JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Alumni Universitas Indonesia mendeklarasikan dan menyerukan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta damai. Pasangan calon dan pendukung diajak memperjuangkan kebinekaan dalam berdemokrasi.
Deklarasi ini ditandatangani tim sukses pasangan calon nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang diwakili Bobby Indroharto serta tim sukses pasangan calon nomor urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang diwakili Ferry Juliantono di Kampus Pascasarjana UI Salemba, Jakarta, Sabtu (8/4).
Ketua Umum Iluni UI Arief Budhy Hardono mengatakan, Iluni UI netral dan tidak mendukung salah satu pasangan calon. ”Damai itu harus disertai sikap jujur adil. Pasangan calon perlu menunjukkan jiwa besar dengan tidak berkampanye untuk menang, tetapi demi proses demokrasi yang lebih baik,” ucapnya.
Dia mengajak semua pasangan calon agar tidak menggunakan isu sentimen suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) dalam upaya memenangi pilkada. Masih ada persoalan besar untuk diselesaikan, seperti reformasi hukum serta pemberantasan korupsi dan narkoba.
M Hasan Ansori, peneliti dari The Habibie Center, menilai, konflik dalam kontestasi pilkada tak bisa dihindari, tetapi menjadi masalah jika konflik berbuntut kekerasan. ”Di DKI suasananya tampak panas dan gaduh. Namun, masih normal selama tak ada kekerasan,” katanya.
Bobby dan Ferry menyatakan siap jujur dan sportif dalam upaya memenangi Pilkada DKI Jakarta. Kampanye simpatik lewat adu program dan gagasan dengan berpegang pada nilai-nilai kepatutan dalam koridor demokrasi akan mereka tegakkan. Aparat penegak hukum, KPU sebagai penyelenggara pilkada, dan Badan Pengawas Pemilu diminta dapat bersikap netral dan adil, tidak mencederai demokrasi.
Bukan komoditas politik
Presiden Joko Widodo, saat meresmikan masjid dan gedung shalawat di Pondok Pesantren Kholifatulloh Singo Ludiro, Sukoharjo, Jawa Tengah, kemarin, juga mengingatkan perihal hubungan agama dan politik.
Permintaannya agar tidak mencampuradukkan politik dan agama bukan berarti memisahkan nilai-nilai agama dalam politik. Menurut Presiden, agama penting dalam politik karena mengajarkan nilai moralitas, kejujuran, dan pengabdian kepada rakyat. Nilai-nilai tersebut dibutuhkan sebagai pijakan membuat kebijakan untuk rakyat. Pada konteks ini, politik dan agama berjalan beriringan.
”Jangan sampai agama dipolitisasi menjadi komoditas. Pernyataan ini bukan berarti memisahkan nilai agama dalam politik,” ujarnya. (ILO/NDY/RWN)