Semangat Kerja Sama dan Berbagi dari UNBK
Era digital di dunia pendidikan juga merasuk dalam ujian nasional di SMP dan SMA/SMK sederajat tiga tahun terakhir. Daerah dipacu untuk meningkatkan jumlah sekolah yang ikut ujian nasional secara digital alias ujian nasional berbasis komputer. Keterbatasan pun diatasi dengan semangat berbagi bersama.
Di tengah ambisi dunia pendidikan Indonesia diwarnai kemajuan teknologi, sebagian siswa dan sekolah pontang-panting dalam keterbatasan. Menumpang dan bergantian akibat keterbatasan infrastruktur masih jadi kendala utama.
Bagi 23 siswa SMK Negeri 1 Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, perjuangan mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK) 2017 bukan sebatas mengerjakan soal. Mereka tinggal sekaligus mengerjakan ujian di SMKN 3 Baleendah, berjarak 50 kilometer dari Rancabali. SMKN 3 Baleendah merupakan sekolah terdekat yang memiliki program keahlian yang sama, di bidang pertanian.
Senin (3/4), pukul 10.30, siswa SMKN 1 Rancabali itu berdiskusi sembari menunggu siswa lain selesai ujian. Sejumlah soal latihan, mulai dari bahasa Indonesia, matematika, hingga agrobisnis tanaman pangan dan hortikultura, dibedah bersama.
Dalam keterbatasan itu lahir kebersamaan. Selain membedah perkiraan soal, mereka juga saling memotivasi dan meyakinkan agar lulus UNBK. ”Kami berjuang bersama dan ingin lulus bersama juga,” kata Asep (19), salah satu siswa.
Akan tetapi, di balik keseriusan membahas soal-soal latihan terselip rasa gugup pada anak-anak buruh pemetik teh tersebut meski mereka sudah mengikuti simulasi UNBK. ”Ada rasa gugup karena kami harus bergantian mengerjakannya karena komputernya terbatas. Ada sedikit tekanan karena kami baru ujian setelah siswa lain selesai. Tetapi, demi mengejar mimpi, harus dihadapi,” ujar Asep.
Asep dan teman-temannya menginap di SMKN 3 Baleendah sehari sebelum UNBK digelar. Untuk keperluan makan, mereka membayar juru masak di sekolah itu. Mereka tidur di salah satu ruangan kelas, beralas matras.
Menyewa rumah dan mobil
Menempuh jarak yang jauh dan menginap demi bisa ikut UNBK juga dilakoni Muamalah (19) dan 22 siswa lain dari SMK Sirrul Cholil di Desa Lerpak, Kecamatan Geger, Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Sekolah ini berjarak sekitar 35 kilometer dari SMKN 1 Bangkalan yang mereka tumpangi untuk UNBK.
Dari rumah yang disewa pihak sekolah, Muamalah berdesakan dengan 11 temannya saat diantar dengan minibus yang disewa sekolah menuju ke SMKN 1 Bangkalan. ”Karena jarak desa kami yang terlalu jauh, pihak sekolah menyewakan dua rumah sekitar 3 kilometer dari SMKN 1 Bangkalan. Jadi, kami menginap di sana mulai semalam sebelum UNBK supaya tidak telat dan tidak kecapekan,” ujar Muamalah yang mengambil Jurusan Administrasi Perkantoran.
Tak lama setelah rombongan SMK Sirrul Cholil tiba, dua mobil van memasuki SMKN 1 Bangkalan. Ternyata, siswa SMK Sirrul Cholil bukan satu-satunya yang ikut UNBK di sana. Ada empat sekolah lain dari Bangkalan yang juga bergabung, yaitu SMK Bezab, SMK An Najah, SMK Sunan Ampel, dan SMK Manbaus Salam. Sebanyak 83 siswa dari 5 sekolah mendapat jatah melaksanakan ujian pada sesi ke-3 UNBK, yaitu pukul 14.00-16.00.
Seusai ujian, Muamalah mengisahkan ketegangan yang dirasakannya saat pertama kali mendengar kabar bahwa akan mengikuti UNBK di sekolah lain. ”Aku jadi deg-degan membayangkan keadaan sekolah itu seperti apa. Sempat minder juga,” katanya.
Perkenalan pertama dengan lingkungan SMKN 1 Bangkalan terjadi pada Februari lalu saat mereka menjalani simulasi UNBK. Pada Februari dan Maret, dia bersama teman-temannya bolak-balik empat kali ke sekolah itu untuk simulasi dan uji kompetensi keahlian. Setiap kali berkunjung, mereka juga menginap di rumah sewaan.
Kepala SMK Sirrul Cholil Nur Hasan menjelaskan, pihaknya tidak bisa menyelenggarakan UNBK secara mandiri karena sekolah belum terakreditasi dan belum memiliki komputer atau laptop. Sekolah didirikan pada 2014. Muamalah dan 22 temannya adalah angkatan pertama.
