Mereka Berdamai dengan Kekurangan Diri Sendiri
Eni Rosita, misalnya, meski berhasil menjadi pelari kategori individu yang mencapai finis paling awal, dia tidak berlari secara ugal-ugalan. Sejak memulai lomba di Pototano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (5/4) pukul 15.00 Wita, pelari asal Tangerang, Banten, itu berlari dengan sangat terukur.
Eni tidak memacu kecepatan pada awal lomba sehingga memiliki banyak cadangan tenaga untuk menyelesaikan lomba di Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, NTB, Sabtu (8/4) pukul 06.42 Wita. Catatan waktu Eni adalah 63 jam 42 menit, jauh lebih cepat daripada capaian Matheos Berhitu saat menjadi pelari tercepat Lintas Sumbawa 2016, yakni 71 jam 17 menit.
”Saya berlari dengan kecepatan yang membuat diri saya nyaman, jadi tidak terlalu cepat,” ujar Eni yang juga mengikuti Lintas Sumbawa 2016, tetapi berhenti di Km 238 karena cedera kaki.
Tahun ini, karyawati swasta itu sangat memperhatikan waktu istirahat selama lomba. Ia juga memenuhi asupan nutrisi teratur. ”Di check point (tempat pemeriksaan) Km 200, saya bahkan tidur dua jam. Di setiap check point, saya juga selalu makan berat, misalnya nasi atau mi instan,” tutur Eni yang menjadi juara pertama kategori putri Lintas Sumbawa 2017 dan meraih hadiah Rp 30 juta.
Dalam Lintas Sumbawa 2017, Eni juga berupaya berdamai dengan ”beban baru” yang tak disandangnya tahun lalu, yakni kondisi kakinya yang belum sembuh 100 persen dari luka bakar. Pada Oktober 2016, saat mengikuti lomba lari di Boyolali, Jawa Tengah, Eni disiram dengan air keras oleh orang tak dikenal sehingga mengakibatkan luka bakar di sejumlah bagian tubuhnya, termasuk kedua kakinya.
Pada lomba kali ini, Eni harus kerap berhenti untuk membersihkan bekas luka di kakinya agar tak mengalami peradangan dan menimbulkan rasa nyeri. Dengan strategi itu, Eni mencetak rekor sebagai perempuan pertama yang mencapai finis Lintas Sumbawa di bawah cut off time (COT) atau batas waktu lomba. Pada tahun 2016 dan 2017, COT Lintas Sumbawa adalah 72 jam, sementara COT pada 2015 adalah 64 jam.
Tak memaksa
Matheos Berhitu juga sudah mampu berdamai dengan diri sendiri dalam lomba tahun ini. Pada Lintas Sumbawa 2016, lelaki asal Ambon, Maluku, itu berlari dengan ugal-ugalan karena selalu ingin menjadi pelari terdepan. Ia berlari kencang sejak awal serta mengabaikan waktu istirahat dan asupan nutrisi.
Dengan kondisi fisik yang luar biasa prima, Matheos memang berhasil menjadi yang tercepat dalam Lintas Sumbawa 2016. Namun, saat itu, ia mengalami cedera di kaki sehingga tidak bisa berjalan lagi seusai mencapai garis finis.
Tahun ini, Matheos berlari lebih santai. Ia juga memilih istirahat di sejumlah check point dan mengonsumsi makanan secara rutin untuk menjaga asupan nutrisi ke tubuhnya. Dengan strategi semacam itu, Matheos bisa finis dengan catatan waktu 70 jam 18 menit, lebih cepat ketimbang capaian waktunya pada tahun 2016. Saat menginjakkan kaki di finis, ia pun tidak mengalami cedera serius.
”Tahun ini, saya memang tidak paksakan. Saat itu, saya paksakan diri dan catatan waktu justru lebih buruk dan tubuh ini malah rusak-rusak,” ungkap Matheos.
Apresiasi
Keberhasilan Lily Suryani mencapai finis dalam waktu 71 jam 39 menit juga pantas diapresiasi. Pada 2015, Lily mengikuti Lintas Sumbawa, tetapi gagal finis. Pada 2016, ia kembali ikut dan berhasil finis, tetapi melebihi COT. Tahun ini, Lily mencapai finis dan menjadikannya satu-satunya pelari berusia di atas 50 tahun sejak lomba digelar pada 2015.
”Walaupun kaki saya sudah rusak, saya tetap yakin finis tahun ini. Bagi saya, orang-orang yang bisa menyelesaikan 320 kilometer adalah orang-orang yang luar biasa,” ujar Lily yang menjadi juara kedua kategori putri Lintas Sumbawa 2017 dan mendapat hadiah Rp 23 juta.
Apresiasi juga patut diberikan kepada Restu Adam (29) asal Makassar yang terus berupaya menyelesaikan lomba meski telah melebihi COT. Restu akhirnya dievakuasi panitia pada Sabtu pukul 18.00 Wita di Km 311,5.
Race Director Lintas Sumbawa 2017 Lexi Rohi mengatakan, Eni, Matheos, dan Lily mampu belajar dari pengalaman lomba tahun sebelumnya. Mereka memiliki strategi yang lebih baik tahun ini. ”Mereka banyak belajar dari pengalaman tahun sebelumnya,” ucap Lexi.
Bupati Dompu Bambang M Yasin menyatakan, penyelenggaraan Festival Pesona Tambora 2017 yang mencakup lari Lintas Sumbawa 320 kilometer telah ikut mengangkat nama Dompu. ”Sejak perhelatan ini kami laksanakan tahun 2015, nama Dompu semakin dikenal,” ujarnya.
Bupati Dompu dan Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Rusdi Amral ikut membagikan hadiah kepada para pemenang.