan TNI AL untuk menenggelamkan,” katanya.
Hari yang sama diledakkan kapal ikan ilegal di Medan, dipimpin Kepala Polda Sumatera Utara Inspektur Jenderal Rycko Amelza Dahniel. Dari tujuh kapal yang diledakkan, enam kapal di antaranya milik warga Malaysia. Satu lainnya milik warga Indonesia.
”Penenggelaman kapal ini adalah bentuk tindakan tegas kami atas pencurian ikan. Kami harap ini bisa memberikan efek jera agar kapal pencuri ikan jangan lagi mencoba-coba masuk ke perairan Indonesia,” kata Rycko.
Rycko mengatakan, tujuh kapal itu diledakkan sesuai perintah pengadilan. Kapal-kapal itu ditangkap pada 2015 dan 2016. Ketujuh kapal itu berbahan kayu.
Di Langsa, Aceh, juga diledakkan tiga kapal. Peledakan dipimpin Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Rio Septian Djambak. Hadir juga Danlanal Lhokseumawe Kolonel Mar Nasruddin, Kasi Intel Rem 011/LW Letkol (Inf) Surya, dan Dandim 0104/Atim Letkol (Inf) Amril Haris Isya Siregar.
Kapal yang diledakkan itu masing-masing dengan nomor lambung PKFB 992, PKFB (U) 1639, dan PKFB 939 GT. Kapal tersebut ditangkap pada Januari-Maret 2017. Kapal asing itu ditangkap karena mencuri ikan di perairan Indonesia. ”Peledakan dilakukan atas dasar keputusan pengadilan. Mereka terbukti melakukan pencurian di perairan kita,” kata Rio. (NSA/AIN/FRN)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.