PONOROGO, KOMPAS — Hingga Rabu (5/4/2017) pukul 10.00, atau hari kelima operasi, Tim SAR Terpadu yang melakukan pencarian korban tertimbun tanah longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur belum menemukan perkembangan baru.
Dari 28 korban yang tewas tertimbun, baru ditemukan tiga korban yang kemudian dimakamkan. Mereka adalah Katemi (65) yang ditemukan pada Minggu (2/4/2017) pukul 10.15 dan cucunya, Iwan Danang Suwandi (26), pada pukul 10.45. Senin (3/4/2017) pukul 13.20, jenazah Sunadi (47) ditemukan dan dievakuasi. Ketiga jenazah itu ditemukan di lokasi yang sama, yakni sektor C yang merupakan area terbawah dari guguran material tanah longsor sepanjang 2 kilometer dan lebar rata-rata 200 meter. Timbunan material di sektor C yang terendah yakni 4-10 meter. Sementara timbunan di sektor B setebal 10-15 meter dan sektor A setebal 15-20 meter.
Padahal, operasi pencarian dan penyelamatan (SAR) pada hari kelima sejak tanah longsor terjadi pada Sabtu (1/4/2017) pukul 07.30 tidak melemah intensitasnya. Untuk operasi pada Rabu ini, alat berat yang dikerahkan sebanyak 10 ekskavator dan backhoe loader. Personel yang terlibat operasi masih di atas 1.000 orang. Bantuan berupa bahan makanan, minuman, obat-obatan, pakaian, dan selimut belum berhenti berdatangan.
Tangkil yang terletak di dataran berketinggian 1.000 meter dari permukaan laut yang biasanya sepi menjadi ramai oleh aktivitas SAR dan hilir mudik kendaraan pembawa bantuan kemanusiaan dan pendukung operasi.
Di Banaran, dua mobil besar dapur umum dan tiga tenda dapur umum beroperasi 24 jam mempersiapkan 4.500 nasi bungkus per hari untuk Tim SAR Terpadu. ”Rata-rata setiap pagi, siang, dan malam, kami membuat 1.000 bungkus makanan siap konsumsi dengan menu nasi, sayur, dan lauk,” kata Koordinator Dapur Umum Gatot Subroto.
Meski cakupan operasi SAR besar, tidak mudah mencari para korban yang tertimbun. Ketebalan material yang 4-20 meter dan membentang seluas 4-5 hektar menjadi ujian dan tantangan berat untuk tim. Hujan selalu turun selepas tengah hari sehingga operasi yang direncanakan berlangsung sampai pukul 16.00-17.00 tak pernah maksimal.
Lokasi bencana juga sulit dijangkau, yakni 5-6 kilometer dari Kantor Desa Wagir Kidul di tepi jalan aspal menuju pusat keramaian Kecamatan Pulung. Jalan ke Dusun Tangkil selebar 3-5 meter, terdiri dari bagian aspal, susunan batu kali, dan mendekati pusat hunian berupa perkerasan beton dengan bagian tengah susunan batu kali.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Ponorogo Sumani selaku Komandan Komando Tanggap Darurat mengatakan, cakupan operasi SAR sudah maksimal. ”Kami memerlukan nasib baik untuk menemukan korban-korban yang masih tertimbun,” ujarnya.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni juga mengamini pernyataan bawahannya itu. Menambah alat berat dan personel bukan pilihan bijak. Namun, menyerah pada tantangan kondisi alam juga tidak bagus. Untuk itu, masa tanggap darurat ditetapkan selama dua minggu dengan kurun waktu 2-15 April, yang seminggu di antaranya untuk operasi SAR.
Sampai hari kelima sejak bencana terjadi, kehidupan masyarakat Tangkil belum normal. Belum banyak warga yang berani kembali berladang jahe, jagung, ketela, atau mencari rumput untuk pakan kambing dan sapi karena khawatir ada longsor susulan.
Kegiatan belajar-mengajar di TK dan SD Negeri 137 Banaran belum normal. Kegiatan belajar-mengajar untuk sementara dipindahkan ke masjid. Waktu belajar siswa belum penuh, yang biasanya sampai pukul 12.00 menjadi sampai pukul 10.30. Kegiatan dikombinasi antara belajar dan bermain. ”Agar mereka tidak cemas dengan bencana yang sedang ditangani,” kata Muyono, guru kelas 6.
Anak-anak yang kehilangan orangtua atau kerabat dekat akibat tanah longsor belum diingatkan untuk masuk karena masih dalam suasana duka. ”Kami terus memantau perkembangan mereka. Jika mereka sudah siap, barulah kami ajak masuk sekolah,” ujar Muyono lagi.