SEMARANG, KOMPAS – Ancaman wabah demam berdarah dengue atau DBD perlu diwaspadai memasuki musim pancaroba, yakni peralihan musim hujan ke kemarau. Penyebabnya, masa perubahan cuaca menjadi waktu yang tepat bagi nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo, Senin (10/4) di Semarang, mengatakan, pada peralihan musim, air tergenang yang sebelumnya tersirkulasi oleh air hujan menjadi tertahan. “Suhu udara di masa pancaroba juga cenderung panas dan lembab sehingga cocok untuk perkembangbiakan nyamuk,” ujar Yulianto.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jateng, pada 2016, dari 14.756 kasus demam berdarah dengue (DBD), sebanyak 216 penderita di antaranya meninggal dunia. Kendati menurun dibandinglan tahun 2015 dengan 16.377 kasus dan 255 pasien meninggal dunia, DBD tetap harus diwaspadai sejak dini.
Perhatian khusus ditujukan kepada sejumlah daerah dengan incident rate tertinggi seperti Kabupaten Jepara, Blora, Cilacap, dan Batang. Tingkat kepadatan penduduk dinilai memengaruhi peluang warga di suatu daerah untuk terjangkit DBD.
“Incident rate DBD di Jateng, sebesar 43,4 (per 100.000 penduduk) memang menurun dibanding 2015 yang 48,49. Namun, kami berupaya untuk terus menekan pada 2017 ini,” kata Yulianto.
Dia mengatakan, pencegahan menjadi hal utama yang didorong ke masyarakat. Di antaranya dengan mengawasi tempat-tempat perindukan nyamuk. Diharapkan, satu rumah memiliki satu juru pemantau jentik (jumantik) yang mengawasi.
Korban meninggal
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Slamet Budiyanto mengatakan, sejak Januari, terdapat 32 kasus DBD. Dua penderita di antaranya meninggal dunia. “Kami terus mewaspadai daerah-daerah endemis seperti Kelurahan Podosugih dan Medono,” kata Slamet.
Menurut Slamet, nyawa pasien yang tak terselamatkan umumnya karena penderita DBD tidak segera dibawa ke rumah sakit. Untuk itu pihaknya mendorong agar penderita demam lebih dari dua hari segera memeriksakan ke dokter. Untuk pencegahan, dia mendorong kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, di antaranya dengan memerhatikan tampungan air.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, Hidayah Basbeth mengemukakan, pihaknya juga gencar melakukan pelatihan kepada para jumantik. “Kami melakukan pelatihan di empat puskesmas,” ujar Basbeth.
Meskipun tidak ada korban meninggal dunia, sejak Januari 2017, ditemukan 20 kasus DBD di Batang. “Kami bergerak cepat karena sepanjang 2016, ada sekitar 600 kasus DBD di Batang. Sepuluh di antaranya meninggal dunia,” ujar Basbeth.
Terkait penanggulangan DBD dengan pengasapan, Yulianto menyatakan metode itu bukan pilihan utama. Pengasapan tidak efektif lantaran tidak membunuh jentik nyamuk. Untuk itu, yang harus diutamakan yakni pemberantasan sarang nyamuk lewat 3 M plus, yakni menguras, menutup, menyingkirkan/menimbun tempat penampung air. Plus yang dimaksud antara lain tindakan memelihara ikan atau memberi obat pembasmi jentik nyamuk, atau memakai kasa nyamuk saat tidur.