Berburu dan Berbagi Sarang Lebah Hutan
Ruslan (35) menyusuri jalan setapak, Selasa (28/3) pagi. Kakinya lincah menapaki tanjakan dan turunan. Semak belukar yang menutupi jalan ia babat dengan parang. Setelah berjalan sekitar 3 kilometer, ayah tiga anak itu berhenti dan menunjuk ke atas, "Itu ada rumah madu."
Di beberapa cabang dari pohon yang berdiameter sekitar 80 sentimeter itu bergelantungan lima sarang lebah hutan alias rumah madu. Sarang paling rendah berada di ketinggian sekitar 25 meter.
Hutan lindung tempat pohon dan rumah madu itu terletak di Pulau Moyo, pulau di utara Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pulau yang terkenal dengan air terjun Mata Jitu itu dikenal sebagai pulau penghasil madu berkualitas. Madu Sumbawa sebagian berasal dari hutan di Pulau Moyo.
"Pulau Moyo menghasilkan madu, tetapi hanya Pulau Sumbawa yang dikenal sebagai penghasil madu hutan," kata Syuaib (48), pemburu madu yang juga sepupu Ruslan. Ia menambahkan, musim madu berlangsung pada September dan Oktober. Pada bulan lain, rumah madu tetap ditemukan, tetapi tidak sebanyak pada dua bulan itu.
Beberapa tahun ini, Syuaib mengurangi aktivitasnya. Dia tidak sanggup lagi berjalan puluhan kilometer menerobos lebatnya hutan. Ia pun semakin sulit memanjat pohon dengan ketinggian di atas 25 meter. Gigitan lebah juga tidak sanggup lagi ditanggungnya.
"Sekujur tubuh panas dingin jika digigit lebah madu hutan," ujarnya.
Sarang madu yang Selasa pagi ditemukan Ruslan dan Syuaib merupakan sarang madu dengan lokasi terdekat. Sarang itu terletak sekitar 7 kilometer dari permukiman warga Desa Labuhan Aji, Pulau Moyo.
Perjalanan ke lokasi rumah madu pagi itu ditempuh menggunakan sepeda motor sejauh 4 kilometer. Sepeda motor hanya bisa digunakan saat siang hari. Di jalan setapak itu kerap dijumpai lubang dalam, batu besar, tanjakan, dan turunan ekstrem. Kerap kali motor harus dituntun. Di akhir jalan setapak, Ruslan dan Syuaib melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki masuk hutan.
Mata pencarian
Berburu madu hutan menjadi mata pencarian utama kaum laki-laki di Pulau Moyo yang terdiri atas dua desa, yakni Labuhan Aji dan Sebotok. Mata pencarian lain adalah berkebun jambu mete, bertani, mencari ikan, dan ojek sepeda motor. "Hampir semua penduduk laki-laki di desa ini adalah pemburu madu hutan. Sebagian memulai sejak umur belasan tahun," kata Syafruddin (56), warga Labuan Aji, yang telah berhenti menjadi pemburu madu.
Lokasi yang semakin jauh masuk ke hutan membuat Syafruddin menyerah. Ia juga takut terjatuh saat mengambil madu dari pohon.
Perburuan madu hutan dilakukan baik siang maupun malam dan minimal oleh dua orang. Berburu pada malam hari dianggap lebih aman dari serangan lebah. "Lebah tidak bisa melihat pada malam hari. Kami tidak memakai lampu karena bisa diserang lebah. Meski tanpa lampu, di atas pohon kami bisa melihat rumah madu," ujar Ruslan. Sebelum mengambil rumah madu, pemburu mengusir lebah di sarang menggunakan asap dari ranting yang dibakar.
Pemburu madu di Moyo langsung memeras sarang berisi madu di lokasi. Satu sarang bisa tiga kali dalam selang waktu 10 hari.
Namun, pengambilan madu dari sarang dengan cara diperas, menurut Ketua Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) Julmansyah, kurang bagus karena membuat kualitas madu berkurang.
JMHS beranggotakan sekitar 400 pemburu madu hutan. Pemburu yang menjadi anggota jaringan itu hanya sebagian kecil dari total pemburu madu hutan di Kabupaten Sumbawa, termasuk Moyo. Produksi anggota JMHS sekitar 10 ton per tahun. "Total produksi madu hutan Sumbawa sekitar 150 ton," katanya.
Menurut Julmansyah, lebah madu hutan di Sumbawa adalah Apis dorsata. Lebah sejenis juga terdapat di hutan-hutan Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Di Sumbawa, beberapa tahun belakangan, lebah jenis itu lebih banyak berada di pulau-pulau kecil sekitar Sumbawa, salah satunya di Pulau Moyo.
Berbau harum
Salah seorang pengepul madu di Pulau Moyo, Syukur Tajeb (65), mengatakan, dalam setahun, dari pemburu dirinya bisa memperoleh 400 botol madu berukuran 600 mililiter per botol. Total stok madu yang dimiliki Syukur bisa mencapai 240 liter dalam setahun.
Syukur menambahkan, dirinya menjual madu dari Pulau Moyo seharga Rp 100.000 per botol ukuran 600 mililiter. Dari pemburu, Syukur membeli madu seharga Rp 60.000 per botol.
"Bau madu dari Pulau Moyo sangat harum karena diambil dari sarang lebah di hutan. Beda dengan madu dari lebah yang dibudidayakan," ujar Syukur.
Ia menambahkan, di setiap dusun di Desa Labuhan Aji, biasanya ada dua hingga tiga pengepul madu.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Sumbawa Muhammad Ikhsan menyatakan, madu merupakan salah satu komoditas penting di Sumbawa. Hampir semua kecamatan di Sumbawa memiliki daerah penghasil madu, termasuk di Pulau Moyo.
Di hutan Pulau Moyo seluas 22.537,9 hektar, miliaran lebah hidup dan memberikan rezeki bagi warga sekitar. Warga pun berbagi rezeki tanpa saling berebut, serakah, ataupun mengambil hak orang lain. Saat seseorang menemukan rumah madu, warga lain tidak akan merebutnya. Demikian pula saat sarang yang masih menghasilkan madu diambil warga lain, penemu awal pun merelakannya.