Karena keterbatasan dana sekolah pula, untuk sewa rumah dan kendaraan selama UNBK, Hasan meminta setiap siswa iuran Rp 300.000. Selama Februari hingga UNBK berakhir, para siswa harus menginap 15 hari. Biaya sewa dua rumah Rp 3 juta. Untuk menyewa dua kendaraan umum setiap kali berangkat dari Desa Lerpak dan saat hendak pulang, total Rp 800.000. Biaya sewa mobil untuk mengantar siswa ke tempat ujian Rp 1 juta.
Hasan berharap, dengan segala pengorbanan siswanya, hal itu menjadi langkah awal menuju peningkatan mutu bagi siswa dan sekolahnya. ”Keterlibatan di UNBK diperlukan agar siswa mulai terbiasa menggunakan teknologi dalam kehidupan belajar-mengajar,” katanya.
Tidak percaya diri
Jika jujur, banyak siswa yang ujian di sekolah lain awalnya merasa tidak percaya diri. Perasaan itu tetap ada meskipun sebelum ujian ada kesempatan simulasi untuk mengenalkan sistem UNBK sekaligus menjajaki sekolah tempat ujian.
Ati (18), siswi Jurusan Tata Busana SMK Yos Sudarso Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, berjalan beriringan dengan tiga kawannya. Sesampainya di gerbang SMK Komputama Majenang, mereka saling dorong dan bersembunyi di balik punggung kawan lainnya hingga guru pendamping dari SMK Yos Sudarso datang menyambut.
”Enggak PD (percaya diri),” kata Ani sambil bergegas naik ke lantai dua menuju tempat ujian di ruang laboratorium perbankan SMK Komputama, Rabu (5/4). Di ruang ujian nomor 5 itulah, 49 siswa SMK Yos Sudarso menumpang UNBK.
Ati malu dan tidak percaya diri karena sekolahnya belum memiliki komputer yang memadai sehingga mereka terpaksa menumpang di sekolah lain. Bahkan, mereka juga diejek. ”Ke sekolah atau dolan? Kok, ndompleng-dompleng (menumpang),” kata Ati menirukan ejekan yang ditujukan kepadanya.
Saedahtul Afika (18), siswi Jurusan Tata Niaga SMK Yos Sudarso, mengatakan, meskipun malu dan canggung khususnya di hari pertama ujian, dirinya tetap berusaha tenang dan fokus ujian. ”Yang penting saya datang ke sini untuk ujian. Saya ingin lulus dengan baik,” kata Afika.
Wakil Kepala SMK Yos Sudarso Majenang Bidang Kurikulum Endang Jaka Wahyu Aji mengatakan, pihak sekolah mengikuti UNBK karena ada imbauan dari pemerintah agar semua SMK melaksanakan UNBK. ”Ini pertama kali kami melaksanakan UNBK. Tahun depan, kami berharap sudah bisa menyiapkan peralatan komputer yang memadai. Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah, pihak yayasan, dan juga komite (sekolah),” ujarnya.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Kanisius Solo FX Juli Pramana mengatakan, 19 siswanya menumpang ujian di SMK Grafika Ign Slamet Riyadi. Tahun ini, sekolah memutuskan ikut UNBK karena semua SMK negeri dan swasta di Solo telah menyelenggarakan UNBK. ”Kami satu-satunya sekolah (di Solo) yang belum UNBK mandiri,” katanya.
Di Kabupaten Sukoharjo, empat SMA juga menumpang sekolah lain melaksanakan UNBK, hari Senin (10/4) ini. Keempat SMA itu adalah SMAN Mojolaban, SMAN Nguter, SMAN Polokarto, dan SMAN Tawangsari. Kepala SMAN Mojolaban Harmani mengatakan, SMAN Mojolaban melaksanakan UNBK dengan meminjam fasilitas komputer di SMK PGRI Sukoharjo. ”UNBK SMK, kan, sudah selesai, jadi kami pinjam. Di SMK PGRI ada tiga ruang komputer dengan masing-masing 40 unit komputer,” ujarnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Totok Suprayitno mengharapkan UNBK bisa menghidupkan semangat kerja sama antarsekolah. ”Kerja sama tidak hanya antarsekolah yang setingkat, tetapi juga antartingkat. Misalnya, SMA ataupun SMK yang kekurangan komputer bisa menumpang mengerjakan UNBK di SMP. Dengan demikian, sekolah yang tidak memiliki fasilitas sendiri tetap bisa melaksanakan UNBK,” kata Totok.
Meskipun tidak mudah menggelar UNBK, ternyata semangat kebersamaan masih ada. Sekolah yang punya fasilitas dengan besar hati menerima sekolah lain untuk ikut ujian. (TAM/ADY/RWN/DNE/ELN)