POSO, KOMPAS — Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menyelidiki pembabatan dua hektar hutan bakau untuk pembuatan tambak ikan di Kecamatan Poso Pesisir Utara. Penyelidikan untuk mengecek apakah daerah tersebut masuk kawasan konservasi atau areal penggunaan lain.
“Kami sudah perintahkan agar pengerjaan tambak dihentikan sementara waktu untuk penyelidikan. Pengerjaannya sudah dihentikan sejak bulan Maret,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Poso Yusak Mentara saat dihubungi dari Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis (6/4/2017).
Yusak mengatakan, hutan bakau atau mangrove yang dibabat berlokasi di Desa Tobe dan Bakti Agung di Kecamatan Poso Pesisir Utara. Pengerjaan tambak dilakukan seorang warga Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. Lahan itu kabarnya dibeli dari warga setempat yang mengantongi alas hak berupa sertifikat.
Yusak mengatakan, klaim kepemilikan itu akan didalami dalam penyelidikan. Kalau klaim itu benar berdasarkan dokumen sah, penyelidikan akan mengecek apakah areal itu masuk kawasan konservasi atau areal penggunaan lain (APL). “Kalau masuk kawasan konservasi, alih fungsi, termasuk untuk tambak, tak bisa dilakukan. Sebaliknya, kalau dipetakan sebagai APL, tambak diizinkan,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo menyatakan, pihaknya juga memantau kasus tersebut. Langkah Dinas Kelautan dan Perikanan Poso menghentikan sementara pengerjaan tambak dinilai sudah tepat.
Menurut Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng Aries Bira, merujuk pada sejumlah regulasi, kawasan hutan bakau menjadi kesatuan ekosistem pesisir yang harus dilindungi. Tidak ada penguasaan atau kepemilikan atas areal tersebut.
Ia melanjutkan, investigasi untuk mengecek status areal (konservasi atau APL) tak relevan jika melihat peraturan terbaru tentang wilayah pesisir. “Dalam pandangan kami, pembabatan hutan di Poso itu sudah masuk tindak pidana. Tinggal ditelusuri siapa yang memberikan izin dan siapa penerima izinnya,” katanya.
Regulasi yang dimaksud Aries, antara lain, Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU Nomor 28/2007 tentang Penataan Ruang, serta putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan hak penguasaan/kepemilikan atas wilayah pesisir.
Bakau berperan penting sebagai kesatuan dari ekosistem pesisir. Bakau menjadi tempat berkembang biaknya ikan. Selain itu, mangrove juga menjadi sabuk pengaman bagi pesisir dari gelombang pasang atau rob.
Pada 2012, Dinas Lingkungan Hidup Sulteng mencatat 24.000 hektar dari 46.000 hektar hutan mangrove di Sulteng rusak. Hutan rusak karena alih fungsi untuk tambak dan permukiman.