Tidak ada sepeser pun uang hasil korupsi di rumah saya. Selama 56 tahun menikah, saya tidak pernah selingkuh sekali pun.
Dua kalimat itu tertulis dalam buku biografi. Orang yang mengatakan itu adalah H Adi Andojo Soetjipto SH, Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) periode 1980-1997. Kata-kata itu diucapkan kembali dalam peluncuran buku biografinya di Titan Center Tangerang Selatan, Minggu (5/3/2017) lalu. Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (PBK) ini ditulis oleh A Bobby Pr.
Memberikan kata sambutan pada peluncuran buku berjudul H. Adi Andojo Soetjpto SH: Menjadi Hakim yang Agung adalah Ketua MA Hatta Ali. Sementara sebagai pembicara adalah Prof Dr Komarudin Hidayat (Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah), Dr H Andi Samsan Ngaro SH, M.Hum (Hakim Agung Mahkamah Agung), dan H Marsda. (Purn.) Kahardiman SH, FCBArb (mantan Hakim Agung MA). Acara ini dipandu oleh Tri Agung Kristanto (wartawan Kompas).
Hakim panutan
Dalam kata sambutannya Hatta Ali mengungkapkan sosok Adi Andojo merupakan tokoh yang patut menjadi teladan bagi para hakim saat ini. ”Sepak terjang beliau menjadi pengadil dimulai dari pengadilan tingkat pertama hingga terakhir memegang amanat sebagai hakim agung dengan jabatan ketua muda pidana umum di MA. Ini merupakan bukti bahwa pengalaman beliau di dalam membentuk karakter sebagai seorang hakim yang agung, hakim yang menjadi teladan bagi lingkungan sesama hakim dan di dalam lingkungan masyarakat”.
Mengutip tulisan yang pernah ditulis oleh Prof Dr Satjipto Rahardjo (Alm), Hatta Ali mengatakan, sosok Adi Andojo Soetjipto tidak hanya berbicara, mengeluh, tetapi juga berani bertindak. ”Dan, ini merupakan poin tersendiri karena banyak hakim yang baik, tetapi kurang berani untuk bertindak.”
Lebih lanjut Hatta Ali mengungkapkan kasus-kasus yang ditangani Adi Andojo dulu, sampai sekarang masih menjadi rujukan yurisprudensi para hakim, seperti kasus Raden Sonson Natalewaga, Marsinah, dan Muchtar Pakpahan.
Berkat istri
Salah satu kasus lain yang mengangkat nama Adi Andojo mengegerkan secara nasional adalah membongkar kasus dugaan kolusi di MA dalam perkara Gandhi Memorial School. Keberanian ini membuat Adi Andojo harus berhadapan dengan pimpinan dan koleganya di MA. Bahkan, dia hampir disingkirkan dari MA. Selain itu bapak empat anak ini mendapat ancaman akan dibunuh.
Berkaitan dengan kasus-kasus yang ditangani oleh Adi Andojo, masyarakat memberikan julukan kepada alumnus FH Universitas Indonesia sebagai hakim yang jujur, bersih, sederhana, dan berani menegakkan kebenaran. Tak mengherankan DPP Ikadin memberikan penghargaan sebagai hakim teladan dan hakim panutan.
Keteguhan pria kelahiran 11 April 1932 ini dalam memegang prinsip sebagai hakim tidak terlepas dari tokoh panutannya, Mas Soetjipto Wongsoatmodjo. Nama ayahnya. Sang ayah juga seorang hakim yang jujur, bersih, sederhana, dan berani membela kebenaran. Begitu bersihnya, sang ayah tidak punya rumah hingga akhir hayatnya. Adi Andojo ingat ayahnya pernah mau disogok dengan sebuah mobil opelet tahun 1956. Namun, ditolaknya dengan tegas.
Akibat meneladani ayahnya, penghasilan Adi Andojo sebagai hakim tidaklah cukup untuk menghidupi keluarganya. Terpaksa dia menjual seragam bekas judo, tape recorder, cat air miliknya. Tuti Sirdariati, sang istri, pun harus jualan es dan kue agar asap dapur terus mengepul. Berbagai godaan bukan tak pernah datang. Berkali-kali Adi Andojo ditawari barang, uang segepok, bahkan perempuan cantik jika mau menggadaikan integritasnya sebagai hakim. Namun, semuanya itu ditolak dengan berani.
Mantan Dekan FH Universitas Trisakti Jakarta ini mengakui bahwa berkat dukungan istri dan anak-anaknyalah dia dapat terus memegang amanah sebagai hakim hingga pensiun sebagai hakim agung pada tahun 1997. Tuti pun memberikan dukungan segala tindakan suaminya dalam menjalankan profesi sebagai hakim yang jujur, bersih, sederhana, dan berani membela kebenaran.
Kesetiaan Tuti mendampingi bahtera rumah tangga, dibalas kakek empat cucu ini dengan memegang janji pernikahannya. ”Saya beruntung mendapat istri yang cantik, setia, dan jujur,” ujar pria yang telah total tidak dapat melihat ini. Meskipun penglihatan terganggu, Adi Andojo masih menulis opini untuk Kompas hingga sekarang berkat bantuan istrinya.
Istrinya selalu bertanya kalau menerima uang yang bukan berasal dari gaji. ”Jadi, bukan bilang Alhamdulillah kalau terima uang yang bukan gaji. Tanya dulu uang dari mana. Enggak kayak orang-orang sekarang ini. Kan, saya sering menjadi pembicara dalam diskusi atau seminar. Jadi, lumayan buat nambah-nambah belanja,” kata mantan Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) ini.
Oleh karena itu, dengan berani Adi Andojo mengucapkan bahwa rumahnya bersih dari korupsi dan dia tidak pernah selingkuh sekali pun. Sebuah teladan bagi praktisi hukum, penjaga peradilan, dan juga masyarakat. Terlebih dalam situasi sekarang ini kala banyak aparat penegak hukum tersangkut kasus korupsi.