TANJUNG PINANG, KOMPAS — Warga dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, semakin kesulitan berhubungan dengan dunia luar. Kondisi itu dipicu pemangkasan alokasi internet untuk kabupaten terdepan Indonesia itu.
Kepala Dinas Informatika dan Komunikasi Anambas Jeprizal mengatakan, Telkomsel memastikan alokasi internet dipangkas untuk enam menara pemancar di Anambas. “Tahun lalu kami memohon penambahan kapasitas. Telkomsel berjanji menambah menara pemancar dan alokasi. Ternyata tahun ini alokasi internet Anambas malah dipangkas,” katanya, Rabu (5/4), di Anambas.
Perincian pemangkasan itu adalah ruang Batam-Tebang Matak, Batam-Conoco, Batam-Siantan Tengah dari masing-masing 34 Mbps menjadi 13 Mbps. Ruas Tarempa-Natuna dari 45 Mbps menjadi 22 Mbps, Batam-Jemaja dari 34 Mbps menjadi 14 Mbps, dan Anambas-Kantor Bupati dari 30 Mbps menjadi 8 Mbps. “Kami tidak tahu apa alasan Telkomsel mengurangi alokasi untuk Anambas. Dengan alokasi lama saja kami sudah kesulitan mengakses internet. Sekarang malah dipangkas lagi,” katanya.
Kesulitan mengakses internet menghambat aneka tugas layanan publik dan administrasi pemerintah. Anambas kesulitan mengikuti program pendataan daring untuk pegawai. “Bukan hanya layanan pemerintah, perbankan juga kesulitan dengan pemangkasan ini. Layanan perbankan masa kini amat membutuhkan internet,” ujar Jeprizal.
Layanan telekomunikasi di Anambas sebenarnya amat terbatas. Dari 255 pulau di kabupaten itu, tidak sampai 10 persen yang terjangkau sinyal telekomunikasi. “Percuma punya ponsel bagus di Anambas. Untuk membuka laman berita saja susah sekali. Kalau sudah berkumpul lebih dari 100 orang di satu tempat, untuk telepon saja susah,” ujarnya.
Mengaku rugi
Upaya Pemkab Anambas meminta tambahan kapasitas jaringan telekomunikasi mendapat jawaban tidak enak dari operator. Sejumlah operator meminta Anambas menghubungi Telkomsel yang sahamnya dimiliki BUMN. “Operator lain menyatakan tidak sanggup. Mereka swasta, jadi harus menimbang bisnis murni. Sementara Telkomsel malah akan memangkas kapasitas karena mengaku rugi miliaran rupiah,” katanya.
Pengguna telekomunikasi di Anambas memang terbatas. Penduduk kabupaten itu tidak sampai 50.000 orang. "Kalau alasannya komersial terus, sampai kapan pun kami di perbatasan tidak akan dapat layanan memadai. Sebagai BUMN, seharusnya Telkomsel tidak hanya memikirkan keuntungan," ujarnya.
Kondisi geografis di Anambas memang tidak mudah. Pulau-pulau terdiri atas bukit-bukit sehingga antar-pemancar tidak bisa saling terhubung. Setiap pemancar harus punya hubungan dengan satelit. Karena itu, Pemkab mengusulkan dibuat pemancar induk di tempat paling tinggi agar bisa menjangkau pemancar-pemancar lain. Namun, usulan itu ditolak karena biayanya dinilai terlalu tinggi.
Jeprizal mengatakan, keterbatasan sinyal ponsel menyulitkan warga ikut menjaga keamanan laut. Kerap kali warga melihat nelayan asing mencuri ikan di perairan Anambas. Namun, mereka tidak bisa segera melapor karena sedang jauh dari darat. Jika harus kembali, mereka membutuhkan lebih dari dua jam untuk mencapai daratan atau paling sedikit 1,5 jam berlayar untuk mencapai perairan yang terjangkau sinyal seluler.
Secara terpisah, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun menyatakan, Pemprov Kepri akan menghubungi Kementerian Komunikasi dan Informatika dan sejumlah kementerian lain soal keterbatasan telekomunikasi itu. Keterbatasan tidak hanya dialami Anambas. Sejumlah kabupaten lain di Kepri juga mengalami hal serupa. Kemenkominfo diharapkan bisa mengalokasikan dana pelayanan publik untuk memperkuat layanan telekomunikasi di wilayah perbatasan seperti Anambas dan Natuna.